Suara.com - Asset Under Management (AUM) atau dana kelolaan dari investasi pasif konsisten mengalami peningkatan. Tercatat, arus dana pengelolaan dana investasi pasif secara global antara tahun 2013 hingga 2022 konsisten mengalami peningkatan.
Sejak tahun 2013, pengelolaan dana investasi pasif secara global yang terdiri dari Reksa Dana Indeks dan ETF, telah menghimpun $7,2 triliun. Lebih tinggi dibandingkan dengan $0,9 triliun untuk pengelolaan dana investasi secara aktif.
Sebagai catatan, investasi pasif adalah strategi investasi investor atau manajer investasi untuk tidak secara aktif mencoba mengalahkan pasar atau indeks, melainkan mencoba mencerminkan kinerja pasar secara keseluruhan atau indeks tertentu.
Contoh umum dari investasi pasif adalah Reksa Dana Indeks. Sebagai bentuk reksa dana yang dirancang untuk mereplikasi kinerja indeks tertentu, jenis Reksa Dana ini tidak terlalu banyak melibatkan keputusan aktif dalam pemilihan saham atau obligasi. Sebaliknya, tujuannya adalah mencerminkan atau mengikuti perubahan kinerja indeks acuan.
Baca Juga: Jadi Mandatory, Penerapan ESG Bisa Bikin Perusahaan Tambah Cuan
Direktur PT Insight Investments Management (Insight IM), Ria Meristika Warganda menyatakan bahwa tren peningkatan dana kelolaan investasi pasif secara global terus meningkat.
“Investasi pasif ini memiliki berbagai keunggulan yang membuatnya kian diminati. Mulai dari biaya manajemen yang cenderung rendah, kinerja yang cenderung konsisten dengan indeks, pendekatan yang cenderung lebih sederhana dan mudah dipahami, serta cocok untuk investor dengan tujuan jangka panjang. Reksa Dana Indeks yang dikelola secara pasif dapat menjadi alternatif investasi untuk mengungguli IHSG,” tutur Ria dikutip dalam risetnya Kamis (22/2/2024).
Selanjutnya, kata Ria, dalam memilih produk Reksa Dana Indeks penting bagi investor untuk mempertimbangkan beberapa aspek.
“Ketika investor memilih investasi pasif melalui reksa dana indeks, sangat penting untuk memilih produk reksa dana yang memiliki kinerja historikal yang unggul, memiliki track record kemampuan recovery pasca krisis, serta potensi return yang baik ke depannya. Terlebih lagi, investor bisa turut mempertimbangkan added value yang dimiliki,” jelas Ria.
Ria menyampaikan bahwa saat ini para investor, terutama dari kalangan generasi milenial dan Z, semakin peduli dengan investasi yang memiliki added value berupa dampak sosial dan lingkungan atau memenuhi prinsip Lingkungan, Sosial, dan Tata Kelola (Environmental, Social, and Governance/ESG). Insight IM telah merespon tren ini dengan mengenalkan produk Reksa Dana Indeks Insight SRI-KEHATI Likuid.
Baca Juga: Tetap Raup Cuan saat Harga Beras Meroket, Pedagang di Pasar Grogol Petamburan: Orang kan Perlu Makan
Untuk diketahui, Indeks Socially Responsible Investment SRI–KEHATI dibentuk dengan referensi Principle for Responsible Investment (PRI) dari United Nations (PBB). Indeks SRI-KEHATI melakukan seleksi atas emiten-emiten saham dengan berbasis pada prinsip SRI (Socially Responsible Investment) dan ESG (Environmental, Social, and Governance).
“Reksa Dana Insight SRI-KEHATI Likuid bisa menjadi pilihan bagi investor yang tertarik untuk memilih investasi dengan basis prinsip ESG dan dengan strategi pasif. Reksa dana ini memiliki performa historis mengungguli indeks saham lainnya seperti MSCI Indonesia, LQ45, dan IDX30,” tutur Ria.
Selain itu, kata Ria, Reksa Dana Insight SRI-KEHATI Likuid juga memiliki kemampuan recovery pasca krisis yang lebih baik dibandingkan dengan IHSG dan indeks SRI-KEHATI sendiri. Ria menjelaskan bahwa secara historis, produk ini lebih cepat pulih dalam periode krisis seiring dengan pulihnya Indeks SRI-KEHATI.
“Sejak peluncurannya, Reksa Dana Insight SRI-KEHATI Likuid mengalami 2 kali periode krisis, yakni pada 2018 dan 2020. Terbukti, kinerja produk reksa dana ini tercatat lebih unggul dibandingkan IHSG pasca titik terendahnya,” jelas Ria.