Nasib Tragis Raksasa Properti China, Aset di Luar Negeri Dijual Demi Bayar Utang

M Nurhadi Suara.Com
Senin, 29 Januari 2024 | 16:53 WIB
Nasib Tragis Raksasa Properti China, Aset di Luar Negeri Dijual Demi Bayar Utang
Evergrande Group dijuluki sebagai raksasa properti China. [ANTARA/REUTERS/Aly Song]
Follow Suara.com untuk mendapatkan informasi terkini. Klik WhatsApp Channel & Google News

Suara.com - Evergrande Group, raksasa properti asal China kini dipastikan tamat usai Pengadilan Hong Kong meminta mereka untuk segera melikuidasi aset karena utang yang terlalu besar.

Kputusan ini jadi pukulan berat bagi sektor real estat di China yang sedang mengalami perlambatan. Pengadilan mengambil langkah ini setelah upaya Evergrande untuk mencapai kesepakatan restrukturisasi utang dengan kreditur internasional tidak berhasil.

Tiga tahun lalu, Evergrande sempat mengalami kesulitan finansial dengan akumulasi utang yang besar dan kegagalan untuk membayar utang yang turut berdampak pada ekonomi China.

Secara spesifik, pada akhir Juni 2023, total utang perusahaan mencapai 333 miliar dolar AS. Jumlah ini setara dengan sekitar Rp 5.267 triliun jika dikonversikan dengan kurs pertukaran sebesar Rp 15.817 per dolar AS.

Baca Juga: Viral Lowongan Kerja Jadi Raja Kera Digaji Rp13 Juta, Tertarik Melamar?

Nantinya, aset tersebut akan dijual untuk melunasi hutang untuk kemudian Evergrande dipastikan untuk pailit. Aset Evergrande di luar negeri juga sudah dihitung secara keseluruhan sebelum likuidasi.

"Namun, hal ini masih dianggap sebagai langkah mundur yang signifikan bagi sektor real estat domestik yang sudah mengalami masalah, yang kemungkinan akan lebih merusak sentimen investor," kata Kepala Investasi Kaiyuan Capital, Brock Silvers, seperti yang dilaporkan oleh CNN pada Senin (29/1/2024).

Hingga saat ini, masalah ekonomi China masih berkutat pada deflasi dan utang. Sementara, mereka juga mengalami penurunan angkatan kerja.

Ekonomi China mengalami tekanan setelah tumbuh pesat selama beberapa dekade didukung oleh tingginya minat terhadap aset properti.

Pertumbuhan ini sebagian besar dipicu oleh laju urbanisasi yang tinggi, yang pada satu titik menyumbang sekitar 30 persen dari Produk Domestik Bruto (PDB) negara tersebut.

Baca Juga: BYD Sah Kuasai China Usai Libas Penjualan Volkswagen

Namun, sektor properti mengalami kendala setelah pemerintah membatasi pinjaman berlebihan kepada pengembang pada tahun 2020, dengan tujuan untuk mengatasi gelembung properti yang sedang terjadi. Sejak saat itu, puluhan pengembang properti di China mengalami kesulitan untuk membayar utang mereka.

Pada bulan Desember 2023, terjadi penurunan harga rumah baru dengan jumlah penurunan tertinggi dalam hampir sembilan tahun terakhir.

Di samping itu, investasi dalam sektor properti juga turun sebesar 9,6 persen pada tahun 2023 dibandingkan dengan tahun sebelumnya, menandai penurunan untuk tahun kedua secara berturut-turut.

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI