Suara.com - Kementerian Kesehatan Republik Indonesia menegaskan, stunting merupakan ancaman utama terhadap kualitas masyarakat Indonesia. Stunting masih menjadi masalah besar yang harus segera diselesaikan. Akibat terburuknya akan mempengaruhi kualitas sumber daya manusia (SDM) sebuah negara.
Prevalensi Stunting di Indonesia adalah 21,6% pada tahun 2022, dan anemia menjadi faktor risiko terjadinya stunting. Merujuk data tahun 2022, prevalensi stunting di Nusa Tenggara Timur (NTT) sebesar 28,30%.
Adapun prevalensi remaja putri anemia di NTT sebesar lebih dari 20%, sementara target nasional dibawah 20%. Berdasarkan RPJMN 2020- 2024, prevalensi stunting ditargetkan turun hingga 14 persen pada 2023.
Pemerintah Indonesia sendiri telah mengambil berbagai langkah untuk mengatasi masalah stunting, termasuk melalui program-program seperti "Gerakan Nasional Percepatan Perbaikan Gizi".
Baca Juga: Ekonomi Sedang Sulit, Mak Ganjar Bantu Tekan Stunting di Kalsel Lewat Penyuluhan
Berbagai upaya dilakukan untuk meningkatkan kesadaran akan pentingnya nutrisi yang baik dan kemudahan mendapatkan akses pangan bergizi, terutama di daerah-daerah yang rentan.
BRI Life pun turut berperan aktif dalam program menurunkan angka stunting di Indonesia dengan berkolaborasi bersama Peduli Anemia dan Stunting Indonesia (PASI) Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, mengadakan kegiatan program pengabdian masyarakat untuk menurunkan angka risiko stunting dan anemia dengan target utama yaitu Ibu hamil, Ibu dengan balita, dan remaja putri.
Plt. Direktur Utama BRI Life I Dewa Gede Agung menjelaskan bahwa, Adanya kesenjangan antara prevalensi stunting dengan target yang menjadi urgensi untuk dilakukannya intervensi. Program ini sejalan dengan Strategi Nasional Percepatan Pencegahan Stunting yang disusun oleh pemerintah.
“BRI Life bekerjasama dengan Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia melaksanakan Program ini, untuk dapat membantu meningkatkan kesehatan di Indonesia khususnya dalam pedesaan Rural Health Peduli Anemia dan Stunting Indonesia (PASI),” kata Dewa ditulis Senin (13/11/2023).
Adapun data angka Balita yang membutuhkan bantuan khusus di Provinsi NTT untuk Balita Berat Badan Kurang sebanyak 310 anak, Balita Stunting sebanyak 195 anak, Balita Gizi Buruk sebanyak 4 anak serta Balita Kurus sebanyak 222 anak.
Baca Juga: Dari Pembinaan hingga Pangan Murah, Pemprov DKI Tekan Angka Stunting Jakarta
Tentunya kegiatan ini adalah untuk meningkatkan pengetahuan dan kepedulian ibu-ibu dan remaja putri di Desa Anin, Nusa Tenggara Timur terkait pentingnya konsumsi Tablet Tambah Darah (TTD) serta upaya merubah perilaku masyarakat khususnya dalam perilaku hidup bersih dan sehat.
Dalam kegiatan dilaksanakan pada tanggal 3-6 Nov 2023 tersebut selain pemberian Tablet Tambah Darah (TTD) dan Anemia, dilaksanakan pula pemeriksaan gejala anemia pada remaja putri yang berisiko, workshop belajar mencuci tangan yang baik dan informasi tentang pentingnya mengkonsumsi makanan yang bergizi.
Serta, untuk memonitor program kali ini diadakan Pemilihan Duta Cegah Anemia yang bertugas menjadi role models hidup sehat sekaligus dapat menginfluence Masyarakat dan diharapkan membawa perubahan untuk sekitarnya sehingga lebih peduli akan makanan sehat bergizi.
Kegiatan tersebut yakni tanggal 7-11 November 2023 dilanjutkan dengan Sosialisasi Stunting untuk ibu hamil dan ibu dengan balita melalui pemeriksaan antropometri dan USG, serta pelatihan kader terkait edukasi penggunaan alat pemantau status gizi yang sesuai berupa alat antropometri dan grafik pemantau stunting beserta interpretasinya.
“Dalam meningkatkan kesehatan di wilayah rural health memerlukan pendekatan multi aspek yang melibatkan penyedia layanan kesehatan, pembuat kebijakan, tokoh masyarakat, dan pemangku kepentingan lainnya,” Dewa menambahkan.
“Hal ini memerlukan sinergi untuk meningkatkan akses terhadap pelayanan kesehatan, mengatasi faktor sosial yang menentukan kesehatan, dan memberdayakan masyarakat untuk mengambil peran aktif dalam kesejahteraan mereka sendiri” imbuhnya.