Suara.com - Dalam Rapat Kerja Nasional (Rakernas) IV PDI Perjuangan (PDIP) yang diadakan di JIExpo Kemayoran, Jakarta, Jumat (29/8/2023) tak hanya diramaikan oleh para kader partai berlambang banteng bermoncong putih itu, tapi juga ribuan petani dan nelayan.
Ketua Umum PDIP, Megawati Soekarnoputri pun mengungkapkan alasannya para ribuan nelayan dan petani itu hadir di Rakernas. Itu disampaikannya dalam pidato politik saat membuka helatan akbra PDIP tersebut.
“Sengaja kami hadirkan perwakilan para petani dan juga nelayan budidaya laut se-Indonesia. Sebab, Rakernas ini menjadi bagian dari kontemplasi ideologis bahwa seluruh dialektika mengapa Indonesia merdeka dan untuk apa Indonesia harus merdeka berangkat dari falsafah tentang sosok petani yang bernama Pak Marhaen,” kata Megawati mengawali ceritanya.
Presiden Kelima RI itu mengungkapkan, banyak orang yang mengkonotasikan Marhaenismr dengan arti yang berbeda. Padahal itu jelas tak sesuai sejarahnya.
“Marhaen itu adalah seorang petani yang ditemui oleh Bung Karno kala dia berjuang di Jawa Barat, terutama di kota Bandung,” tutur Megawati.
Dia pun bercerita bagaimana ayahnya Soekarno atau Bung Karno bercakap dengan Marhaen, dimana dari aktivitas bertani hingga bisa menghasilkan beras dan menjualnya.
“Lalu beliau (Soekarno) bertanya. ‘Apakah dalam kecukupan Bapak, bapak cukup,’ . Iya, tetapi saya tidak bisa memberikan tambahan bagi orang lain. Inilah yang sebenarnya filosofi dari Marhaenisme dan ini yang ingin saya kenalkan ke Pak Presiden, Pak Wakil Presiden, dan kalau mau tahu supaya jangan ada prasangka. Makamnya itu ada silahkan cari di kampung Cipagolo Bandung. Jadi itu bukannya omong kosong, jadi maksud dari Bung Karno mengenalkan Marhaenisme oleh sebab pertanyaannya kepada seorang Bapak Marhaen. Soekarno menginginkan sebenarnya seluruh rakyat Indonesia, petani, nelayan itu menjadi sebuah sokoguru, soko itu kan tiang, guru ya guru. Jadi soko ini memberikan pelajaran bagi kemakmuran bagi seluruh rakyat Indonesia,” sambungnya.
Menurut Megawati, Pak Marhaen itu adalah representasi wong cilik bersama petani, nelayan, serta mereka yang hidup dalam kemiskinan yang menjadi dasar dan tujuan dari perjuangan PDIP.
“Kita harus menjabarkan falsafah pembebasan ini ke dalam konsepsi demokrasi ekonomi, sebab ada kecenderungan pangan hanya dilihat sebagai sistem produksi yang sepertinya sudah berjalan sendiri tanpa panduan,” pungkasnya.
Baca Juga: Diakuinya Sangat Ngeri! Jokowi Diam-diam Bisiki Ganjar soal Ini jika Terpilih Presiden