Suara.com - Saham raksasa properti China Evergrande anjlok hampir 24 persen pada hari Senin (25/9/2023) setelah pengembang tersebut mengatakan pihaknya tidak dapat menerbitkan utang baru.
Penyelidikan yang sedang berlangsung terhadap salah satu anak perusahaannya menjadi biang kerok utang baru tersbeut tak bisa diterbitkan.
"Mengingat Hengda Real Estate Group, anak perusahaan utama perusahaan, sedang diselidiki, grup tersebut tidak dapat memenuhi kualifikasi untuk menerbitkan surat utang baru dalam situasi saat ini," kata Evergrande dalam sebuah pernyataan pada Minggu malam dikutip Reuters.
Pada bulan Agustus, Hengda Real Estate mengatakan pihaknya sedang diselidiki oleh regulator sekuritas Tiongkok atas dugaan pelanggaran pengungkapan informasi.
Baca Juga: Awal Pekan, IHSG Diramal Bikin Cuan Para Investor
Perkembangan ini membuka babak baru bagi perusahaan yang paling banyak berhutang di dunia ini hanya seminggu setelah polisi menahan beberapa staf di unit pengelolaan kekayaannya, sehingga membuat sahamnya merosot dan menambah tekanan pada rencana restrukturisasi Evergrande.
Saham Evergrande, yang memiliki kewajiban lebih dari US$300 miliar, turun sebanyak 23,6 persen menjadi HK$0,42, di pasar yang lebih luas turun 0,6 persen.
Awal bulan ini, Evergrande mengatakan pihaknya telah menunda pengambilan keputusan mengenai restrukturisasi utang luar negeri dari September ke bulan depan untuk memberikan lebih banyak waktu bagi pemegang utangnya untuk mempertimbangkan proposalnya.
Evergrande memerlukan persetujuan dari lebih dari 75 persen pemegang masing-masing kelas utang untuk menyetujui rencana tersebut, yang menawarkan kreditor serangkaian opsi untuk menukar utang dengan obligasi baru dan instrumen terkait ekuitas yang didukung oleh sahamnya dan saham Hong Kong-nya.
Pengembang terkemuka seperti Country Garden Holdings terus terhuyung-huyung mendekati default (gagal bayar), sehingga membuat sentimen pembeli rumah tetap tertekan dan mendorong Beijing menerapkan serangkaian tindakan untuk menopang sektor ini dan memacu permintaan properti.
Baca Juga: Di Hadiri Wapres, UMKM RI Laris Manis di China
Krisis di sektor properti, yang menyumbang sekitar seperempat dari perekonomian terbesar kedua di dunia, telah mengguncang pasar global, dan langkah-langkah yang dilakukan oleh Beijing untuk mendukung industri ini tampaknya hanya berdampak kecil sejauh ini.
Pada akhir Agustus, total luas lantai rumah yang tidak terjual mencapai 648 juta meter persegi, menurut data terbaru dari Biro Statistik Nasional (NBS).