Suara.com - Co-Captai Timnas AMIN, Thomas Lembong atau Tom Lembong mengaku gembira atas pernyataan Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi (Menko Marves) Luhut Binsar Pandjaitan soal Indonesia dan China yang tengah mengembangkan baterai mobil listrik dari lithium ferro-phosphate (LFP).
Menurut Tom pernyataan tersebut harus diapresiasi, karena saat ini teknologi baterai mobil listrik berkembang dengan cepat sehingga menimbulkan persaingan yang ketat dari sisi bahan baku.
"Tapi yang sudah pasti persaingan yang sengit antara berbagai teknologi akan terus memberikan tekanan kepada harga," kata Tom di Markas Pemenangan Timnas AMIN di Jakarta, Senin (29/1/2024).
Mantan Menteri Perdagangan dan Kepala BKPM ini mengungkapkan bahwa kedepannya harga baterai kendaraan listrik akan semakin murah karena adanya persaingan tersebut.
Baca Juga: Tak Cuma Indonesia, Transisi ke Mobil Listrik di AS Juga Tak Mulus, Biden Terdesak
"Harga baterai akan turun terus dan itu juga memberikan tekanan kepada harga-harga bahan baku baterai," katanya.
Dirinya pun senang dan gembira atas pernyataan Luhut tersebut, menurut dia hal tersebut muncul karena adanya diskusi publik yang terbuka, sehingga semua pihak bisa berkomentar.
"Kami sangat gembira atas diskusi publik yang terbuka dengan mengeluarkan berbagai macam data, fakta, realita ya, sehingga juga mengundang keikutsertaan pakar-pakar, ahli-ahli, masyarakat sipil dengan berbagai elemen masyarakat bisa ikut berkomentar," katanya.
Sebelumnya Luhut mengungkapkan bahwa Indonesia tengah mengembangkan baterai untuk kendaraan listrik yang bahan bakunya dari lithium ferro phosphate (LFP) bersama dengan China.
Pernyataan ini Luhut katakan dalam video di akun instgram pribadinya pada Kamis (25/1/2024).
Baca Juga: Siap Ladeni Luhut Adu Data, Cak Imin Bakal Ajak Tom Lembong
Awalnya Luhut mengatakan saat ini harga nikel dunia terus mengalami penurunan yang cukup tajam, imbas pasokan yang berlimpah. Namun kata dia kondisi ini cukup menguntungkan karena nikel kembali berdaya saing dengan bahan baku pembuatan baterai lainnya.
"Kalau harga nikel terlalu tinggi itu sangat berbahaya, kita belajar dari kasus cobalt tiga tahun lalu harganya begitu tinggi, orang akhirnya mencari bentuk baterai lain. Ini salah satu pemicu lahirnya lithium ferro phosphate (LFP) itu," ujar Luhut pada @luhut.pandjaitan dikutip Antara.
Sama halnya dengan nikel, Luhut menyatakan bahwa jika harga nikel menjadi terlalu tinggi, industri baterai listrik kemungkinan akan mencari solusi alternatif.
"Jika kita menetapkan harga yang tinggi, orang akan mencari opsi lain karena perkembangan teknologi sangat cepat," ucap Luhut.
Selanjutnya, ia menekankan bahwa baterai lithium berbasis nikel dapat didaur ulang, namun baterai LFP saat ini belum dapat didaur ulang.
"Tetapi ingat lithium battery itu bisa recycling, sedangkan tadi yang LFP itu tidak bisa recycling sampai hari ini tetapi sekali lagi teknologi itu terus berkembang. Kita bersyukur LFP juga kita kembangkan dengan China, tadi lithium battery juga kita kembangkan dengan China maupun dengan lain-lain," kata Luhut.