Suara.com - Budi Said adalah seorang pengusaha asal Surabaya, Jawa Timur yang dikenal sebagai Crazy Rich Surabaya. Ia memiliki kekayaan yang melimpah dari bisnis propertinya.
Namun kekinian Budi Said ditetapkan sebagai tersangka dalam kasus dugaan korupsi penyalahgunaan kewenangan penjualan emas PT Antam.
Budi Said lahir pada tahun 1964. Ia memulai kariernya di dunia bisnis pada tahun 1980-an dengan mendirikan sebuah toko emas di Surabaya. Toko emas tersebut kemudian berkembang menjadi sebuah perusahaan properti yang bernama PT Tridjaya Kartika Grup.
PT Tridjaya Kartika Grup bergerak di bidang pengembangan perumahan, apartemen, dan pusat perbelanjaan. Perusahaan ini telah mengembangkan sejumlah proyek properti mewah di Surabaya, seperti Kertajaya Indah Regency, Taman Indah Regency, dan Florencia Regency.
Budi Said dikenal sebagai sosok yang dermawan dan sering memberikan bantuan kepada masyarakat. Ia juga aktif dalam kegiatan sosial dan keagamaan.
Pada tahun 2018, Budi Said membeli emas seberat 7 ton dari PT Antam. Namun, ia hanya menerima emas seberat 5.935 kg. Merasa dirugikan, Budi Said menggugat sejumlah pihak, termasuk PT Antam.
Gugatan Budi Said akhirnya dikabulkan oleh Pengadilan Negeri Surabaya pada tahun 2022. Pengadilan memerintahkan PT Antam untuk membayar kerugian Budi Said sebesar Rp 1,1 triliun.
Kemarin Kamis (18/1/2024) Kejaksaan Agung menetapkan Budi Said sebagai tersangka dalam kasus dugaan korupsi penyalahgunaan kewenangan penjualan emas PT Antam usai dirinya diperiksa. Kasus ini bermula dari rekayasa jual beli emas dibutik Antam Surabaya.
"Berdasarkan surat palsu tersebut, seolah-olah PT Antam Tbk masih memiliki kewajiban menyerahkan logam mulia kepada tersangka. Bahkan atas dasar surat tersebut, tersangka mengajukan gugatan perdata," kata Direktur Penyidikan (Dirdik) Jampidsus Kejagung, Kuntadi di Kejagung, Kamis (18/1//2024).
Baca Juga: Arya Sinulingga Ungkap Dampak Negatif Jika Asal Ajukan PKPU ke BUMN
Kuntadi menduga Budi kongkalikong dengan EA dan tiga oknum pegawai PT Antam berinisial AP, EK, dan MD. Kuntadi menyebut peristiwa itu terjadi pada Maret hingga November 2018.
Kuntadi mengatakan saat itu, PT Antam tidak menetapkan diskon untuk harga jual beli emas. Untuk menutupi rekayasa transaksi tersebut, Budi melakukan mekanisme di luar aturan sehingga PT Antam tidak bisa mengontrol keluar masuk transaksi dari logam mulia.
"Padahal pada saat itu PT Antam tidak menerapkan diskon. Guna menutupi transaksinya tersebut, maka para pelaku ini menggunakan pola transaksi di luar mekanisme yang telah ditetapkan Antam sehingga Antam tidak bisa mengontrol keluar masuknya logam mulia dan jumlah uang yang ditransaksikan," ujar Kuntadi.
Kuntadi mengatakan jumlah uang yang diberikan Budi dan jumlah logam yang diterima terdapat selisih yang sangat besar. Akibat kasus ini, PT Antam mengalami kerugian 1.136 kg logam mulia atau setara Rp 1,2 triliun.
"Akibatnya antara jumlah uang yang diberikan oleh tersangka dan jumlah logam mulai diserahkan PT Antam terdapat selisih yang cukup besar," katanya.