Hasilnya tak mengecewakan. Perlahan tapi pasti, pasar menerima mereka. Dan akhirnya mereka pindah lokasi usaha ke rumah petak seukuran 30m². Jumlah karyawan pun bertambah menjadi 7 orang.
Keberhasilan ini membawa semangat berlipat. Alam pun menggeber bisnisnya lebih kencang. Namun, seiring pasar yang makin meluas, tempat operasional yang ada dirasa sudah tidak memadai.
Tidak lama berselang, mereka pun boyongan ke ruko 3 lantai dan memperkerjakan karyawan hingga 25 orang.
Bila roda bisnis bergulir ke atas, itu tidaklah mengherankan. Sekalipun merintis dari bawah, Alam sejatinya tidak berangkat dari titik nol sama sekali.
Terutama dari sisi etos kerja. Sebab, di balik keberhasilan yang diraihnya, terdapat perjalanan berliku yang dilaluinya, yang menjadi bekalnya sewaktu merintis bisnis.
Sebelum mendirikan Fox Logger, pria kelahiran Jakarta, 8 Desember 1987 itu adalah seorang salesman keliling salah satu distributor GPS di Jakarta. Berteman motor butut, dihantam terik mentari serta diguyur hujan, dia keluar masuk pasar-pasar mobil dan toko-toko suku cadang otomotif di seantero Ibu Kota.
Itulah pekerjaannya sehari-hari yang dilakoninya sejak menginjak usia 20 tahun. Ditolak para pedagang aksesori otomotif adalah makanannya. Namun dengan tekun, seluk beluk dunia ini diselaminya, dan jejaring di kalangan pebisnis pun direntangkannya.
Ketertarikannya terhadap dunia entrepreneurship mendorongnya memberanikan diri melangkah lebih jauh dengan mendirikan perusahaan sendiri.
Berbekal pengalamannya menjadi distributor GPS, dia mengetahui ceruk pasar GPS tracker yang belum disentuh para pemain, kebutuhan user, jejaring pasar, hubungan dengan prinsipal, hingga manajemen stok.
Baca Juga: Fox Logger Gandeng Paper.id Tingkatkan Layanan Pelanggan Melalui E-Invoice dan Pembayaran Digital
“Selama menjadi salesman saya memahami dengan baik lika-liku bisnis ini,” kata Alam.