Nestapa Masyarakat Adat Hongana Manyawa, Kehilangan 'Nyawa' Dalih Investasi Negara

M Nurhadi Suara.Com
Senin, 06 November 2023 | 09:16 WIB
Nestapa Masyarakat Adat Hongana Manyawa, Kehilangan 'Nyawa' Dalih Investasi Negara
Hongana Manyawa [https://www.survivalinternational.org/tribes/honganamanyawa]
Follow Suara.com untuk mendapatkan informasi terkini. Klik WhatsApp Channel & Google News

Suara.com - Masyarakat Adat Hongana Manyawa di pedalaman Halmahera Timur Maluku Utara menghalau operasional alat berat yang menerobos ke Sungai Aki Sangaji di wilayah setempat.

Suku ini terancam kehilangan alam sumber penghidupan mereka akibat operasional penambangan nikel di hutan Gunung Topu Blewen atau Bukit Burung Maleo Bertelur. Penghentian alat berat sudah berlangsung sejak akhir Oktober 2023 lalu. 

Melansir survivalinternational.org, suku-suku pedalaman Indonesia yang memilih untuk tinggal di hutan dan jauh dari modernitas menjadi kelompok yang paling terancam oleh proyek penambangan nikel besar-besaran.

Diperkirakan 300 hingga 500 orang Hongana Manyawa yang tidak tersentuh tinggal di pedalaman hutan pulau Halmahera. Sebagian besar wilayah tersebut sekarang telah diakuisisi oleh perusahaan pertambangan sehingga ekskavator bisa dengan mudah bekerja. 

Baca Juga: Disebut Korupsi Dana Ospek Puluhan Juta Rupiah, Ketua BEM Undip: Ini Fitnah dan Pencemaran Nama Baik!

Proyek penambangan nikel merupakan bagian dari rencana pemerintah menjadikan Indonesia sebagai produsen terbesar baterai mobil listrik.

Suku Hongana Manyawa ancam usir penambang nikel. (x/Survival)
Suku Hongana Manyawa ancam usir penambang nikel. (x/Survival)

Penambangan nikel dan bahan mineral lain dari Indonesia dibuka seluas-luasnya untuk memenuhi kebutuhan ini. Perusahaan asing asal China, Jerman, dan Prancis juga terlibat dalam penambangan di Halmahera. 

Cerita soal suku pedalaman yang dirugikan akibat aktivitas pertambangan juga bukan kali pertama terjadi. Sebelumnya Suku Korawai di Papua juga mengalami kerugian alam akibat penambangan masif yang dilaksanakan di Sungai Deiram Hitam.

Nahas karena Suku Korawai tidak mendapatkan keuntungan material dan tetap hidup dalam garis kemiskinan akibat penambangan tersebut. 

Organisasi Masyarakat Sipil banyak mengecam perbuatan Jokowi yang menganaktirikan masyatakat adat di tanah mereka sendiri dengan dalih pembangunan. Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI) mencatat menurut data dari Aliansi Masyarakat Adat Nusantara (AMAN) menyebutkan 125 masyarakat adat di 10 wilayah menjadi korban kriminalisasi di kawasan hutan.

Baca Juga: Indeks Pencemaran Udara DKI Jakarta Terus Meningkat, GAIKINDO Ajak Gunakan Teknologi Mesin Standar Euro 4

Mereka tersebar di Bengkulu, Sumatera Selatan, Sumatera Utara, Kalimantan Selatan, Kalimantan Utara, NTB, Sulawesi Selatan, Sulawesi Tengah, Maluku Utara, dan Nusa Tenggara Timur. Di luar kasus-kasus kehutanan, terdapat kriminalisasi masyarakat di sektor lain seperti perkebunan dan pertambangan.

Perwakilan AMAN Kalimantan Barat bahkan membuat pernyataan bahwa Presiden Joko Widodo dilarang memakai busana adat dalam peryaan kemerdekaan ke-73 RI.

Alasannya, masyarakat adat menantikan kepastian hukum dari negara untuk memberikan pengakuan dan perlindungan bagi masyarakat adat yang sampai dengan hari ini masih menjadi korban dalam perampasan wilayah-wilayah adat serta tidak sedikit mendapatkan diskriminasi bahkan kriminalisasi dari pihak-pihak tertentu untuk merebut wilayah adat serta perambahan hutan skala besar-besaran dengan dalih Pembangunan dan pemberdayaan bagi masyarakat.

Kontributor : Nadia Lutfiana Mawarni

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI