Suara.com - Kepala Eksekutif Pengawas Perilaku Pelaku Usaha Jasa Keuangan, Edukasi dan Perlindungan Konsumen Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Friderica Widyasari Dewi membeberkan ada faktor banyak masyarakat yang terjerat pinjaman online (Pinjol) ilegal.
Faktor utama terkait dengan gaya hidup mewah yang ditampilkan masyarakat yang membuat pinjol ilegal menjadi pilihan untuk memenuhi itu. Selain itu, terdapat faktor di mana masyarakat mengajukan pinjol ilegal untuk membayar utang sebelumnya.
"Kalau kita melihat satu survei independen yang dilakukan oleh pihak independen juga, itu kalau banyak orang kena pinjol ilegal itu karena memenuhi gaya hidup ya. Tapi biasanya mereka juga sudah mempunyai utang sebelumnya. Jadi mereka menggunakan pinjol ilegal ini untuk membayar utangnya. Jadi gali lubang tutup lubang," ujarnya dalam konferensi pers yang dikutip, Selasa (31/10/2023).
Kemudian, wanita yang kerap disapa Kiki ini menyebut, faktor lain karena masyarakat memiliki kebutuhan mendesak, hingga perilaku konsumtif, serta tekanan ekonomi yang membuat dipilihnya pinjol ilegal.
Baca Juga: Ini yang Harus Dilakukan Akulaku Biar Sanksi dari OJK Dicabut
"Jadi ini juga yang perlu kita waspadai kepada masyarakat. Ini kan sekarang ada muncul istilah hedonic treadmill ya," kata dia.
Selain itu, fenomena yang tegah hits di para anak muda yang membuat gaya hidup juga berubah, seperti FOMO (Fear of Missing Out), YOLO (You Only Live Once) hingga FOPO (Fear of People's Opinion). Lewat fenomena ini, anak muda menjadi boros dan justru mengikuti gaya mewah orang lain.
"Kenapa enggak pakai gadget baru, kenapa enggak ikut nonton konser ini, dan lain-lain. Akhirnya banyak terjebak dalam pinjaman-pinjaman yang sebetulnya mereka juga enggak punya kemampuan untuk bayar," lanjut dia.
Untuk diketahui, OJK mencatat sejak 1 Januari 2023 hingga Oktober 2023, Satgas Pemberantasan Aktivitas Keuangan Ilegal (PAKI) telah memberantas sebanyak 1.484 entitas ilegal, di mana sebanyak 1.466 di antaranya merupakan entitas pinjol ilegal.
Baca Juga: Arus Modal Sebesar Rp 4,06 Triliun Kabur dari Pasar Modal RI