Pengusaha Industri Ritel Bersuara Efek Adanya Boikot Produk Israel

Achmad Fauzi Suara.Com
Kamis, 16 November 2023 | 12:01 WIB
Pengusaha Industri Ritel Bersuara Efek Adanya Boikot Produk Israel
ilustrasi melakukan boikot (freepik/storyset)
Follow Suara.com untuk mendapatkan informasi terkini. Klik WhatsApp Channel & Google News

Suara.com - Para pengusaha ritel mulai berkoar-koar setelah adanya aksi dan seruan boikot yang diduga terafiliasi Israel. Menurut pengusaha, aksi tersebut bisa ganggu jalannya bisnis perusahaan.

Sekretaris Jenderal Asosiasi Pengusaha Pemasok Pasar Modern Indonesia (AP3MI) Uswati Leman Sudi menjelaskan, aksi boikot bisa berefek pada penurunan transaksi di pasar ritel modern seperti supermarket mencapai 50 persen.

Sebab, mayoritas barang yang masuk dalam daftar boikot adalah produk pareto seperti, sabun, shampoo, hingga susu dalam kemasan.

"Pengurangan penjualan produk pareto biasanya dari isu yang kecil dan berkembang. Mungkin transaksi di pasar hilir bisa berkurang sampai 50% dan target ekonomi pemerintah akan sulit tercapai," ujarnya dalam konferensi pers di Epicentrum Walk, Jakarta, yang dikutip Kamis (16/11/2023).

Baca Juga: Nestle Jadi Korban Boikot? Ini Daftar Produk Mereka yang Beredar di Indonesia

Uswati memastikan, perusahaan-perusahaan yang masuk daftar boiket juga beroperasi di dalam negeri dan lebih banyak pekerja lokal. Selain itu, dia menegaskan perusahaan-perusahaan tak pernah sepeserpun memberikan sumbangan ke Israel.

"Perusahaan yang ada di list (boikot) tersebut dipastikan produksi di Indonesia. Kami juga sudah menanyakan ke temen-temen anggota. Tak ada satupun yang memberi sumbangan ke negara yang disebutkan berafiliasi dengan mereka (Israel). Dan itu bisa ditegaskan tak ada satupun," kata dia.

Sementara itu, Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Ritel Indonesia (Aprindo) Roy N Mandey menuturkan, kekinian industri ritel masih belum pulih dari Pandemi Covid-19. Akan tetapi, industri ritel masih dihadang oleh kondisi geopolitik.

Roy mengungkapkan, setelah adanya boikot ada penurunan belanja masyarakat sekitar 3-4 persen.

"Belum signifikan (dampaknya). Jadi kalau masih angka kira-kira pendekatan yang secara umum sekitar 3-4%, penurunan konsumsi belanja masyarakat, untuk daerah-daerah tertentu belum seluruh daerah," pungkas Roy.

Baca Juga: Ajakan Boikot Produk Pro Israel Meluas, Grab Turut Jadi Sasaran

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI