Suara.com - Konflik antara pemerintah dan masyarakat lokal dalam pembangunan Rempang Eco-City di Pulau Rempang, Kepulauan Riau tidak bisa dihindarkan. Paling baru, bentrokan terjadi antara warga dan aparat kepolisian Kamis (7/9/2023) akibat penolakan pengembangan kawasan ekonomi dan pariwisata tersebut.
Padahal, pemerintah telah menyiapkan deretan janji kepada masyarakat Rempang yang terdampak proyek dan harus meninggalkan kampung halamannya.
Melansir Antara, Kamis (14/9/2023), Menteri Agraria dan Tata Ruang/Kepala Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN) Hadi Tjahjanto mengatakan pemerintah telah menawarkan untuk mencarikan tempat tinggal baru atau relokasi yang disesuaikan dengan kehidupan masyarakat yakni sebagai nelayan.
Awalnya, lebih dari 50 persen warga sudah setuju. Terlebih pemerintah juga menyiapkan Hak Guna Bangunan (HGB) pada Iahan seluas 500 hektare yang lokasinya dekat dengan laut untuk memudahkan dalam mencari nafkah.
"Dari 500 ha itu akan kami pecah-pecah dan langsung kami berikan 500 meter dan langsung bersertifikat. Di situ pun, kita bangun sarana untuk ibadah, pendidikan dan sarana kesehatan," kata Hadi.
Kementerian ATR/BPN akan menggandeng Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) untuk membangun dermaga bagi para nelayan. Dermaga nantinya bisa digunakan untuk menunjang pekerjaan. Selama fasilitas ini belum tersedia, mereka akan mendapatkan biaya hidup untuk setiap keluarga dan dicarikan tempat tinggal.
Anak-anak di 15 titik di Pulau Rempang akan berpeluang untuk mendapatkan beasiswa ke Tiongkok untuk pelatihan kerja. Pada akhirnya mereka bisa bekerja di pabrik kaca yang rencananya akan didirikan di pulau tersebut.
Sebelumnya, dijelaskan bahwa permasalahan lahan tinggal menjadi pemicu kericuhan di Pulau Rempang. Pasalnya lahan tersebut tidak memiliki Hak Guna Usaha (HGU).
"Jadi, masyarakat yang menempati Pulau Rempang itu tidak ada sertifikat karena memang dulu semuanya ada di bawah otorita Batam," ujar Hadi.
Baca Juga: Komnas HAM Temui Panglima Yudo di Mabes TNI Siang Ini, Bahas Kasus Pulau Rempang
Padahal lahan yang akan dijadikan lokasi Rempang Eco City seluas 17.000 hektare merupakan kawasan hutan dan dari jumlah itu, 600 hektare di antaranya merupakan Hak Pengelolaan Lahan (HPL) dari Badan Pengusahaan (BP) Batam. Pembangunan Rempang Eco-City menjadi bagian dari Proyek Strategis Nasional (PSN) 2023.
Pembangunannya diatur dalam Peraturan Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Nomor 7 Tahun 2023 yang disahkan pada 28 Agustus lalu. Nantinya, kawasan ini akan menjadi pusat industri, perdagangan hingga wisata terintegrasi yang ditujukan untuk mendorong daya saing dengan Singapura dan Malaysia.
Kontributor : Nadia Lutfiana Mawarni