Program Pupuk Subsidi Jadi Kunci Peningkatan Produksi Pertanian, Ini Poin-poin Tata Kelola Distribusi Menurut Pengamat

Rabu, 08 November 2023 | 13:57 WIB
Program Pupuk Subsidi Jadi Kunci Peningkatan Produksi Pertanian, Ini Poin-poin Tata Kelola Distribusi Menurut Pengamat
Ilustrasi pemantauan pupuk bersubsidi. (Dok: Pupuk Indonesia)
Follow Suara.com untuk mendapatkan informasi terkini. Klik WhatsApp Channel & Google News

Suara.com - Program pupuk bersubsidi merupakan salah satu instrumen dalam meningkatkan produksi komoditas pertanian.

Pengamat pertanian, Khudori menilai secara umum, pupuk adalah komponen input usaha tani yang tak tergantikan.  Karena tak tergantikan, berapa pun harga pupuk, biasanya petani akan membelinya.

Untungnya, pemerintah memiliki program pupuk bersubsidi, yang mana harga pupuk ini lebih murah ketimbang non-subsidi. Namun masalahnya, kata Khudori, pupuk subsidi itu jumlahnya terbatas, sementara kebutuhannya amat besar.

Kepada Suara.com,  Khudori mengatakan, jika merujuk pada kajian Ombudsman RI (2021), ada lima potensi malaadministrasi dalam tata kelola pupuk bersubsidi.

Baca Juga: Berikut Ini 2 Program Jitu Kementan Atasi Keterbatasan Pupuk Subsidi

Pertama, kriteria detail petani penerima pupuk bersubsidi tidak dituangkan dalam peraturan, dalam hal ini Peraturan Menteri Pertanian.

"Kedua, data petani penerima pupuk bersubsidi tidak akurat. Data petani penerima pupuk bersubsidi dikumpulkan setiap tahun dengan proses lama, tetapi berujung tidak akurat. Jika data yang tidak akurat ini dijadikan dasar perencanaan penyaluran, maka ujungnya akan bikin runyam," katanya kepada Suara.com, Jakarta, Selasa (31/10/2023).

Ketiga, akses bagi petani untuk memperoleh pupuk bersubsidi, serta permasalahan transparansi proses penunjukan distributor dan pengecer resmi terbatas. Keempat, mekanisme penyaluran pupuk bersubsidi belum selaras dengan asas penyelenggaraan pelayanan publik dan prinsip 6 tepat, tepat jenis, tepat jumlah, tepat harga, tepat tempat, tepat waktu, dan tepat mutu.

"Kemudian kelima, mekanisme pengawasan pupuk bersubsidi belum efektif. Dari lima persoalan tersebut, titik krusial sejatinya ada pada satu hal, yaitu masalah data," ujar Khudori.

Poin-poin Perbaikan Tata Kelola Distribusi Pupuk 

Baca Juga: Awal 2023, Pupuk Indonesia Siapkan Stok Pupuk Subsidi 194% dari Ketentuan

Untuk memperbaiki tata kelola pupuk bersubsidi, Khudori mencatat beberapa poin yang harus dilakukan pemerintah. Pertama harus dimulai dari sasaran subsidi, petani seperti apa yang berhak menerima pupuk subsidi?

"Jika merujuk pada Permentan No. 10 Tahun 2022 tentang Tata Cara Penetapan Alokasi dan Harga Eceran Tertinggi Pupuk Bersubsidi Sektor Pertanian, maka penyaluran pupuk bersubsidi dimaksudkan agar seluruh petani yang mampu memenuhi persyaratan, yaitu petani yang tergabung dalam kelompok tani, terdaftar di Simluhtan (Sistem Informasi Manajemen Penyuluhan Pertanian), menggarap lahan maksimal dua hektare dan menggunakan Kartu Tani untuk wilayah tertentu," katanya.

Hal ini akan memudahkan petani, karena mereka bisa menebus pupuk bersubsidi di kios-kios resmi yang ditentukan untuk melayani kelompok tani setempat.

"Persyaratan ini, di satu sisi, amat longgar alias kurang detail. Apakah hanya petani pemilik atau termasuk petani penggarap dan penyewa? Apa mencakup semua usaha tani?” tanya Khudori.

Menurutnya, dalam regulasi baru, dua jenis pupuk bersubsidi, yaitu ZA dan NPK hanya bisa digunakan untuk 9 komoditas, yaitu padi, jagung, kedelai, cabai, bawang merah, bawang putih, tebu rakyat, kakao, dan kopi.

"Pembatasan 9 komoditas ini tentu tidak adil bagi petani yang mengusahakan komoditas di luar 9 ini. Di sisi lain, hanya sebagian kecil petani tergabung dalam kelompok tani dan terdaftar di Simluhtan. Syarat ini, lagi-lagi, tak adil bagi petani.

"Dihadapkan pada situsi ini, maka salah satu rekomendasi para guru besar IPB untuk transformasi kebijakan pupuk subsidi (2021) patut ditimbang, yaitu secara bertahap mengalihkan anggaran subsidi pupuk ke instrumen lain, misalnya subsidi harga pangan pokok, direct income, dan mendukung subsistem agribisnis, misalnya dalam hal irigasi, SDM petani, ICT, asuransi, atau lainnya," kata Khudori.

Menurutnya, jika langkah ini yang dipilih, maka diperlukan grand design jangka pendek dan jangka panjang untuk proses pengalihan. Grand design itu harus didasarkan pada data-data mutakhir dan valid.

Data geospasial Sensus Pertanian 2023 akan dirilis pada 14 Desember tahun ini dan hal tersebut bisa menjadi batu pijakan awal untuk memulai grand design yang dimaksud.

“Kemudian secara berkala, data dasar ini bisa dimutakhirkan sesuai kebutuhan,” kata Khudori.

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI