Suara.com - Ironis. Kata itu yang mungkin paling tepat menggambarkan kondisi Badan Pengawas Keuangan (BPK). BPK yang seharusnya bertugas memeriksa pengelolaan dan tanggung jawab keuangan negara sebagaimana diamanatkan oleh Undang-Undang Dasar (UUD) 1945 justru rusak dari dalam.
Saat ini, tujuh petinggi dan pejabat Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) terlibat dalam kasus korupsi. Pertama, Kepala Perwakilan BPK Provinsi Papua Barat Daya, Patrice Lumumba Sihombing, secara resmi menjadi tersangka penerima suap dari Pj Bupati Sorong, Yan Piet Mosso.
Selanjutnya, Kasubaud BPK Provinsi Papua Barat Daya, Abu Hanifa, juga masuk dalam daftar tersangka dalam kasus suap Pj Bupati Sorong. Ketiga, David Patasaung ikut menjadi tersangka dalam kasus yang sama bersama Abu Hanifa dan Patrice Lumumba Sihombing.
Bukan hanya terkait dengan kasus di Sorong, unsur BPK juga terlibat dalam kasus korupsi berskala nasional. Pada bulan November ini, Kejaksaan Agung menetapkan Achsanul Qosasi, anggota BPK, sebagai tersangka dalam dugaan korupsi pengadaan menara BTS 4G Kominfo. Achsanul menjadi tersangka ke-16 dalam kasus ini dan merupakan yang keempat dalam daftar ini.
Baca Juga: Kasus Suap Balai Teknik Perkeretaapian Kelas I Bandung KPK Panggil 3 Anggota Komisi V DPR RI
Kelima, dua tahun sebelumnya, mantan anggota IV BPK, Rizal Djalil, dihukum empat tahun penjara dan denda Rp250 juta subsidi tiga bulan kurungan oleh Pengadilan Tipikor Jakarta. Rizal terbukti menerima suap sebesar S$100 ribu atau sekitar Rp1 miliar dari Komisaris Utama PT Minarta Dutahutama, Leonardo Jusminarta Prasetyo.
Keenam, pada tahun 2018, Jaksa Penuntut Umum menuntut auditor BPK, Ali Sadli, dengan hukuman 10 tahun penjara dan denda Rp300 juta subsidi enam bulan kurungan. Ali dinilai bersalah karena menerima suap, gratifikasi, dan tindak pidana pencucian uang.
Ketujuh, mantan auditor utama BPK, Rochmadi Saptogiri, juga terlibat dalam kasus yang sama dengan Ali Sadli. Dalam perkara ini, Rochmadi didakwa menerima suap bersama auditor BPK Ali Sadli sebesar Rp240 juta dari pejabat Kemendes, Sugito, dan Jarot Budi Prabowo. Suap ini diduga terkait dengan pemberian opini Wajar Tanpa Pengecualian (WTP) terhadap Laporan Hasil Pemeriksaan (LHP) atas Laporan Keuangan Kemendes tahun anggaran 2016.
Detail tentang gaji pegawai BPK dapat Anda cermati di sini.
Baca Juga: Punya Kartu Member Kasino, KPK Usut Dugaan Uang Korupsi SYL Mengalir ke Meja Judi
Gaji dan tunjangan pegawai BPK sendiri akan mengacu pada jabatan, golongan, dan kinerja yang diberikan. Gaji pokoknya diatur dalam Peraturan Presiden Nomor 100 Tahun 2022 tentang Gaji Pokok pegawai Negeri Sipil, dengan rentang gaji pokok antara Rp1,5 juta hingga Rp5,9 juta.
Jika dilihat lebih rinci, gaji dan tunjangan yang diterima berdasarkan jabatannya adalah sebagai berikut.
- Pemeriksa utama, mendapatkan Rp10,936,000
- Pemeriksa madya, mendapatkan Rp8,757,600
- Pemeriksa muda, mendapatkan Rp5,079,200
- Pemeriksa pertama, mendapatkan Rp4,595,150
Sedangkan untuk gaji beberapa golongan di BPK sendiri adalah sebagai berikut.
- Golongan IIIa sebesar Rp2,579,499 sampai Rp4,236,400
- Golongan IIIb sebesar Rp2,688,500 sampai Rp4,415,600
- Golongan IIIc sebesar Rp2,802,300 sampai Rp4,602,400
- Golongan IIId sebesar Rp2,920,800 sampai Rp4,797,000
Untuk tunjangan jabatannya sendiri akan beragam, mulai dari Rp1,000,000 per bulan hingga Rp10,000,000 per bulan. Tunjangan ini akan bergantung pada jabatan dan golongan dari pegawai terkait.
Variabel yang juga ditambahkan adalah tunjangan kinerja, yang berkisar antara Rp5,000,000 hingga Rp30,000,000 per bulan. Acuan dari besaran tunjangan kinerja adalah pada penilaian kinerja individu dan organisasi.
Tentu dengan angka yang tidak kecil ini, korupsi yang dilakukan menjadi hal yang sangat hina dan merendahkan badan tersebut. BPK yang notabene sebagai badan pemeriksa justru harus terjerat kasus yang seharusnya sangat jauh dari organisasi tersebut.
Tugas dan Wewenang BPK di Indonesia
Mengacu pada Pasal 23 Ayat 5 UUD 1945, tugas dan wewenang Badan Pemeriksa Keuangan adalah untuk memeriksa tanggung jawab tentang keuangan negara yang peraturannya ditetapkan dengan undang-undang.
Setelah dilakukannya Amandemen UUD 1945 pada 2001 lalu, kedudukan serta tugas dan wewenang BPK kian dipertegas. Mengacu pada Pasal 23E Ayat 1 UUd 1945, tugas dan wewenangnya adalah untuk memeriksa pengelolaan dan tanggung jawab tentang keuangan negara, yang kerjanya dilakukan oleh BPK secara bebas dan mandiri.
Kontributor : I Made Rendika Ardian