Tapi di sisi lain juga bisa memukul para pedagang di offline.
"Kita harus meniru China, disana sudah ada pengaturan bahwa platform digital di e-commerce enggak boleh ada yang memonopoli market. 20-30 persen itu satu hal yang wajar, tapi kalau ada yang menguasai 70-80 persen market, itu bisnis yang tidak sustain," kata Teten.
"Kalau misalnya kita lihat, persaingan bisnis di e-commerce dalam memperebutkan atau memperluas market share valuasi bisnis mereka, itu kan mereka bakar uang, ongkos kirim gratis, lalu produknya dijual semurah mungkin bahkan predatory pricing. Bahkan di platform global ada produknya dari luar udah di-dumping, lalu di dalam negeri disubsidi lagi oleh platform," lanjutnya.
Sebelumnya, Teten pun mewanti-wanti agar layanan TikTok nantinya sebagai media sosial tetap harus terpisah dengan platform e-commerce.
"Harus berbeda platform. Enggak boleh gabung," kata dia.
Dengan begitu, kegiatan TikTok tak akan berdampak pada pelaku UMKM di dalam negeri.