Suara.com - Estee Lauder, perusahaan perawatan kulit dan kecantikan global segera mengurangi jumlah karyawan mereka sekitar 3 hingga 5 persen di berbagai negara.
Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) ini dilakukan dengan tujuan meningkatkan margin keuntungan yang mengalami penurunan akibat penurunan pembelian produk mewah dengan harga tinggi oleh pelanggan di China.
Reuters melaporkan, hingga Juni 2023, Estee Lauder memiliki sekitar 62 ribu karyawan di seluruh dunia. Sayangnya, bisnis kosmetik di berbagai belahan dunia dilaporkan belum membaik sejak Pandemi COVID-19 lalu, terutama di pasar China.
CEO Estee Lauder, Fabrizio Freda mengakui perusahaan yang ia pimpin mengalami penurunan penjualan di China sepanjang kuartal II-2023.
Baca Juga: Gelombang PHK Industri Keuangan, Deutsche Bank Bakal Rumahkan 3.500 Karyawan
Estee Lauder melaporkan bahwa penjualan bersih di wilayah Asia-Pasifik mengalami penurunan sebesar 7 persen, sementara margin keseluruhan turun 60 basis poin selama kuartal II-2023.
Salah satu faktor yang berkontribusi pada penurunan penjualan produk kosmetik high-end adalah meningkatnya persaingan dari merek lokal dengan harga yang lebih terjangkau.
Selain rencana PHK di China, Estee Lauder juga akan menurunkan perkiraan laba tahunan untuk kedua kalinya karena bisnisnya di Amerika Serikat (AS) juga mengalami perlambatan.
Laporan yang sama mengungkapkan penjualan bersih organik di AS turun sebesar 1 persen selama kuartal tersebut, dibandingkan dengan pertumbuhan sebesar 6 persen pada kuartal sebelumnya.
Perusahaan asal AS tersebut saat ini memperkirakan laba per saham yang disesuaikan untuk tahun fiskal 2024 berkisar antara US$2,08 hingga US$2,23, atau sekitar Rp32.596 hingga Rp34.946 (menggunakan asumsi kurs Rp15.671/US$), dibandingkan dengan perkiraan sebelumnya sebesar US$2,17 hingga US$2,42, atau sekitar Rp34.008 hingga Rp37.926.
Baca Juga: Google Habiskan Rp 33 Triliun Akibat PHK Massal
Estee berharap untuk meningkatkan laba operasional sebesar antara US$1,1 miliar hingga US$1,4 miliar, atau sekitar Rp17,24 triliun hingga Rp21,94 triliun, dari upaya yang direncanakan pada tahun fiskal 2025 dan 2026. Ini merupakan peningkatan dari perkiraan sebelumnya sebesar US$800 juta, atau sekitar Rp12,54 triliun, hingga US$1 miliar, atau sekitar Rp15,67 triliun.