Suara.com - BP2MI memfokuskan perhatiannya pada masalah uang pekerja migran Indonesia (PMI) yang tidak bisa dicairkan, sementara pemiliknya telah kembali. Saat ini BP2MI bermitra dengan bank milik pemerintah (BUMN) sebagai langkah pertama dalam menemukan solusinya.
"Saya baru mendapatkan informasi setelah kunjungan direktur ke Korea, ternyata di sana ada dana-dana PMI yang tidak bisa dicairkan. Jumlahnya miliaran, bahkan puluhan miliaran rupiah," kata Kepala BP2MI Benny Rhamdani dalam konferensi pers di Kantor BP2MI Jakarta, Senin (26/2/2024).
Pihaknya juga berkolaborasi dengan salah satu bank yang berada di bawah Badan Usaha Milik Negara (BUMN), yaitu BNI, sebagai langkah awal dalam mencari solusi terkait pencairan dana bagi pekerja migran Indonesia (PMI) yang telah kembali ke Tanah Air atau PMI purna. Mereka berupaya mencairkan dana-dana tersebut.
"Mengenai keterangan dari Pemerintah Korea, dana tersebut terhenti karena mereka juga enggan menyalurkannya kepada pihak lain. Hal ini sedang kami upayakan dalam negosiasi, dan tentu saja Bank Negara Indonesia akan membantu," ungkapnya, dikutip dari Antara.
Baca Juga: Film Korea 12.12: The Day, Gambarkan Kudeta Militer yang Mirip Tragedi Berdarah di Indonesia
Selain itu, kerja sama tersebut juga bertujuan untuk meningkatkan perlindungan finansial bagi para pekerja Indonesia yang bekerja di Korea Selatan melalui skema penempatan kerja sama antar pemerintah (G to G).
Tujuannya adalah untuk mempermudah proses pengiriman uang dan pembayaran asuransi bagi para pekerja Indonesia yang bekerja di negara tersebut.
Menurut data BP2MI, terjadi peningkatan jumlah pekerja Indonesia yang bekerja di Korea Selatan melalui skema penempatan G to G setelah lulus ujian Employment Permit System-Test of Proficiency in Korean (EPS TOPIK). Pada tahun 2023, terdapat 11.570 PMI yang ditempatkan di Korea Selatan, jumlah ini meningkat dari 174 penempatan pada tahun 2021 dan 11.530 pada tahun 2022.