Suara.com - Serangan Israel ke jalur Gaza, Palestina terus berlanjut. Serangan ini tidak akan berhasil tanpa bantuan negara penyuplai senjata dan alutsista Israel. Pasokan senjata yang mendukung militer Israel tersebut berperan dalam tewasnya ratusan warga jalur Gaza.
"Sekitar 300 orang (korban), dua pertiganya adalah warga sipil yang tewas dalam serangan Israel di Gaza pada hari Senin. Itu adalah hari paling mematikan selama bertahun-tahun," demikian dikutip dari BBC pada Rabu, (11/10/2023).
Negara pensuplai senjata ke Palestina adalah Amerika Serikat. Secara terang-terangan, Amerika serikat menegaskan jadi negara penyuplai senjata dan alutsista ke Israel. Melansir AFP, Gedung Putih menerangkan AS telah mengirimkan amunisi dan peralatan militer yang sangat dibutuhkan ke Israel.
Sampai hari ini, militer AS masih meninjau apakah masih ada bantuan senjata tambahan yang bisa memperkuat Israel dalam perang melawan Hamas. Sikap ini sama seperti ketika Amerika juga secara jor-joran mengirimkan persenjataan untuk membantu Ukraina dalam perang melawan Rusia.
Baca Juga: Tuntut Kemerdekaan Palestina, Seribu Massa FPI Geruduk Kedubes AS Siang Ini
Pada Minggu (2/7/2023) lalu, Kementerian Pertahanan Israel mengumumkanakan membeli 25 unit jet tempur F-35 dari Amerika Serikat. Pembelian tersebut akan meningkatkan kapasitas alutsista (alat utama sistem senjata) jet tempur negara tersebut sebesar 50 persen.
Pembelian bernilai $3 miliar itu akan meningkatkan jumlah jet tempur F-35 yang saat ini dimiliki Israel dari 50 menjadi 75. Kesepakatan itu akan diselesaikan dalam beberapa bulan mendatang, ungkap pihak kementerian.
Dikutip dari CNN, AS terus memberikan bantuan kepada Israel sejak tahun 1999. Pada tahun 2020, AS memberikan bantuan sebesar US$3,8 miliar kepada Israel – bagian dari komitmen tahunan jangka panjang yang dibuat di bawah pemerintahan Obama. Hampir seluruh bantuan ini untuk bantuan militer.
Dukungan ini diberikan sebagai bagian dari perjanjian yang ditandatangani oleh mantan presiden Barack Obama pada tahun 2016 untuk paket bantuan militer keseluruhan sebesar $38 miliar selama dekade 2017-2028.
Jumlah ini menunjukkan peningkatan sekitar 6% (disesuaikan dengan inflasi) dibandingkan komitmen belanja pada dekade sebelumnya.
Baca Juga: Punya Hutang Budi ke Palestina, Warga Indonesia Mengutuk Keras Serangan Israel
Menurut laporan Stockholm International Peace Research Institute (SIPRI), Amerika Serikat (AS) memimpin dalam ekspor senjata global dengan pangsa sebesar 37,1% selama periode 2016-2020. Pendapatan negara dari nilai ekspor tersebut mencapai 51,9 miliar SIPRI TIV pada rentang waktu tersebut.
Tiongkok, sebagai pesaing utama AS, juga termasuk dalam lima eksportir senjata terbesar di dunia. Negara yang dipimpin oleh Xi Jinping ini memiliki andil sebesar 5,2% dalam ekspor senjata global. Tiongkok mencatatkan nilai ekspor senjata sekitar 7,2 miliar SIPRI TIV selama periode 2016-2020.
SIPRI menggunakan Trend Indicator Value (TIV) sebagai satuan harga dalam mengukur volume pengiriman senjata dan komponen. TIV didasarkan pada biaya produksi per unit dari kategori senjata inti, dan bertujuan untuk mencerminkan transfer sumber daya militer daripada nilai finansialnya.
Pada tahun 2021, dilaporkan bahwa AS melakukan pengiriman senjata ke 96 negara dan meningkatkan pangsa pasarnya secara global dalam lima tahun terakhir.
Israel juga mencatatkan peningkatan dalam ekspor senjata mereka, meskipun keduanya tergolong sebagai pemain dengan pangsa kecil dalam pasar ekspor senjata.
Pada tahun sebelumnya, menurut laporan dari Kementerian Pertahanan dan Kementerian Luar Negeri AS, negara tersebut berhasil menjual senjata senilai 175 miliar dolar AS, atau sekitar Rp 2.485 triliun (dengan kurs Rp 14.200 per dolar AS), kepada mitra dan sekutu asing sepanjang tahun tersebut. Jumlah ini naik sekitar 2,8% dari tahun 2019.
Peningkatan dalam ekspor senjata juga berdampak positif pada pertumbuhan ekonomi AS selama masa pemerintahan Donald Trump. Lisensi ekspor melalui program penjualan langsung mencapai 124,3 miliar dolar pada tahun tersebut, naik sebesar 114,7 miliar dolar dari tahun 2019.
Juru Bicara Dewan Keamanan Nasional Amerika Serikat, John Kirby mengkonfirmasi pada Senin malam bahwa gelombang pertama bantuan militer setelah serangan kekerasan oleh militan Hamas telah menuju ke Israel.
Pengiriman itu dilakukan ketika Presiden Joe Biden bersiap untuk memberikan pernyataan resmi tentang serangan dari Gedung Putih pada Selasa sore, setelah ia mengkonfirmasi bahwa setidaknya 11 orang Amerika tewas dalam kekerasan selama akhir pekan.
"Kami sepenuhnya berharap akan ada permintaan tambahan untuk bantuan keamanan bagi Israel karena mereka terus mengeluarkan amunisi dalam pertarungan ini," kata Kirby.
Tidak hanya mengirimkan persenjataan, Departemen Pertahanan AS juga mengawasi Iran dan kelompok-kelompok pendukung yang berpihak kepada Palestina.
Israel Serang Warga Sipil
Salah satu warga Palestina bernama Mohammed Abu Al-Kass menceritakan apa yang dialaminya selama serangan Israel itu terjadi. Berdasarkan keterangannya, Israel menarget warga sipil, rumah sampai tokonya habis akibat ledakan bom yang dikirim Israel. "Saya kehilangan segalanya. Apartemen saya, tempat tinggal kelima anak saya, ada di sini, di gedung ini. Toko kelontong saya di bawah gedung hancur," ungkapnya.
BBC memberitakan bahwa pada saat kejadian, anak-anak Palestina menjerit ketakutan hingga mereka tidak bisa tidur. Jeritan anak-anak Palestina diakibatkan oleh bom-bom Israel yang dijatuhkan di Gaza, tepatnya di wilayah penduduk Rimal.
Kontributor : Nadia Lutfiana Mawarni