Suara.com - Aksi korporasi dua raksasa teknologi antara Tiktok dengan Tokopedia menyisakan cerita lain yang belum terungkap dan tidak diketahui publik.
Ekonom sekaligus pemerhati pasar modal, Yanuar Rizky, mengatakan transaksi akuisisi Tiktok terhadap Tokopedia, adalah bukan semata-mata yang disampaikan kepada publik yakni pelaku usaha kecil-menengah dan produk dalam negeri akan menjadi tuan rumah di negaranya sendiri.
Lebih jauh dari itu, menurut Yanuar, di balik transaksi pembelian Tiktok ke Tokopedia ini, disebut hanya menguntungkan segelintir pihak. Tiktok juga diuntungkan dalam hal ini.
Apa itu? Menurut Yanuar, platform asal Tiongkok itu yang sebelumnya berencana mengurus lisensi pembayaran ke Bank Indonesia, kini tak perlu melakukannya lagi.
Baca Juga: Ketika IHSG Tersungkur, Saham DIGI Strong Lagi 7,14%
"Sebetulnya Tiktok Shop itu kemudian dilarang (sebelumnya) dengan berbagai wacana dan peraturannya, sebetulnya kan menolong Tokopedia. Pada akhirnya bukan Tokopedianya juga (yang tertolong), ya tapi pemegang-pegang saham pengendali atau pendiri Tokopedia karena ada kesulitan cash flow dan segala macam itu loh, kan melihatnya gitu," kata Yanuar dikutip Minggu (21/1/2024).
Yanuar pun berpandangan bahwa para pedagang kecil termasuk di Tanah Abang justru menjadi pintu masuk aksi korporasi antara Tiktok dan Tokopedia yang sesungguhnya menjadi tujuan utama. Dilanjutkan oleh Yanuar, bahwa aksi korporasi itu di balik layarnya adalah proses pengambilan untung oleh para investor kakap dan investor awal GoTo, ketika perusahaanya dijual ke Tiktok.
"Jadi artinya kalau menurut saya, ini sebuah kebijakan (Permendag 31/2023) ada kepentingannya gitu. Dan apakah pemerintah itu memikirkan pedagang-pedagang kecil, ya enggak," kata Yanuar yang juga berpengalaman sebagai Senior Auditor di Bursa Efek Jakart.
"Kan seperti yang saya kritisi sejak lama bahwa sebetulnya kan saham pendiri ini satu perak, satu rupiah kan. Dia bisa di-re-evaluasi kalau ada merger akuisisi, makanya ada merger Gojek dan Tokopedia jadi GoTo. Kemudian, begitu itu merger GoTo, uang itu masuk sehingga bisa me-re-evaluasi harga per IPO-nya ke 265. Jadi orang yang tadinya punya harta satu perak naik harga jadi 265, bukan karena dia setor duit. Pemegang saham lamanya keluar kan, apa tidak menyakitkan buat investor ritel," kata Yanuar.
Yanuar juga bilang, BUMN Telkom yang membenamkan investasinya ditaksir Rp 6,4 triliun ikut terdampak pada penurunan nilai saham GoTo. Lagi-lagi, Yanuar tegaskan, kritiknya terhadap investasi Telkom di GoTo ini sarat konflik kepentingan dan terindikasi adanya kerugian negara. Kritik itu, kata dia, tak digubris oleh siapa pun karena adanya konflik kepentingan elit di dalamnya.
Baca Juga: Saham Arkadia Digital Media (DIGI) Rebound, Menguat 7,69% Sore Ini
"Jadi artinya ini sebetulnya cuman transaksi-transaksi ala-ala orang-orang pemain equity, pemain saham gitu. Walaupun sekarang harga GoTo itu 80, dia sudah untung 80. Ini kan praktik yang terus diteruskan untuk mereka ngambil duit dari yang begini-beginian. Dan duit Telkom itu terjebak di sini. Kalau menurut pendapat saya; ini akan jadi skandal besar. Ini tinggal bom waktu aja. Apa bedanya ini sama (kasus bank) Century," ujarnya.
"Tapi harus ada yang menyuarakan bahwa ini pengkhianatan terhadap kesempatan rakyat mendapatkan stimulus Rp 6,4 triliun uang negara lewat BUMN. Yang akhirnya cuman di pakai oleh orang-orang tertentu," kata Yanuar.
"Cuma permasalahannya OJK mau melakukan pemeriksaan tidak? Kalau di politik kan ngomongnya etika. Kalau kita bukan etika, kita ada pasalnya kalau transaksi benturan kepentingan untuk kepentingan orang dalam itu pidana di Undang-Undang Pasar Modal. Pasal 90 sampai pasal 97 di Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1995. Proses pengusutan pidana ini kalau berkuasanya model gini susah mas jangankan OJK, MK aja kayak begitu," kata dia.