Praktisi Ungkap Dampak Tersembunyi Kehadiran Kembali TikTok Shop

Achmad Fauzi Suara.Com
Kamis, 11 Januari 2024 | 09:06 WIB
Praktisi Ungkap Dampak Tersembunyi Kehadiran Kembali TikTok Shop
Ilustrasi TikTok (Unsplash.com/Olivier Bergeron)
Follow Suara.com untuk mendapatkan informasi terkini. Klik WhatsApp Channel & Google News

Suara.com - Kehadiran TikTok Shop kembali membuat polemik semua pihak. Salah satunya, kalangan akademisi yang mengingatkan dampak-dampak dari kehadiran social commerce tersebut.

Kalangan Akademisi menilai, dampak tersembunyi itu, masyarakat digiring untuk membeli sesuatu produk.

Peneliti Center for Digital Society (CfDS) dari Universitas Gadjah Mada, Muhammad Perdana Sasmita Jati Karim, algoritma platform asal China itu telah menggiring masyarakat dalam memutuskan belanja, tanpa didasari beberapa pertimbangan atau kerap diistilahkan pembelian secara impulsif.

"Sebagaimana pengguna mayoritas Tiktok Shop sebelum ditariknya Tiktok Shop dari peredaran, adalah lebih kepada pengguna kasual yang hanya kebetulan saja tergiur oleh promo-promo murah yang ditawarkan oleh Tiktok Live (cenderung impulse buying)," kata Karim yang dikutip Kamis (11/1/2024).

Baca Juga: Prahara TikTok Shop Kembali Lagi, Dianggap Masih Langgar Aturan

Karim melanjutkan, ketidaksadaran masyarakat masuk lewat konten-konten di Tiktok yang secara tidak langsung mendekatkan preferensi pengguna. Sebagai contoh, konten yang menjadi tren hasil rekayasa algoritma terus-menerus didekatkan kepada para pengguna.

Maka, regulasi yang abu-abu menjadi celah. Mestinya perlu ada aturan jelas untuk mengatur mana fungsi platform sebagai media sosial dan mana platform e-commerce.

"Akibat ketidaktahuan ini, bisa jadi platform semakin kenceng dalam memberikan atau menyusupi konten-konten yang sebenarnya adalah ‘undisclosed ads’ (iklan tersembunyi/ rahasi). Konten yang nampak natural dan normal, namun nyatanya merupakan iklan bagi suatu produk. Nah akibatnya, masyarakat tidak akan menyadari bahwa yang membuat mereka tertarik untuk membeli suatu produk bukanlah dari keinginan sendiri, tetapi karena mereka menjadi ‘korban tidak langsung’ dari iklan-iklan yang semakin personal dan semakin senada dengan interest mereka," imbuh Karim.

"Logika berpikirnya bukan lagi; masyarakat memiliki interest terhadap suatu produk kemudian algoritma menyuguhi iklan kepada mereka, akan tetapi algoritma akan terus memaksakan suatu interest kepada produk sehingga secara tidak sadar mereka tertarik, dan ingin membeli. Menanam benih dalam pikiran mereka yang sebenarnya memang tidak ada, teteapi menjadi ada dengan algoritma," tambah dia.

Sebelumnya, Menteri Koperasi dan UKM (Menkop UKM) Teten Masduki mengindikasikan platform media sosial TikTok melanggar Peraturan Menteri Perdagangan (Permendag) Nomor 31 Tahun 2023 tentang Perizinan Berusaha, Periklanan, Pembinaan, dan Pengawasan Pelaku Usaha Dalam Perdagangan Melalui Sistem Elektronik.

Baca Juga: TikTok Kuasai E-commerce Lokal, Praktisi Singgung Hilirisasi Digital

Dia menjelaskan, dalam Permendag 31/2023 diatur soal pemisahan media sosial dan e-commerce. Oleh karena itu, Teten mempertanyakan kembali dibukanya layanan TikTok Shop setelah TikTok mengambil alih Tokopedia.

"Apakah sudah dipenuhi Permendag 31/2023 ada pemisahan (Media sosial dan E-Commerce)? Sedang kami bahas dengan Mendag, kami lihat belum ada perubahan. Jadi ada indikasi pelanggaran terhadap Permendag 31/2023," ujar Teten saat Refleksi 2023 dan Outlook 2024 di Gedung Smesco, Jakarta.

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI