Pajak hiburan dapat mengendalikan perilaku konsumtif.
Pajak hiburan yang tinggi dapat menjadi cara untuk mengendalikan perilaku konsumtif masyarakat, terutama masyarakat kelas menengah ke atas. Dengan menaikkan harga hiburan, pemerintah diharapkan dapat mengurangi keinginan masyarakat untuk mengonsumsi hiburan mewah.
Berdasarkan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2022 tentang Hubungan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah (HKPD), besaran pajak hiburan ditetapkan oleh pemerintah daerah dengan memperhatikan potensi ekonomi daerah, nilai budaya hiburan, dan tingkat elastisitas permintaan terhadap harga layanan hiburan.
Berikut adalah contoh tarif pajak hiburan di beberapa provinsi di Indonesia:
DKI Jakarta:
Diskotek, karaoke, klub malam, bar, dan mandi uap/spa: 40% - 75%
Pertunjukan film di bioskop: 10%
Pameran yang bersifat komersial: 10%
Pertunjukkan sirkus, akrobat, dan sulap yang berkelas nasional dan internasional: 10%
Permainan biliar, bowling, permainan ketangkasan, serta refleksi dan pusat kebugaran/ fitness center: 10%
Jawa Barat:
Diskotek, karaoke, klab malam, bar, dan mandi uap/spa: 40% - 75%
Pertunjukan film di bioskop: 10%
Pameran yang bersifat komersial: 10%
Pertunjukkan sirkus, akrobat, dan sulap yang berkelas nasional dan internasional: 10%
Permainan biliar, bowling, permainan ketangkasan, serta refleksi dan pusat kebugaran/ fitness center: 10%
Pajak hiburan merupakan salah satu jenis pajak yang dapat dipungut oleh pemerintah daerah. Pajak ini dikenakan atas penyelenggaraan hiburan, baik yang bersifat komersial maupun non-komersial.
Baca Juga: Pajak Hiburan 40% Dituding Mencekik, Hotman Paris Ajak Pengusaha Berteriak
Sebelumnya, Hotman Paris secara lantang menolak keras atas penetapan pajak 40% bagi sektor usaha jasa kesenian dan hiburan.