Intip Poin-poin Baru dalam Aturan Permendag 31/2023

Achmad Fauzi Suara.Com
Jum'at, 29 September 2023 | 09:16 WIB
Intip Poin-poin Baru dalam Aturan Permendag 31/2023
Ilustrasi e-commerce (Pixabay/akashjoshi772)
Follow Suara.com untuk mendapatkan informasi terkini. Klik WhatsApp Channel & Google News

Suara.com - Menteri Perdagangan Zulkifli Hasan (Mendag Zulhas) telah meneken aturan baru soal perdagangan elektronik atau e-commerce. Aturan itu termaktub dalam Peraturan Menteri Perdagangan (Permendag) Nomor 31 Tahun 2023 sebagai revisi dari Permendag 50 Tahun 2020 tentang Ketentuan Perizinan Usaha, Periklanan, Pembinaan, dan Pengawasan Pelaku Usaha dalam Perdagangan Melalui Sistem Elektronik.

Adapun, intisari dari aturan tersebut ialah penegasan pemerintah dilarangnya aktivitas e-commerce yang digabung menjadi satu dengan media sosial atau social commerce.

"Jadi selama ini perkembangan perdagangan platform begitu cepat sehingga ada beberapa yang belum diatur, belum ditata. Nah ini kita tata, kita atur," ujar Zulhas dalam konferensi pers di Kantor Kemendag Jakarta, Rabu (27/9/2023).

Berikut ini adalah poin-poin baru yang tertuang dalam aturan tersebut.

Baca Juga: Masih Diberi Waktu, Ini Jadwal TikTok Shop Resmi Ditutup Pemerintah

Pertama, aturan Permendag 31/2023 lebih mendefinisikan lebih lanjut model bisnis penyelenggaran perdagangan melalui sistem elektronik (PPMSE). Model bisnis yang bisa dilakukan sebagai aktivitas jual-beli secara elektronik yaitu ritel online, lokapasar, iklan baris online, platform pembanding harga, daily deals, dan social-commerce.

Adapun model bisnis social-commerce di sini hanya sebagai fitur penawaran barang atau jasa yang bisa dilakukan oleh pedagang.

Kedua, pemerintah membatasi pembelian barang impor melalui e-commerce dengan harga minimum sebesar USD 100 per unit. Aturan itu tertuang dalam Permendag 31/2023 pasal 19.

Ketiga, pemerintah membuat daftar barang impor yang boleh diperjualbelikan langsung melalui e-commerce.

Keempat, adanya syarat khusus bagi pedagang dari luar negeri, mulai dari bukti legalitas usaha, pemenuhan SNI dan halal, serta pencatuman label berbahasa Indonesia pada produk yang diimpor.

Baca Juga: Beda Klaim Pemerintah dan Tiktok Terkait Izin e-Commerce

Kelima, e-commerce atau social-commerce dilarang sebagai produsen produk yang dijual. Selain itu, e-commerce juga tidak boleh memberikan fasilitas transaksi pembayaran pada sistem elektroniknya.

Keenam, e-commerce berserta afiliasinya dilarang menggunakan data-data konsumen untuk kepentingan bisnis tertentu.

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI