Suara.com - Pemerintah terus menggenjot pembangunan infrastruktur di Ibu Kota Nusantara (IKN) di Kalimantan Timur. Bahkan, beberapa infrastruktur mulai terbangun di Kalimantan Timur itu.
Namun, sejumlah pakar menilai IKN bisa terancam menjadi kota mati. Pakar Sosiologi Perkotaan Nanyang Technological University (NTU) Singapura, Prof Sulfikar Amir menyebut tujuan pemerintah membangun IKN untuk pemerataan pembangunan adalah kekeliruan cara berpikir.
"Pemerataan pertumbuhan sama sekali tidak ditentukan oleh lokasi ibukota. Anda lihat ibu kota Amerika Serikat di Washington DC yang ada di pantai timur, tetapi justru California yang berada jauh dari ibu kota adalah negara bagian yang paling kaya. Sementara negara bagian yang paling miskin justru West Virginia yang dekat dengan ibu kota yaitu hanya 2 jam dari Washington DC," ujarnya yang dikutip Minggu (19/11/2023).
Sulfikar mengibaratkan kota seperti organisme yang tumbuh, menyerap sumber daya, melakukan proses produksi dan kemudian mati.
Baca Juga: Menuju Ibu Kota Nusantara yang Berkelanjutan: Inovasi dan Tantangan Dalam Pembangunan Smart City
"Ada kota yang hidup dan mati, ada kota yang belum sempat hidup sudah mati," jelas dia.
Sulfikar menuturkan, pemindahan Ibu Kota atas nama pemerataan pembangunan adalah proyek yang tidak punya basis teknokratik dan cacat perhitungan. Selain itu, alasan pemindahan Ibu Kota karena dianggap tidak terbendungnya beban sosial-ekonomi Jakarta, justru tidak relevan karena Jakarta masih bisa dibenahi dengan pendekatan dan tata kelola kolaborasi.
"Jakarta mengalami perubahan signifikan 10-15 tahun terakhir, terutama di bawah kepemimpinan Anies Baswedan. Artinya masalah Jakarta bisa diselesaikan. Jakarta adalah proses yang memberi kita optimisme bahwa kota-kota Indonesia bisa dibenahi. Maka pemerataan pembangunan mestinya yang dibangun bukan 1 kota tapi 18 kota besar di seluruh Indonesia," kata Sulfikar.
Sementara Pakar Tata Kota UGM, Dr Tri Mulyani Sunarharum, Kota Kolaborasi perlu diwujudkan di skala nasional, meski ada banyak tantangan untuk mewujudkannya.
"Di pemerintahan tantangannya adalah bekerja masih ego sektoral, antar pemerintah di level kota/kabupaten dengan provinsi dan nasional. Harus ada iklim kolaborasi yang memungkinkan adanya dialog dua arah, tidak didominasi keputusan top down tapi juga bottom up, dan cross sectoral," pungkas Mulyani.
Baca Juga: Capres Ganjar Bilang Banyak Bandara dan Pelabuhan Sepi, Sindir Jokowi?