Suara.com - Tidak hanya libur lebaran dan Nataru, Pemerintah kini juga mewacanakan pelarangan angkutan barang pada libur panjang Imlek dan Nyepi. Hal ini disayangkan oleh pelaku usaha, mengingat pertumbuhan ekonomi yang belum sepenuhnya pulih dan tekanan ekonomi global.
Pelaku usaha mengusulkan untuk melakukan pengaturan lalu lintas situasional, agar tidak ada yang dikorbankan. Sejauh ini menurut mereka, kebijakan pembatasan ini telah berimbas pada peningkatan biaya operasional. Selain itu pelaku usaha yang bergerak dibidang makanan dan minuman, khususnya AMDK.
Hal ini mengingat kebutuhan air minum dalam kemasan termasuk kebutuhan esensial, termasuk saat libur lebaran atau natal karena banyak masyarakat yang berkumpul dengan keluarga.
Kementerian Perindustrian dan Kementerian Perdagangan sebenarnya juga telah meminta Kementerian Perhubungan agar mempertimbangkan pengecualian angkutan logistik air minum dalam kemasan (AMDK) dalam wacana pelarangan untuk beroperasi saat libur panjang seperti libur Lebaran, Natal dan Tahun Baru.
Baca Juga: Ramah Kantong dan Menyegarkan, Air Minum Kemasan Ini Jadi Favorit Masyarakat
Untuk itu, kedua kementerian ini mengaku telah bersurat kepada Menteri Perhubungan dan Dirjen Angkutan Darat terkait permintaan pengecualian pelarangan terhadap angkutan logistik AMDK ini. Hal ini diungkapkan dalam seminar yang diselenggarakan Institut Transportasi dan Logistik (ITL) Trisakti akhir November lalu.
Krisna Ariza, S.IP. ME., Plt. Direktur Sarana Perdagangan dan Logistik Kementerian Perdagangan juga meminta agar Kemenhub mempertimbangkan pelarangan angkutan logistik AMDK pada saat libur panjang agar tidak memicu terjadinya inflasi akibat kenaikan harga akibat terjadinya kelangkaan barang di masyarakat.
“Perlu diantisipasi kalau kita lihat dari pengalaman sebelumnya dalam lima tahun terakhir, di mana inflasi mengalami peningkatan pada setiap periode Natal dan Tahun Baru,” katanya ditulis Rabu (7/2/2024).
Untuk mengantisipasi terjadinya kenaikan inflasi ini akibat kebijakan pelarangan angkutan logistik saat libur panjang seperti Natal dan lebaran, Krisna mengatakan Kemendag akan selalu berkoordinasi dengan Direktur Jenderal Perhubungan Darat untuk barang-barang kebutuhan pokok agar dikecualikan, termasuk AMDK yang saat ini juga sudah menjadi kebutuhan pokok masyarakat.
“Jadi, kolaborasi antar kementerian sangat penting untuk hal ini, supaya barang kebutuhan pokok tidak langka dan memicu kenaikan harga. Pangan ini yang paling utama harus masuk ke dalam perut. Jadi, nggak bisa dibatasi dan nggak bisa dilarang-larang,” ucapnya.
Baca Juga: Contra Flow Bakal Diterapkan Selama Libur Panjang Isra Mi'raj dan Imlek, Catat Jadwalnya
Dr. Setia Diarta, MT., Sekretaris Dirjen Industri Agro Kementerian Perindustrian, juga mengingatkan jangan sampai dengan adanya pelarangan beroperasinya angkutan logistik AMDK pada saat liburan panjang nanti justru akan merusak pertumbuhan industri yang saat ini mulai beranjak setelah hantaman covid yang terjadi di tahun-tahun sebelumnya.
Dia mengutarakan perkembangan atau pertumbuhan Industri Agro sampai saat ini sudah mencapai 4,25% dari PDB. Di mana, kontribusi terhadap PDB untuk Industri Agro ini sudah lebih dari 50%.
“Jadi, PDB kita didominasi kontribusinya itu adalah dari sektor Industri Agro sebesar 51,13%. Ini sampai pada triwulan ketiga kemarin,” ujarnya.
Dia mencontohkan kasus di Hari Raya Idul Fitri tahun 2023 lalu, Kemenperin mempropose waktu itu, karena diestimasikan sekitar kurang lebih 139 juta produk AMDK yang tidak dapat terdistribusi kepada konsumen akibat diberlakukannya pelarangan angkutan logistik AMDK.
Hal itu berdampak pada pembatasan distribusi dan yang tertinggi itu adalah wilayah Jabodetabek sekitar 46%, diikuti Jawa Timur 22%, Jawa Tengah dan Jawa Barat 10%, Sumatera 8% dan wilayah lainnya itu sekitar 5%.
