Suara.com - Kewirausahaan bukan sekedar tentang bagaimana memulai bisnis dan memotivasi manusia untuk menjadi wirausaha, melainkan juga mencakup keberanian dan kemampuan untuk mengambil risiko.
Untuk mendorong penumbuhan risk taking behaviour ini diperlukan adanya ekosistem kewirausahaan yang mendukung dan merangsang keberanian, rasa ingin tahu dan kreativitas. Maka dari itu stigma “takut gagal” dalam memulai usaha perlu diruntuhkan dengan pemahaman dan kemampuan mengelola risiko serta dukungan ekosistem yang ramah kewirausahaan.
Sebelum lebih jauh menguraikan upaya untuk menciptakan ekosistem ramah kewirausahaan, maka kita perlu menyelami lebih dulu apa itu risiko dalam berwirausaha. Risiko kerap kali dikaitkan sebagai dampak dari ketidakpastian dalam dunia bisnis. Maka dari itu manajemen risiko menjadi penting sebagai upaya memitigasi risiko yang dapat mengganggu keberlangsungan usaha.
Tidak sedikit masyarakat yang memiliki minat sebagai wirausaha namun masih enggan dan tidak siap menghadapi risiko. Inilah yang seringkali menjadi faktor penghambat tumbuhnya wirausaha selain pengetahuan, modal usaha dan keterampilan.
Baca Juga: Hadirkan Solusi Perbankan di BCA Demo Day SYNRGY Accelerator 2023
Ancaman kegagalan yang dialami wirausaha dapat dikaitkan dengan lemahnya pengelolaan risiko. Dalam hal ini peran dunia pendidikan, mentor, konsultan dan enabler bisnis dituntut untuk mampu memberikan pemahaman dan pendekatan terkait pengelolaan bisnis berbasis risiko. Pengelolaan bisnis berbasis risiko memerlukan strategi yang dapat dilakukan melalui pengembangan rencana kontingensi.
Rencana kontingensi ini berupa serangkaian strategi yang disiapkan untuk merespon situasi yang tidak diinginkan atau tidak terduga dengan tujuan untuk meminimalkan dampak negatif terhadap keberlangsungan usaha. Wirausaha perlu mengidentifikasi risiko yang dapat mempengaruhi bisnis, seperti risiko finansial, operasional, reputasi, atau risiko lain terkait dengan sektor bisnis. Selanjutnya setiap risiko perlu dinilai tingkatan dampak dan probabilitasnya. Ini membantu wirausaha untuk menentukan risiko mana yang paling kritis dan perlu mendapat perhatian lebih.
Adapun perangkat dan tindakan mitigasi risiko dapat dilakukan melalui adanya asuransi, diversifikasi bisnis, pemantauan, pengendalian, investasi teknologi, keamanan informasi, komitmen terhadap kepatuhan serta strategi lainnya sesuai dengan karakteristik bisnis.
Dengan adanya pemahaman terkait manajemen risiko, wirausaha akan mampu menginternalisasi kontingensi tersebut ke dalam diri dan organisasinya agar menjadi individu atau organisasi yang risk taker.
Satu hal yang perlu digarisbawahi dari mindset risk taker ini bahwa risk taking behaviour bukan diartikan sebagai segala upaya yang dilakukan untuk menghindari timbulnya risiko usaha, melainkan penekanannya pada menumbuhkan jiwa dan strategi untuk menghadapi risiko yang ada maupun yang belum dapat diprediksi. Sebagaimana karakter risiko, maka risiko bagi wirasuaha ada yang dapat dihindari, dikurangi, dialihkan, maupun diterima.
Baca Juga: Dua Perusahaan Teknologi Berkolaborasi dan Perkenalkan Berbagai Produk Inovasi
Process Support
Tantangan yang perlu dihadapi oleh para pemangku kepentingan dalam ekosistem wirausaha ini adalah dengan memberikan lingkungan yang ramah kewirausahaan dari segi pengendalian risiko. Salah satu pilar utama dalam penumbuhan wirausaha berbasis risiko adalah melalui pendidikan dan pelatihan yang berfokus pada manajemen risiko dan keterampilan pengambilan keputusan untuk membangun kesiapan menghadapi ketidakpastian dalam dunia bisnis. Sebagai contoh, strategi menghadapi 5-10 tahun sebagai risiko dampak dari gempuran Artificial Intelligence (AI), atau risiko kemungkinan adanya pandemi baru seperti halnya pandemi covid-19 yang sempat melemahkan perekonomian UMKM.
Salah satu program Pemerintah di bidang pendidikan yang responsif terhadap kewirausahaan yaitu Beasiswa Kewirausahaan oleh Lembaga Pengelolaan Dana Pendidikan (LPDP), program ini diperuntukan bagi warga negara Indonesia yang bergerak di bidang kewirausahaan untuk menempuh jenjang magister luar negeri. Konsep ini ada baiknya diadopsi oleh pemerintah daerah semisal untuk jenjang sekolah menengah atas, sehingga dapat mengasah risk taking behaviour peserta didik dan keterampilan mitigasi risiko sejak dini.
