Suara.com - Megaproyek Giant Wall Sea Jakarta sempat dikritik cawapres nomor urut 1, Muhaimin Iskandar. Berpasangan dengan Anies Baswedan, Cak Imin – sapaan akrabnya – menyebut krisis iklim tidak cukup hanya diatasi dengan proyek tanggul raksasa di Jakarta.
Lebih jauh, manusia harus mengedepankan etika lingkungan untuk mengatasi bencana ekologis tersebut. Menurut Cak Imin, saat ini masalah lebih besar ada pada etika lingkungan yang belum sepenuhnya disadari manusia.
Mengenal Giant Wall Sea
Giant Wall Sea atau megaproyek tanggul raksasa di Jakarta Utara digagas untuk menyelamatkan pesisir ibu kota negara. Proyek ini sebenarnya sudah dimulai sejak 2014 dan diharapkan rampung pada 2025 mendatang.
Baca Juga: Netizen Salfok Kehadiran Najwa Shihab di Acara Desak Anies di Yogyakarta: Ada Siapa itu?
Namun, Anies Baswedan pernah menolak keras pembangunan tanggul saat masih menjabat sebagai Gubernur DKI Jakarta pada 2018 lalu. Alasannya, mengaku khawatir megaproyek tersebut justru akan berakhir menjadi kobokan raksasa.
"Berbagai negara yang membangun tanggul seluas itu juga menjadi kobokan raksasa. Air tidak mengalir ke laut lepas tapi tertutup oleh tanggul raksasa dilepas pantai di situ letak masalah utamanya," kata Anies saat ditemui di Balai Kota Jakarta Pusat, Jumat (28/9/2018).
Di sisi lain, Presiden Joko Widodo menyebut jika pembangunan tanggul laut ini harus segera dirampungkan guna mengatasi banjir yang terjadi di Pulau Jawa khususnya wilayah Ibu Kota Jakarta.
Lima tahun berlalu, Menteri Pertahanan Prabowo Subianto kembali menghidupkan rencana pembangunan Giant Sea Wall. Ia gmenegaskan akan mendorong berbagai pihak untuk melanjutkan pembangunan yang sempat tertunda tersebut.
Diungkapkan oleh Prabowo, rencana pembangunan giant sea wall sendiri telah dibahas sejak beberapa belas tahun yang lalu.
Baca Juga: Sosok Clara Shinta, Selebgram Dukung Anies Baswedan
"Sesungguhnya masalah giant sea wall sudah dibahas beberapa belas tahun lalu. Kita berterima kasih kepada kementerian-kementerian dan lembaga-lembaga yang meneruskan pengkajian tentang gagasan giant sea wall ini," kata Prabowo saat mengisi seminar di Jakarta pada Rabu (10/1/2024) lalu.
Menurut Prabowo permasalahan giant sea wall menjadi sebuah jawaban pada dampak dari fenomena perubahan iklim, seperti abrasi, kenaikan permukaan laut, hingga hilangnya lahan-lahan yang menyebabkan kualitas hidup sebagian dari masyarakat menjadi tidak stabil.
Hal yang sama juga diungkap oleh Menteri Koordinator (Menko) Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto. Airlangga menyebut jika kerugian negara akibat banjir tahunan di Jakarta bisa mencapai Rp 2,1 triliun per tahun. Lebih lanjut, ia menyebut, bahwa kerugian itu bisa terus meningkat setiap tahunnya hingga menyentuh angka Rp 10 triliun per tahun dalam 10 tahun yang akan datang.
Untuk melanjutkan pembangunan mega proyek ini, Airlangga menyebut dibagi menjadi tiga fase yang akan menelan anggaran hingga sebesar Rp164,1 triliun hanya untuk pembanguan dua fasenya. Sementara, fase sisanya belum diketahui secara pasti berapa total anggaran yang alan dibutuhkan.
“Total cost (Rp164,1 Triliun) yang diperlukan untuk pantura, hanya untuk bendungnya, banyak proyek yang bisa kita kembangkan dari sini,” ungkapnya dalam Seminar Nasional Strategi Perlindunan Kawasan Pulau Jawa Melalui Pembangunan Tanggul Pantai Dan Tanggul Laut, di Grand Ballroom Kempinski, Rabu (10/1/2024).
Kontributor : Nadia Lutfiana Mawarni