Suara.com - Riset terbaru perusahaan teknologi global yang menciptakan cara memindahkan uang ke seluruh dunia, Wise, mengungkap bahwa masyarakat Indonesia kehilangan sekitar Rp15,09 triliun setiap tahun untuk biaya penukaran mata uang asing alias transaksi valas.
Dari jumlah itu, sekitar Rp6,83 triliun merupakan biaya yang disembunyikan dalam bentuk markup nilai tukar, pembayaran, dan pembelian menggunakan kartu kredit. Sisanya, Rp8,26 triliun merupakan biaya transaksi.
Data tersebut diperoleh dari penelitian independen yang dilakukan oleh Capital Economics pada Juli 2023, yang bertujuan untuk memperkirakan besaran biaya transaksi mata uang asing1 di Indonesia.
Di antara masyarakat Indonesia yang sering mengirim uang ke luar negeri, sebagian besar mengetahui dua biaya utama untuk transfer internasional, yaitu biaya transaksi di muka (upfront fee) dan biaya nilai tukar (exchange rate fee).
Baca Juga: Hadirkan Fitur Baru, BTN Mobile Permudah Transaksi Valas
Namun, masih banyak yang belum mengetahui biaya remitansi yang sebenarnya. Sekarang biaya pengiriman uang antar negara rata-rata mencapai 6,3%. Ini berarti bahwa transfer uang sebesar USD 1.000 (sekitar Rp 15 juta) ke Indonesia masih dikenakan biaya sebesar USD 63 atau sekitar Rp 1 juta.
Upfront fee yang biasanya diungkapkan oleh provider seringkali berbeda dari biaya yang sebenarnya ditagih.
Provider cenderung untuk tidak menggunakan kurs tengah dan tidak mengungkapan markup yang ditambahkan pada nilai tukar. Akibatnya, konsumen tidak sadar kalau mereka dikenakan biaya tambahan.
Baru-baru ini isu transparansi menjadi topik pembicaraan di Twitter atau X, setelah Ayudia Chaerani (@ayudiac), yang juga dikenal sebagai Ayudia Bing Slamet, seorang aktris, penulis, dan musisi Indonesia, membagikan pengalamannya saat transfer ke luar negeri pada platform social media tersebut.
"Keinget transfer ke luar negeri buat temen/keluarga. Emang tau sih ada feenya, tapi pas nyampe ternyata ada duit yg kepotong lagi, kalau dari dulu tau gini aku pasti cari cara lain buat transfer," ujarnya di akun Twitter @ayudiac.
Baca Juga: Jadi Bank Devisa, BINA Bidik Volume Transaksi Valas USD500 Juta Tahun Ini
Pengalaman Ayudia ini tidaklah ini, karena sekarang semakin banyak orang dan bisnis yang menjalani kehidupan internasional sehingga kebutuhan untuk memindahkan uang antar negara semakin meningkat.
Saat ini, ada lebih dari 50.000 pelajar Indonesia yang menempuh pendidikan di luar negeri setiap tahunnya. Orang tua dari pelajar-pelajar ini, termasuk dari sekian konsumen Indonesia yang sering mengirim uang ke luar negeri.
Menurut studi Wise, di tahun 2022, mereka membayar total biaya sebesar Rp 4,03 triliun, termasuk Rp 2,70 triliun untuk biaya transaksi dan Rp 1,32 triliun untuk margin nilai tukar.
Tenaga Kerja Indonesia (TKI) juga merupakan kelompok masyarakat yang ikut terdampak oleh biaya tersembunyi.
Di tahun 2021, terlihat bahwa negara-negara dengan jumlah TKI terbanyak mencakup negara-negara yang mengirimkan remitansi terbesar ke Indonesia, yakni Arab Saudi (37,5%), Malaysia (25,2%), Uni Emirat Arab (7,5%), dan Singapura (4,1%).
Konsumen-konsumen ini tercatat membayar Rp 7,61 triliun untuk biaya transfer di tahun 2022, termasuk Rp 4,76 triliun untuk biaya transaksi dan Rp 2,84 triliun untuk markup nilai tukar.
Studi ini juga mengungkap bahwa wisatawan Indonesia mengeluarkan total biaya sebesar Rp 3,45 triliun ketika mereka berbelanja di luar negeri, di mana Rp 2,66 triliun disembunyikan dalam bentuk markup nilai tukar.
Kampanye #TransparanBarengWise bertujuan untuk meningkatkan awareness mengenai biaya tersembunyi
Wise meluncurkan kampanye nasional #TransparanBarengWise untuk mendidik masyarakat mengenai biaya tersembunyi dan mempromosikan transparansi harga di seluruh industri.
Kabar baiknya adalah provider telah membuat kemajuan signifikan dalam mengatasi masalah ini, walau masih ada hal-hal yang perlu ditingkatkan.
"Warga Indonesia semakin mengincar layanan yang lebih baik, lebih cepat, dan harga yang lebih terjangkau, karena perkembangan internet dan teknologi," kata Elian Ciptono, Country Manager Wise Indonesia, dalam keterangan tertulisnya, Rabu (18/10/2023).
Hasil survei tersebut cukup jelas. Perusahaannya, sambung dia, melihat penurunan yang signifikan pada biaya layanan mata uang asing dalam tahun-tahun terakhir di Indonesia, dari Rp 21,47 triliun pada 2018 menjadi Rp 15,09 triliun pada 2022. "Kami melihat ini sebagai evolusi dan tren di seluruh industri menuju transparansi yang lebih baik yang menguntungkan semua pihak,” imbuh Elian.
"Melalui kampanye ini, kami berharap untuk menginformasikan dan mendidik masyarakat mengenai transparansi, yang juga sejalan dengan tujuan jangka panjang kami untuk membantu orang-orang memindahkan dan mengelola uang dengan cara yang lebih cepat, murah, dan transparan,” tutupnya.