Suara.com - Kementerian Koperasi dan UKM mengindikasikan adanya pelanggaran yang dilakukan oleh TikTok Shop setelah beroperasi kembali. Hal ini, terlihat dari masih adanya penggabungan dua fungsi di aplikasi mereka yakni media sosial menyatu dengan e-commerce
Kemudian, terdapat indikasi pelanggaran lainnya di mana menerabas aturan terkait masih adanya transaksi di media sosial TikTok atau TikTok Shop.
"Melanggar ketentuan (TikTok Shop melakukan transaksi dan fitur e-commerce di media sosial). Harus di aplikasi yang berbeda," ujar Deputi Bidang Usaha Kecil dan Menengah, Kementerian Koperasi dan UKM, Hanung Harimba Rachman yang dikutip, Rabu (27/12/2023).
Hanung menuturkan, sejumlah pelanggaran Tiktok Shop sudah mulai dibahas antar tingkat internal Kementerian Koperasi UKM dan Kementerian Perdagangan.
Baca Juga: 4 Bulan Lagi, Tokopedia & TikTok Terancam Sanksi Jika Tak Patuhi Aturan
Diantaranya frasa 'tidak adanya keterhubungan atau interkoneksi' yang memisahkan dua entitas sistem elektronik antara PMSE dengan sistem elektronik di luar PMSE.
"PMSE berfungsi secara terpisah dan independen dari sistem elektronik di luar PMSE termasuk diantaranya media sosial. Pada konteks kerja sama ini, TikTok (media sosial) berperan sebagai mitra promosi dari Tokopedia (PMSE) sama seperti kemitraan promosi dengan media sosial lainnya (X, Google, Meta). Berdasarkan Peraturan Menteri Perdagangan No.31 Tahun 2023 pasal 13 ayat 3, Tokopedia tidak diperbolehkan untuk memiliki keterhubungan atau interkoneksi dengan Tiktok," papar dia.
Selanjutnya, ditegaskan juga, bagi-pakai data antar Tokopedia dan Tiktok Shop tidak diperbolehkan untuk digunakan sebagai penguasaan pasar.
Sebelumnya diketahui, Menteri Koperasi dan UKM Teten Masduki, juga bersuara adanya pelanggaran yang dilakukan oleh TikTok Shop setelah membeli Tokopedia dengan menggenggam saham mayoritas sebesar 75 persen. TikTok Shop disebut masih melanggar Peraturan Menteri Perdagangan (Permendag) Nomor 31 Tahun 2023 tentang Perizinan Berusaha, Periklanan, Pembinaan, dan Pengawasan Pelaku Usaha Dalam Perdagangan Melalui Sistem Elektronik.
Sebab, revisi itu baru saja dibuat memberi batas siapa pun pemain atau pemilik platform media sosial tidak boleh menggunakan aplikasinya dalam format eCommerce atau belanjar daring.
Baca Juga: Cerita Pelaku UMKM yang Sumringah TikTok Shop Buka Lagi
Pemerintah juga menyebut, revisi tersebut untuk menaikkan produksi barang UMKM di dalam negeri agar tidak dikuasai asing.
"TikTok sudah mengambilalih Tokopedia dengan investasi. Pertanyaannya adalah apakah sudah dipenuhi Permendag 31 itu. Ini yang sedang kita bahas," katanya dalam konferensi pers di Gedung Smesco, Jakarta, beberapa waktu lalu.
"Kami melihat belum ada perubahan. Jadi ini ada indikasi pelanggaran terhadap Permendag 31," imbuhnya
Di tempat terpisah, Staf Khusus Menteri Koperasi dan UKM (MenKopUKM) Bidang Pemberdayaan Ekonomi dan Kreatif KemenKop UKM Fiki Satari juga mengingatkan TikTok agar mematuhi aturan pemerintah untuk tidak menggabungkan 2 jenis platform yakni media sosial dengan e-commerce.
Pernyataan tersebut disampaikan karena kembalinya TikTok Shop pasca mengumumkan kemitraan strategis dengan GoTo, belum disertai dengan perubahan berarti dimana aktivitas belanja dan transaksi yang masih bisa dilakukan pada platform media sosial TikTok.
"Saya melihat apa yang sudah terjadi mulai kemarin di 12.12 dan program Beli Lokal, mereka masih berjualan di media sosialnya, seharusnya tidak boleh, secara regulasi dilarang, bahwa media sosial adalah platform komunikasi sedangkan TikTok melakukan transaksi," kata dia.
Fiki menekankan bahwa seharusnya media sosial hanya digunakan sebagai sarana promosi, sedangkan transaksi bisa dilakukan di marketplace.
Menurutnya, regulasi harus berlaku secara penuh dan tidak ada catatan dalam proses adaptasi. Di mana hal tersebut juga terjadi pada para pelaku UMKM, yakni apabila belum memenuhi berbagai aspek regulasi atau perizinan maka akan diberikan sanksi yang sesuai dengan pelanggarannya.
"Kita ingin pastikan pemberdayaan UMKM, tidak ada lagi diskriminasi merek, tidak ada predatory pricing, izin impor, juga disertakan dengan persyaratan sertifikasi, dan pasti harus berjalan sesuai dengan regulasi," pungkas dia.