Ekosistem ramah kewirausahaan juga melibatkan aktivitas mentorship, inkubasi dan peran komunitas yang aktif dari para profesional sampai dengan dukungan pemerintah. Aktivitas ini tidak hanya memberikan panduan praktis tetapi juga memberikan inspirasi dan dukungan emosional dalam membentuk risk taking behaviour.
Keterlibatan seluruh pemangku kepentingan tersebut perlu didukung dengan lingkungan yang kolaboratif. Ekosistem yang ramah kewirausahaan harus mempromosikan budaya kolaborasi. Kolaborasi membuka peluang untuk berbagi ide, sumber daya, dan risiko dalam memperkaya pengalaman, menumbuhkan jiwa berwirausaha dan mengurangi beban risiko secara bersama-sama.
Peran penting sebagai pelayan publik, Pemerintah perlu berinovasi pada kebijakan yang memberikan kemudahan dan keamanan wirausaha untuk menumbuhkan risk taking behaviour. Salah satu aspek penting yang memerlukan inovasi kebijakan yaitu dukungan pembiayaan dan jaminan berusaha. Wirausaha risk taker membutuhkan dukungan finansial yang lebih fleksibel. Disamping dana hibah dan suku bunga yang rendah, regulasi perlu mengatur skema pembiayaan yang mendorong wirausaha mengambil risiko tanpa terjebak dalam beban keuangan. Dari segi keringanan fiskal misalnya, bentuk pemberian insentif pajak kepada wirausaha pemula dapat menjadi alternatif.
Pemerintah juga dapat menciptakan program pendanaan khusus untuk proyek atau ide bisnis yang dinilai berisiko tinggi namun memiliki potensi besar dengan tujuan untuk
![Risk Taking Behaviour Bagi Wirausaha.](https://media.suara.com/pictures/original/2023/12/11/76503-risk-tasking.jpg)
mendorong inovasi, memfasilitasi perkembangan bisnis, dan mendukung pertumbuhan ekonomi. Sebagai contoh Small Business Innovation Research (SBIR) di Amerika Serikat, merupakan program pemerintah yang memberikan dana riset dan pengembangan kepada usaha kecil yang memiliki potensi untuk menciptakan inovasi namun dinilai memiliki risiko tinggi oleh investor. Selain itu, negara Kanada melalui Canada Accelerator and Incubator menyediakan dukungan finansial dan sumber daya lainnya kepada start-up yang berisiko tinggi.
Strategi lain untuk merangsang risk taking behaviour, Pemerintah dapat menciptakan regulasi yang bersifat early warning system khususnya bagi wirausaha skala mikro kecil dan menengah terhadap ancaman kebangkrutan. Regulasi ini dapat diimplementasikan dalam bentuk application based : Entrepreneur Report (E-Port). Nantinya aplikasi ini mampu mengkalkulasi profit and loss serta memberikan sistem peringatan terhadap ancaman shutdown.
Di sisi lain, isu dan permasalahan sosial dapat dikemas oleh Pemerintah untuk menumbuhkan risk taking behaviour melalui kewirausahaan sosial. Ini dapat menjadi cara yang efektif untuk menumbuhkan semangat berwirausaha yang memberikan dampak sosial-ekonomi yang positif sebagai solusi pemecahan permasalahan sosial di masyarakat.
Recovery Support
Ekosistem yang ramah kewirausahaan perlu menghadirkan solusi terutama untuk mengurangi stigma terkait ancaman kebangkrutan dan memfasilitasi wirasuaha untuk re-start dalam memulai kembali usaha bagi mereka yang belum berhasil sustain menjalankan usaha. Perlunya ditanamkan mindset bahwa wirausaha memiliki second, third chance untuk kembali memulai bisnis setelah mengalami kegagalan. Ekosistem yang ramah kewirausahaan hadir untuk memulihkan self-esteem dan mental health untuk bangkit dan menangkap peluang. Pada tahap pemulihan ini, Pemerintah dapat meregulasi kebijakan ini melalui peningkatan peran lembaga inkubator dalam merehabilitasi usaha.
Dari serangkaian risk taking behaviour melalui ekosistem kewirausahaan yang ramah, diharapkan nantinya Indonesia mampu menghasilkan generasi wirausaha yang tidak hanya siap menghadapi risiko tetapi juga memanfaatkannya sebagai peluang untuk pertumbuhan dan inovasi yang berkelanjutan.
Penulis: Siti Fatimah
*Pegawai pada Deputi Kewirausahaan Kementerian Koperasi dan Usaha Kecil dan Menengah
**penulis merupakan pemenang kesatu pada Lomba Penulisan Artikel Opini yang diselenggarakan oleh Kementerian Koperasi dan Usaha Kecil dan Menengah