Suara.com - Ribuan aktivis, penggiat, penggerak ekonomi desa, kepala desa, perangkat desa, hingga mahasiswa dari berbagai daerah seperti Bantul, Sleman, Kulonprogo, Gunungkidul, Kebumen, Banjarnegara, Merauke, hingga Sumba Tengah mengikuti Kongres Desa bertema Transformasi Desa: Desa Berdaulat Menuju Indonesia Emas 2045.
Kongres ini digelar di Gedung Ganesa, Kompleks Kampus Sekolah Tinggi Pembangunan Masyarakat Desa (STPMD) APMD Yogyakarta, Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY).
Kongres Desa ini diselenggarakan sebelas lembaga yang selama ini memiliki perhatian pada desa. Kegiatan itu diisi dengan orasi dan paparan materi yang berisi catatan kritis pelaksanaan UU Desa sampai sejauh ini dari pegiat desa dan masyarakat desa.
Di antaranya, Ketua Umum Perkumpulan Aparatur Pemerintah Desa Seluruh Indonesia (PAPDESI) Wargiyati, pencetus lahirnya Undang-Undang Desa Sutoro Eko, anggota DPR Fraksi PDIP Aria Bima, Ketua Pansus RUU Desa Ahmad Muqowam, dan aktivis lainnya.
Baca Juga: Praktisi Desa Wisata Apresiasi Pendampingan Langsung Program KSW 5.0
Sutoro Eko menyatakan ada desa yang maju secara ekonomi dan yang tidak. Hal tersebut kurang memperoleh perhatian pada kontestasi politik pemilihan presiden ini.
"Kami berharap ada aspirasi dan inspirasi dari berbagai pihak di desa, termasuk pelaku usaha para kepala desa yang selama ini pengin memperjuangkan kepentingan rakyat," ungkapnya ditulis Senin (27/11/2023).
Sutoro ingin permasalahan itu menjadi perhatian publik dan menjadi isu publik, apalagi menjelang Pemilihan Presiden (Pilpres) 2024.
"Intinya, pertama mengangkat masalah ini, kedua memperoleh perhatian publik. Ketiga menjadi isu publik para calon presiden," ucapnya.
Selain itu, Sutoro menegaskan pentingnya kembali pada mandat UU Desa. Menurut dia, pemerintah yang terbentuk melalui pemilu harus memberikan ruang yang lebih luas kepada desa, memberikan kepercayaan untuk berwenang mengelola keuangan yang dimiliki dan memaksimalkan pengelolaan aset desa untuk kemakmuran rakyat.
Dengan adanya kongres ini, Sutoro berharap desa-desa di Indonesia lebih berdaulat, mandiri, dan berdikari.
"Artinya, desa tidak menjadi beban bagi negara tetapi justru menjadi kekuatan. Dengan memanfaatkan potensi kekuatan di desa masing-masing," ucapnya.
Sementara itu, anggota DPR Fraksi PDIP Aria Bima menanggapi beberapa masalah yang selama ini dialami desa sehingga pelaksanaan UU Desa tidak maksimal dalam mendorong kesejahteraan masyarakat.
Menurut Aria, kedaulatan desa dikembalikan seperti yang dimandatkan dalam UU Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa dibutuhkan kebijakan penataan dan pengaturan desa yang lebih baik.
"Pemanfaatan penganggaran desa tak harus diatur secara detail, tetapi arahnya penting. Badan perwakilan desa membentuk program-program yang sesuai dengan desa. Penggunaannya lebih transparan dan akuntabel," ungkapnya.
Menurut Aria, untuk mencapai Indonesia Emas 2045, dibutuhkan transformasi struktur ekonomi yang melibatkan aspek pengetahuan, inovasi, produktivitas, ekonomi hijau, transformasi digital, serta integrasi ekonomi domestik dan global.
"Undang-Undang sekarang ini harus memberikan kemampuan kepada kepala desa menavigasi lebih luwes. Badan usaha milik desa juga harus segera dibentuk undang-undang. Karena desa harus bernavigasi dan berkolaborasi dengan bisnis modern," katanya.
Aria berharap Kongres Desa ini menjadi pemantik bagi semua stakeholder untuk sama-sama memajukan desa.
"Kongres desa ini harus merumuskan 10 tahun ke depan menjadi desa yang maju," katanya.
Sementara itu, Ketua Panitia Kongres Desa Syarief Aryfaid menyampaikan di tengah hajatan pemilu, nampak sekali bahwa isu desa tidak mendapat ruang yang memadai untuk diperbincangkan. Kongres Desa ini diselenggarakan untuk mengangkat diskursus desa ke ranah nasional.
"Dalam forum ini diharapkan peserta yang hadir bisa mengungkapkan problematika pembangunan desa agar nanti bisa dirumuskan secara bersama peta jalan pembangunan Indonesia ke depan," katanya.