Dirut BRI: Digitalisasi Selesaikan Masalah Risiko dan Biaya Operasional Tinggi

M Nurhadi Suara.Com
Jum'at, 12 Januari 2024 | 14:32 WIB
Dirut BRI: Digitalisasi Selesaikan Masalah Risiko dan Biaya Operasional Tinggi
Direktur Utama BRI, Sunarso. (Dok: BRI)
Follow Suara.com untuk mendapatkan informasi terkini. Klik WhatsApp Channel & Google News

Suara.com - Direktur Utama PT Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk (BRI), Sunarso, menyatakan bahwa tujuan dari pembentukan Holding Ultra Mikro (UMi) adalah untuk memperluas akses pendanaan dan layanan keuangan kepada lebih banyak masyarakat dengan biaya yang seefisien mungkin.

"Spirit dari pembentukan Holding Ultra Mikro adalah agar seluruh institusi, termasuk institusi bisnis di bawah BUMN, dalam melayani masyarakat mikro dapat lebih efisien dan memiliki jangkauan yang lebih luas," kata Sunarso dalam diskusi "How Ultra Micro Holding Connects Finance to Millions in Indonesia" di Jakarta, Jumat.

Sejak dibentuk pada September 2021, Holding UMi telah memperluas akses layanan keuangan kepada masyarakat mikro dan ultra mikro di Indonesia, serta menjadi sumber pertumbuhan baru yang berkelanjutan bagi BRI Group.

Hingga saat ini, Holding UMi telah memberikan akses pendanaan kepada lebih dari 29 juta pelaku usaha ultra mikro dan terus fokus untuk memperluas akses bagi nasabah yang belum terlayani dengan produk dan layanan yang komprehensif.

Baca Juga: Datang Langsung ke Bank, Berapa Batas Penarikan Uang di Teller BRI?

Selanjutnya, Holding Ultra Mikro menargetkan dapat melayani 45 juta pelaku usaha sebagai nasabah pada tahun 2024. Holding UMi, yang merupakan kerjasama antara BRI, PT Pegadaian (Persero), dan Permodalan Nasional Madani (PNM), mencatat memiliki total 36,6 juta nasabah per September 2023, dari total jumlah masyarakat yang belum memiliki akses ke layanan keuangan formal (unbankable). Artinya, masih terdapat 8,4 juta orang yang harus dijangkau hingga tahun 2024.

Sunarso menyatakan bahwa potensi pembiayaan di segmen bisnis ultra mikro masih sangat besar, sehingga terdapat sumber pertumbuhan yang potensial dan melimpah di segmen tersebut.

Meskipun demikian, terdapat tantangan berupa biaya operasional dan risiko operasional yang tinggi karena melibatkan banyak orang dan lokasi. Oleh karena itu, digitalisasi dianggap sebagai salah satu solusi untuk mencapai efisiensi.

"Dengan digital kita bisa menyelesaikan persoalan operational risk yang tinggi dan operational cost yang tinggi," ujar Sunarso, dikutip dari Antara.

Pada 2018, terdapat 45 juta bisnis ultra mikro yang membutuhkan pembiayaan. Dari total tersebut, hanya 15 juta bisnis ultra mikro yang sudah terlayani oleh layanan keuangan formal, yang terdiri dari tiga juta bisnis UMi dilayani bank, tiga juta ke gadai atau pawn lending, enam juta ke group lending, 1,5 juta ke BPR dan 1,5 juta fintech.

Baca Juga: Berapa Biaya Admin BRI Junio? Simak Informasi Terbarunya

Sementara, lima juta ultra mikro memenuhi kebutuhan pendanaan dari rentenir (loan shark) dan tujuh juta ke keluarga dan teman, sementara 18 juta tidak terlayani sama sekali.

"Di rentenir itu bunganya paling murah 100 persen di hitung tahunan dan sampai 500 persen setahun," tuturnya.

Selanjutnya, berdasarkan riset terakhir, Sunarso mengatakan bisnis ultra mikro yang membutuhkan pembiayaan meningkat menjadi 48 juta. Dari total tersebut, yang sudah tersentuh oleh layanan keuangan formal juga naik dari 15 juta menjadi 34 juta bisnis ultra mikro.

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI