Suara.com - Polemik langkasnya pasokan minyak goreng beberapa waktu lalu membuat merana para pengusaha. Pasalnya, kebijakan minyak goreng yang berubah-ubah dalam waktu singkat justru membuat pengusaha merugi.
Salah satunya, kebijakan soal Peraturan Menteri Perdagangan No 3 Tahun 2022 tentang Penyediaan Minyak Goreng Kemasan untuk Kebutuhan Masyarakat dalam Kerangka Pembiayaan oleh Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit. Dalam kebijakan itu, subsidi diberikan sebesar Rp 3.800/liter.
Kemudian, pada Februari 2022 juga muncul peraturan lain dari Kemendag tentang kebijakan DMO - DPO dengan 3 HET (minyak goreng curah Rp 11.500/liter, kemasan sederhana Rp 13.500/liter, dan kemasan premium Rp 14.000/liter). Kebijakan ini tidak dapat menurunkan harga dan ketersediaan minyak goreng.
Lalu masih pada Maret 2022, muncul lagi kebijakan baru terkait minyak goreng curah bersubsidi dengan HET Rp 14.000/liter. Namun berhubung sudah muncul distorsi pasar yang sangat serius, di mana banyak spekulasi dan penyimpangan yang sulit dikontrol di rantai distribusi, maka kebijakan DMO-DPO dibatalkan.
Baca Juga: Indonesia Masih 'Berbisnis' dengan Israel, Nilai Transaksi Capai Ratusan Miliar
Imbas kebijakan yang berubah-ubah itu, sejumlah pelaku usaha mengaku dirugikan. Salah satunya datang dari sisi produsen sawit.
Permata Hijau Grup misalnya, mengaku rugi Rp 140,82 miliar. Kuasa Hukum Permata Hijau Grup dari AALF Legal & Tax Consultans, Marcella Santoso mengatakan, kerugian yang diderita kliennya berasal dari biaya yang sudah dikeluarkan untuk memproduksi minyak goreng sesuai arahan pemerintah, sudah dipenuhinya kewajiban penyediaan dalam negeri atau Domestik Market Obligation (DMO) namun tak diterbitkannya persetujuan ekspor sesuai kuota yang diberikan.
Kerugian serupa juga dialami oleh grup usaha PT Musim Mas. Akibat hal-hal di atas, grup usaha ini mencatatkan kerugian hingga Rp 551,58 miliar.
Begitu juga dengan grup usaha Wilmar yang mencatatkan kerugian sebesar Rp 947,37 miliar imbas berubahnya aturan pemerintah dalam waktu singkat dan membuat kompensasi yang seharusnya ditermia pengusaha karena menjalankan program pemerintah tidak bisa direalisasikan.
"Itu belum termasuk dengan biaya mobilisasi minyak goreng ke Indonesia timur," ujar Marcella yang dikutip, Selasa (17/10/2023).
Baca Juga: Dirjen AHU Minta Pelaku Usaha Bentuk Badan Hukum Formal
Di tengah kerugian yang diderita para pelaku usaha karena menjalankan program pemerintah, sejumlah perusahaan malah menjadi tersangka korupsi terkait kebijakan pengendalian harga minyak goreng.
Adapun 3 perusahaan yang menjadi tersangka adalah Wilmar Group, Permata Hijau Group dan Musim Mas Group.
"Sedihnya kami itu, kami menjalankan program pemerintah, demi merah putih malah dibeginikan," kata Marcella.
Sebelumnya, penetapan 3 perusahaan ini sebagai tersangka juga pernah menjadi perhatian Pengamat kebijakan publik Agus Pambagio.
"Pemerintah membuat aturan tersebut guna mengatasi kelangkaan minyak goreng di mana-mana kan? Dalam situasi itu, pengusaha mungkin juga mau ambil kesempatan untung juga, namanya juga pengusaha. Tapi sudah seharusnya pemerintah memberikan perlindungan dan kepastian hukum bagi pengusaha yang berinvestasi di Indonesia," ujar Agus.
Terpisah, Ketua Umum Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (GAPKI), Eddy Martono menegaskan, peristiwa ini akan jadi catatan serius bagi kalangan usaha bila di kemudian hari ada program lain dari pemerintah yang melibatkan pengusaha swasta.
"Ke depan, perusahaan akan sangat berhati-hati agar masalah ini tidak terjadi lagi. Artinya setiap ada kebijakan seperti yang lalu perusahaan akan melihat dulu dampak ke depan bagi perusahaan tersebut," kata Eddy.