Suara.com - Pemerintah Indonesia akhirnya mengimpor beras dari Kamboja untuk penguatan Cadangan Pangan Pemerintah (CPP). Hal ini merupakan salah satu hasil pertemuan Presiden Joko Widodo dengan Perdana Menteri (PM) Kamboja Hun Manet pada 4 September lalu yang saling bersepaham tentang ketahanan pangan.
"Hari ini merupakan pertama kalinya Kamboja mengirimkan berasnya setelah adanya MoU sejak 11 tahun yang lalu. 11 tahun tidak ada yang bisa mengeksekusi Mou itu dan tidak satu butir pun beras masuk. Nyatanya ini bisa kita kerjakan dan akhirnya terjadi hari ini. Sekarang beras dari Kamboja ini bisa masuk dan berasnya sangat baik," ujar Kepala Badan Pangan Nasional (Bapanas) Arief Prasetyo Adi dalam keterangannya, Kamis (2/11/2023).
Arief menegaskan, bahwa stok beras ini hanya untuk CPP. Menurut dia, beras dari Kamboja ini bagian dari CPP yang harus dimiliki oleh Perum Bulog.
Apalagi, lanjut dia, Presiden Joko Widodo telah meminta bantuan pangan beras untuk masyarakat terus dilanjutkan dan stok beras di Bulog akhir tahun nanti minimal ada 1 juta ton.
Baca Juga: RI Terancam Paceklik Beras, 40 Persen Penggilingan Padi Tutup
"Tentunya nomor satu ketersediaan pangan Indonesia harus mengutamakan produksi dalam negeri. Namun saat Badan Pangan Nasional melihat dan mengkalkulasi neraca pangan tahun ini, memang kita memerlukan pengadaan dari luar negeri, itu harus kita lakukan. Kita ini sekarang sedang bangun ekosistem pangan nasional. Daerah-daerah sentra produksi akan dipastikan produksinya oleh Bapak Mentan (Menteri Pertanian) mulai dari penyiapan benih, fertilizer, irigasi, reservoir, dan sebagainya," kata dia.
Dari pantauan Arief hari ini, terdapat total 140 kontainer yang muatannya berisikan beras 25 ton per kontainernya. Jumlah keseluruhannya mencapai 3.500 ton dan telah diambil sampel pengecekan oleh Badan Karantina Indonesia guna memastikan aspek keamanan dan mutu pangannya.
Dia menyebut, kedatangan stok beras dari luar negeri merupakan langkah pemerintah yang telah dipertimbangkan secara seksama dan komprehensif. Arief memastikan penggunaannya hanya diperuntukan ke program-program pemerintah dalam rangka intervensi pasar dan bantuan ke masyarakat.
"Kita tidak semata-mata hanya mengimpor saja dari Kamboja dan menjadi net importir, tidak seperti itu. Potensi ekspor pupuk dari ke Kamboja melalui BUMN Pupuk Indonesia Holding Company (PIHC) juga besar. Ada sebanyak 490 ribu ton untuk ekspor ke Kamboja yang saat ini bisa disiapkan. Angka ini tentunya setelah mengamankan kebutuhan pupuk nasional termasuk buffer-nya. Jadi kita beli beras, pada saat yang sama kita jual pupuk untuk membantu produksi pangan dunia," imbuh Arief.
Mengutip data dari General Department of Customs and Excise (GDCE) Kamboja, pada periode Januari sampai September 2023, tercatat nilai perdagangan bilateral antara Indonesia dengan Kamboja mencapai 808,07 juta dolar AS. Ini meningkat 18,6 persen dibandingkan periode yang sama tahun 2022 yang tercatat sebesar 681,25 juta dolar AS. Dari jumlah tersebut, ekspor Indonesia berkisar 95 persen dari total perdagangan.
Baca Juga: Pening! Harga Beras naik Ugal-ugalan, BPS Ungkap Akar Masalahnya
"Apabila Indonesia mengirimkan pupuknya ke Kamboja, itu artinya Indonesia berkontribusi terhadap kemajuan pangan dunia. Ini menjadi kebahagiaan kita karena ini yang namanya kerja sama bilateral, take and givenya ada disini, saling membantunya ada disini, untuk kemajuan pangan dunia. Terlebih Indonesia merupakan salah satu negara di dunia penghasil pupuk yang baik, kita punya 5 pabrik mulai dari Aceh sampai Kalimantan Timur," jelas dia.
"Kita tegaskan nomor satu prioritas kita adalah tentunya produksi dalam negeri. Tapi pada saat memang kita memerlukan tambalan stok dari pengadaan dari luar negeri, ini kita lakukan. Hari ini adalah hari pertama stok beras dari Kamboja masuk ke Indonesia. Targetnya ada 10.000 ton dan hari ini telah datang 3.500 ton. Selanjutnya nanti kita akan bicara lagi dengan pihak Kamboja," tambah Arief.