Suara.com - Gubernur Bank Indonesia (BI) Perry Warjiyo merespons pelemahan mata uang rupiah yang hampir tembus Rp16.000. Perry beralasan saat ini posisi dolar Amerika Serikat (AS) sangat kuat sehingga menyebabkan mata uang Garuda tak berdaya.
"Kuatnya dolar AS menyebabkan tekanan pelemahan berbagai mata uang dunia, termasuk nilai tukar rupiah. Dibandingkan akhir 2022, indeks nilai tukar dolar AS terhadap mata uang utama pada 18 Oktober 2023 tercatat tinggi yaitu di level 106,21 atau menguat 2,6% year to date dibanding akhir 2022," kata Perry dalam konferensi pers, Kamis (19/10/2023).
Saat ini kata Perry kuatnya dolar AS hampir menekan seluruh mata uang dunia, seperti yen Jepang, dolar Australia, hingga peso Filipina.
"Sangat kuatnya dolar AS ini memberikan tekanan depresiasi mata uang hampir seluruh mata uang dunia, seperti yen Jepang, dolar Australia, dan euro yang melemah masing-masing 12,44%, 6,61%, dan 1,4% year to date," paparnya.
Baca Juga: Rupiah Jeblok Hampir Sentuh Rp16.000, BI Buru-buru Naikkan Suku Bunga Acuan
Selain itu dolar AS juga menghempaskan sejumlah mmata uang kawasan Asia seperti ringgit Malaysia, baht Thailand, dan peso Filipina yang masing2 7,23% 4,64% dan 1,735% year to date.
Meski demikian, Perry menyebut pelemahan rupiah terhadap dolar AS lebih baik dibandingkan mata uang lain. Rupiah melemah 1,03% dalam tahun berjalan (year to date/ytd) terhadap dolar AS.
"Dalam periode yang sama, dengan langkah-langkah stabilisasi yang ditempuh BI, nilai tukar rupiah terdepresiasi 1,03% year to date relatif lebih baik dibandingkan depresiasi mata uang sejumlah negara di kawasan dan global tersebut," katanya.
Pada penutupan hari ini, nilai tukar rupiah sempat melemah hingga 130 poin, mata uang rupiah ditutup melemah 85 poin atau 0,54 persen menuju Rp15.815 per dolar AS.
Baca Juga: Tahun Depan, Beli Rumah dan Motor Masih Bisa DP 0 Persen