Terungkap! Orang Dalam Ini Sebut Seluruh Proyek Food Estate Jokowi Gagal Total

Rabu, 24 Januari 2024 | 11:57 WIB
Terungkap! Orang Dalam Ini Sebut Seluruh Proyek Food Estate Jokowi Gagal Total
Kondisi mangkraknya lahan singkong di Kalimantan Tengah untuk program lumbung cadangan pangan nasional atau food estate. [Twitter/@gus_raharjo]
Follow Suara.com untuk mendapatkan informasi terkini. Klik WhatsApp Channel & Google News

Suara.com - Guru Besar Institut Pertanian Bogor (IPB) Profesor Dwi Andreas Santosa mengklaim dirinya terlibat dalam pengerjaan proyek food estate atau lumbung pangan nasional yang di gagas oleh pemerintah Joko Widodo (Jokowi).

Andreas pun mengatakan bahwa seluruh proyek ini mengalami kegagalan yang masif karena melanggar kaidah soal sistem pertanian.

Pernyataan ini sangat berbanding terbalik dengan klaim Calon Wakil Presiden Gibran Rakabuming Raka yang menyebut program ini ada yang berhasil.

"Yang ada seluruh food estate di Indonesia gagal total tak ada yang berhasil," kata Andreas dalam sebiah diskusi bertajuk 'Outlook Ekonomi Sektor-sektor Strategis 2024' yang diselenggarakan oleh CORE Indonesia di Tebet, Jakarta Selatan pada Selasa (23/1/2024).

Baca Juga: Hari Ini, Prabowo Serahkan Pesawat Keempat C-130J Super Hercules untuk TNI AU

Andreas berani bicara seperti ini karena ikut terlibat dalam pengerjaan proyek. Bahkan dirinya bersama dengan yang lainnya dipanggil secara khusus ke Istana oleh Jokowi.

Andreas bercerita sebetulnya proyek ini mulai digagas pada tahun 1996 era Presiden Soeharto dengan nama Mega Rice Project. Kala itu dia masuk dalam tim analis resiko lingkungan untuk menggarap sekitar 1,6 juta hektar lahan gambut di Kalimantan Tengah, dimana dia bertugas untuk menganalisis sekitar 30 ribu hektare lahan. Namun entah alasan apa proyek ini dihentikan pada 1999 oleh Badan Perencanaan Nasional (Bappenas).

Padahal kata dia pemerintah sudah mengeluarkan sekitar Rp3 triliun untuk pembabatan lahan proyek tersebut dan harus mengeluarkan Rp3 triliun untuk kembali melakukan rehabilitasi lahan. "Jadi impas waktu itu, merusak Rp3 triliun dan rehabilitasi Rp3 triliun lagi dan menjadi perusakan (lahan) yang luar biasa besar," cerita Andreas.

Kemudian pada 2015 terjadilah kebakaran lahan gambut di areal tersebut dan menyebabkan peristiwa kebarakan hutan dan lahan terbesar di Indonesia. "Ada 125 titik disana, kita jadi pengekspor asap ke Singapura dan Malaysia," katanya.

Nah kemudian pada era Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) pada tahun 2008, pemerintahan kala itu kembali membuka program food estate yang diberi nama Merauke Integrated Food and Energy Estate (MIFEE). Yang jadi pembeda dalam program ini SBY memberikan lahan yang sudah dipetakan ke 37 investor.

Baca Juga: Presiden, Prabowo, dan KSAU Kompak Pakai Jaket Bomber Saat Serah Terima C-130J Super Hercules

"Hasilnya apa? saya berdiskusi dengan salah satu investornya belum lama ini di Fakfak. Dulu saya datang ke Marauke itu seperti gajah keluar seperti semut. Jadi itu semua gagal total," katanya.

Begitu juga dengan nasib food estate lainnya seperti Bulungan 300 ribu hektare, food estate Ketapangan100 ribu hektare semuanya gagal total.

Begitu juga food estate era Jokowi bernama rice estate di Marauke gagal total dengan luas lahan 1,2 juta hektare. "Angka 1,2 juta itu angka dari saya, kenapa karena saat itu saya dipanggil Istana usai Presiden bertemu dengan masyarakat adat Marauke dan menyatakan akan mengembengkan rice estate sebesar 4,6 juta hektare," cerita Andreas.

"Saya tanya ke orang Istana ini, sampean tahu gak luas Marauke itu berapa, dijawab engga tahu mas. Saya bilang luasnya 4,6 juta hektare. Emang semuanya lahan itu mau dikonversi jadi sawah gitu," Tambah Andreas.

Nasib rice estate ini pun kata Andreas gagal total juga karena hasilnya 'nol'.

"Kenapa, karena waktu itu saya diundang Medco bertemu Arifin Panigoro berdialog dan bilang saya engga sanggup dan keluar juga dari Marauke," kata Andreas.

Nah pada tahun 2020 dan 2021, Andreas kembali terlibat dalam proyek food estate dimana dirinya diminta agar proyek ini tidak digarap oleh BUMN Pangan. Sehingg kata dia hingga saat ini tak ada satu BUMN Pangan yang terlibat dalam proyek ini dan menyebabkan program ini terus gagal untuk dikerjakan.

"Kenapa gagal, karena program ini melanggar kaidah-kaidah ilmiah dan akademis," ungkapnya.

Dirinya menjabarkan ada 4 pilar kaidah ilmiah yang harus dipenuhi untuk pengembangan food estate. Yang pertama adalah kelayakan tanah dan agroklimat.

Pilar kedua adalah kelayakan infrastruktur, yang terdiri dari jaringan irigasi dan jalan usaha tani. Kemudian, pilar ketiga adalah aspek budidaya dan teknologi yang menyangkut varietas bibit unggul dan teknologi pertanian. Dan pilar terakhir adalah sosial dan ekonomi.

Dari seluruh pilar ini kata dia semuanya tidak ada yang memenuhi, tetapi proyek ini tetap dilanjutkan.

"Saya tidak ingin terjebak dalam hal politis jadi saya sampaikan apa adanya karena kebetulan saya terlibat dalam proyek ini," pungkasnya.

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI