Suara.com - Delisting adalah penghapusan saham dari Bursa Efek sehingga tidak dapat diperdagangkan lagi. Ada dua jenis delisting di Indonesia.
Meskipun jarang terjadi, delisting adalah salah satu faktor di bursa saham yang wajib diketahui oleh investor. Pasalnya, Delisting biasa terjadi dalam pasar saham dengan berbagai alasan.
Delisting merupakan suatu risiko yang perlu dipertimbangkan oleh investor yang menanamkan modalnya di pasar saham, karena peristiwa ini bisa terjadi kapan saja.
Macam-macam Delisting
Baca Juga: Viral Saham McD, Disney Hingga Starbucks Terjun Bebas: Akibat Boikot?
Voluntary delisting adalah penghapusan pencatatan saham di Bursa Efek Indonesia (BEI) atas keinginan dari perusahaan. Dengan kata lain, delisting ini dilakukan secara sukarela.
Suatu perusahaan bisa memutuskan untuk melakukan voluntary delisting karena berbagai alasan, seperti kebangkrutan, proses penggabungan atau pengambilalihan usaha, keinginan perusahaan untuk go private, rendahnya volume perdagangan saham, dan sebagainya.
Perusahaan tidak dapat secara langsung melakukan voluntary delisting tanpa memenuhi aturan yang telah ditetapkan. Aturan ini diatur dalam Peraturan Otoritas Jasa Keuangan (POJK) Nomor 3/POJK.04/2021 tentang Penyelenggaraan Kegiatan di Bidang Pasar Modal.
Pasal 64 Ayat 1 dari peraturan tersebut menetapkan empat syarat yang harus dipenuhi oleh perusahaan terbuka yang akan mengubah statusnya menjadi perseroan tertutup. Persyaratan tersebut antara lain mencakup persetujuan dari pemegang saham dalam Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS), pembelian kembali seluruh saham yang dimiliki oleh publik, pengumuman keterbukaan informasi kepada masyarakat, dan penyampaian permohonan pencabutan efektif Pernyataan Pendaftaran kepada OJK.
Baca Juga: Low Tuck Kwong Borong 1,2 Miliar Lembar Saham Transkon Jaya
Force delisting, di sisi lain, adalah kebalikan dari voluntary delisting. Jika voluntary delisting dilakukan atas keinginan perusahaan, force delisting terjadi atas perintah Otoritas Jasa Keuangan (OJK) atau permohonan Bursa Efek Indonesia (BEI) karena alasan tertentu.
Alasan force delisting dapat mencakup pelanggaran aturan atau ketidakmemenuhi standar keuangan yang telah ditetapkan oleh BEI. Biasanya, saham yang mengalami force delisting tidak melaporkan keuangan selama 24 bulan, yang mengakibatkan dipertanyakan kelangsungan bisnis perusahaan tersebut.
Sebelum terjadi force delisting, saham yang terkena dampaknya akan mengalami suspensi di pasar reguler dan pasar tunai. Selama periode ini, saham hanya dapat diperdagangkan di pasar negosiasi selama 24 bulan atau lebih.
Bagi para investor, force delisting memiliki dampak yang lebih merugikan karena membuat saham sulit untuk dijual. Investor hanya dapat menjual sahamnya di pasar negosiasi.