Menurut Setia, terhambatnya distribusi AMDK ini memberikan dampak pada kelangkaan produk. Di mana, kalau dicermati terutama untuk produk-produk kemasan galon maupun kemasan botol, walaupun sudah ditumpuk di pergudangan, tapi karena produknya build up stock, produk-produk dari AMDK ini hanya bisa bertahan 2 hari berdasarkan jumlah kemasan yang tersedia.
”Jadi, kelangkaan AMDK ini tetap akan terjadi dan menyebabkan harga yang tidak terkendali,” katanya.
Dan satu sisi lagi, untuk memulihkan pola distribusi produk AMDK kembali ke kondisi normal sebelum dilakukan pembatasan, itu akan diprediksikan membutuhkan waktu sekitar 2 bulan.
“Ini dari asesmen kami. Tapi, dari beberapa industri lainnya juga ada yang mengatakan 1 bulan, 1,5 bulan, atau 2 bulan. Jadi, ada beberapa yang memang menjadi catatan, di mana untuk kembali mereka memulihkan pola distribusinya, itu dari asesmen kami kurang butuh waktu lebih dari 2 bulan,” ujarnya.
Kemudian juga kalau melihat ekspor-impor, ekspor saat ini khusus untuk di sektor Industri Agro itu surplus US$28,5 miliar, di mana memang ekspor Indonesia saat ini sangat mendominasi, khususnya dari sektor Industri Agro.
PMA atau investasi industri yang ada di sektor Industri Agro sampai saat ini sudah hampir merata baik, yang PMA dari asing ataupun multinasional corporation ataupun dari PMDN.
Artinya, di sini hanya bisa dikatakan 55% berbanding 45% perbandingannya, dan sektor industri atau PMDN dalam negeri juga sudah mulai tumbuh.
Kalau dari skala usaha ada sekitar 13.000 unit, dan sektor industri yang ada di agro ini meng-cover kurang lebih 9,17 juta orang tenaga kerja. Ada tujuh sektor yang berada di Industri Agro ini, mulai dari industri makanan, minuman, pengolahan tembakau, industri kayu dan barang kayu dari gabus, industri kertas dan barang dari kertas, industri percetakan dan reproduksi media rekaman, serta industri furniture.
“Ini adalah sektor-sektor dimana yang dibina oleh Direktorat Jenderal Industri Agro,” tutur Setia.
Namun demikian, dia mengatakan bahwa Industri Agro ini belum benar-benar pulih dari pukulan saat Covid beberapa lalu. Sebelum Covid misalnya, industri makanan dan minuman itu rata-rata utilisasinya adalah 78,27%.
Selama Covid, sampai September 2023 lalu, utilisasi masih belum pulih, masih di bawah normal saat sebelum pandemi. Begitu juga untuk sektor industri lain. Hanya sektor industri kayu yang memang mengalami peningkatan utilisasi saat ini.
“Ini saya sampaikan untuk memberikan gambaran bahwasanya sektor industri ini punya peranan penting dalam mendorong pertumbuhan ekonomi kita,” tukasnya.
Dia mengutarakan bahwa komponen ekonomi itu terdiri dari produksi, distribusi, dan konsumsi. Di sektor distribusi lewat logistik, pada tahun 2021 saja, untuk biaya logistik saja sebesar Rp. 182 triliun itu habis untuk biaya administrasi. Sedang untuk biaya pergudangan itu hampir Rp. 546 triliun. Sementara, biaya transportasi di jalan itu menghabiskan biaya lebih kurang Rp.1000 triliun.
“Ini menjadi catatan bahwasannya logistik kita ini memang masih belum efisien. Terutama apabila kita bandingkan lagi dengan negara-negara lain. US itu hanya 9% saja, Jepang hanya 10% dan Malaysia negara tetangga hanya 15%. Ini yang kami perlihatkan disini, meskipun industri dapat meningkatkan utilisasi, menekan atau melakukan efisiensi, tapi ketika sektor distribusi belum kita benahi juga, ini akan menjadi menurunkan daya saing dari produk-produk yang dihasilkan dari sektor industri tadi,” ungkapnya.
Sementara, optimalisasi untuk transformasi alternatif saat ini masih belum efisien. Menurut Setia, Kemenperin sekarang memang sedang mengkaji untuk penggunaan KAI logistik dan juga untuk pengembangan utilisasi warehouse atau pergudangan. Ini masih sifatnya kajian.
"Tapi, di kajian ini, kami juga mengalami kondisi existing yang harus kita pahami bersama. PT. Kalog saat ini belum menjadi moda transportasi distribusi yang diminati industri, karena memang biaya-biaya yang dikeluarkan itu cukup tinggi sewanya, kegiatan bongkar muatnya, proses dooringnya, tidak mendapat pembebasan PPN 11%, bahan bakarnya, kemudian PNBP yang dihitung dari KAI ini dasarnya adalah per kilometer atau per tonase. Nah, kami saat ini sedang berkomunikasi intens menyangkut dengan biaya sewa, pertimbangan untuk pemberian insentif PPN 11%, khususnya untuk komoditi tertentu tadi.” pungkasnya.