Suara.com - Ekonomi Jepang kembali mengalami jumpalitan setelah mengalami resesi. Produk Domestik Bruto (PDB) negari Sakura tersebut terkontraksi untuk dua kuartal berturut-turut.
Kantor Kabinet Jepang melaporkan produk domestik bruto (PDB) berkontraksi sebesar 0,4% pada kuartal IV/2023, setelah sebelumnya juga mengalami kontraksi 3,3% pada kuartal III/2023.
Kontraksi ini dipicu oleh berbagai faktor yang palin dirasakan karena perang di Ukraina dan inflasi global telah menekan permintaan global, termasuk untuk produk Jepang.
Selain itu kenaikan energi global telah meningkatkan biaya produksi dan menekan daya beli konsumen di Jepang.
Baca Juga: Ekonomi Inklusif Bersama Pegadaian: Pelatihan Bisnis untuk PMI di Hongkong
Disisi lain Bank Sentral Jepang (BoJ) telah mempertahankan kebijakan moneter longgar untuk waktu yang lama, namun mulai menormalisasikan kebijakannya dalam beberapa bulan terakhir. Hal ini dapat memperlambat pertumbuhan ekonomi.
Menteri Keuangan Sri Mulyani mengatakan, perekonomian negara maju memang sudah mengalami tekanan berat dari konflik antara Rusia dan Ukraina yang berkepanjangan.
Efek rembetan yang timbul dari konflik tersebut telah membuat perekonomian negara maju.
"Negara maju yang seperti anda sebutkan, yang mengalami resesi, ya memang mereka sudah cukup lemah," kata dia ditemui di St. Regis, Jakarta, Selasa (20/2/2024).
Bendahara negara bilang, perlambatan ekonomi yang dialami oleh Jepang, Inggris, dan negara maju lainnya sudah diprediksi oleh berbagai lembaga keuangan internasional.
Baca Juga: Sri Mulyani Tebar Diskon Pajak Beli Rumah Hingga Mobil Listrik di 2024
"Tahun ini kan beberapa lembaga memang menyampaikan, bahwa kinerja dari perekonomian negara-negara maju akan cukup tertekan, karena kenaikan suku bunga di berbagai negara itu cukup tinggi dalam waktu yang sangat singkat," tuturnya.