Suara.com - Pembangunan ruas Tol Cimanggis - Cibitung dinilai telah merugikan warga sekitar. Sejumlah warga di Desa Cijengkol, Kecamatan Setu dan Grand Residence City Bekasi mulai mengeluh, karena mendapatkan kerugian dalam pembangunan infrastruktur terebut.
Misalnya, warga mengeluh karena rumahnya retak-retak. Kemudian, beberapa warga mendadak sesak nafas (Inpeksi Saluran Pernapasan/ISPA) lantaran menghirup debu akibat pengerjaan proyek tersebut.
Ketua RW 014 Desa Cijengkol, Abib Endang Trisnawan mengakui, sebanyak tujuh orang warganya tekena gangguan pernafasan dan terpaksa harus dilarikan ke rumah sakit. Padahal, sebelumnya tidak pernah punya riwayat penyakit tersebut.
Sedangkan berdasarkan laporan warga, tedapat sebanyak 15 unit mengalami retak akibat kencangnya getaran mesin alat berat pengerjaan proyek Tol Cimanggis – Cibitung.
Baca Juga: Infrastruktur Data Center yang Dibangun Emiten DCII Diakui Dunia
"Ini yang bilang dokter. Kami tidak asal bicara, ada bukti rekam medis dari Rumah Sakit Hermina," ujar Abib yang dikutip, Minggu (22/10/2023).
Maka dari itu, Abib yang juga mewakili warga menuntut PT Cimanggis Cibitung Tollways (CCT) dan PT Waskita Karya selaku pelaksana proyek agar memberikan kompensasi dana pengobatan serta perbaikan rumah. Selain itu, meminta pembatasan jam kerja pembangunan proyek tidak 24 jam karena menggangu warga.
"Setidaknya, jam kerja bisa dikurangi paling lama sampai pukul 22.00 WIB. Pengerjaan proyek yang non stop membuat warga tidak dapat beristirahat nyaman, padahal mereka dituntut harus bangun pagi-pagi untuk bekerja," imbuh dia.
Bentuk kompensasi lain yang diminta adalah perhatian lebih terhadap kebutuhan sosial warga sekitar proyek.
Kami berharap agar pihak CCT dan Waskita juga memprioritaskan pelaksanaan program Corporate Social Responsibility (CSR) di lingkungan sekitar terutama yang terdampak proyek," kata dia.
Keluhan warga terhadap dampak pembangunan jalan tol CIbitung – Cimanggis direspon oleh pihak CCT dan Waskita yang berjanji akan memenuhi tuntutan warga.
Baca Juga: Ini Infrastruktur yang Mau Dibangun Dato Sri Tahir di IKN Sampai Minta Izin Ibu
Dihny Puspita Aziz, QHSE Coordinator CCT mengatakan, pihaknya menyadari di setiap proyek pasti akan ada yang terdampak, dan pihaknya memang siap menangani keluhan masyarakat, termasuk soal debu di proyek ini. "Terkait dengan debu tadi, kita sudah melakukan penyiraman secara rutin dan memang lagi musim kemarau saat ini yang menyebabkan banyak debu," jelas dia.
Namun, pihaknya akan terlebih dulu melalui analisa data di lapangan dan dari kedokteran. "Kita tidak bisa menjustifikasi itu disebabkan oleh debu atau bukan, kita harus berkoordinasi dengan rumah sakit terkait, apakah dampak dari debu atau bukan," beber dia.
Dhiny menegaskan, pihak CCT akan bertanggung jawab jika memang ada keterangan resmi dari dokter Hyperkes (Dokter bersertifikat keselamat Kerja) yang menyebutkan bahwa benar warga yang sakit karena akibat debu proyek tol. “JIka ada warga terdampak kita bisa konpensasi mereka, tapi dengan catatan bahwa itu (sakit ISPA karena debu) ada statement dari dokter hyperkes,” ujarnya.
Di sisi lain, Kuasa hukum AGPU, Roy Michael menilai, selain tidak memperhatikan dampak dari pembebasan lahan dalam Kawasan Grand Residence Bekasi, Desa Cijengkol, Kecamatan Setu juga cacat hukum. Dia menjelaskan, selain cacat hukum melalui kesalahan penyebutan pemilik, eksekusi lahan seluas 6.000 meter untuk Pembangunan jalan Tol Cimanggis – Cibitung juga mengabaikan prinsip keadilan soal ganti rugi.
Nilai yang diberikan sangat jauh dengan nilai tanah disekitarnya padahal tanah yang dibebaskan adalah tanah matang yang siap dipasarkan oleh PT Agung Graha Persada Utama. Walaupun cacat hukum, eksekusi tetap berjalan dan permintaan perubahan harga sesuai dengan nilai pasar pun tak digubris saat mediasi antara PT AGPU dan Badan Usaha Jalan Tol (BUJT/PT Cimanggis Cibitung Tollways), pada 21 September 2023 lalu.
"Jadi, nilai ganti rugi memang sangat timpang sekali dan kami mempertanyakan hal tersebut," pungkas dia.