Suara.com - Industri logistik di Indonesia menghadapi tantangan yang semakin rumit, terutama dalam konteks persaingan yang ketat di sektor ekonomi digital.
Salah satu isu utama yang menjadi pendorong situasi ini adalah dominasi perusahaan asing dalam pangsa pasar logistik Indonesia.
Menurut data Asosiasi Logistik Digital Ekonomi Indonesia (“ALDEI”), beberapa perusahaan besar yang sebagian besar dimiliki oleh entitas asing saat ini menguasai kurang lebih 70% pangsa pasar. Sementara itu, pelaku domestik hanya menguasai kurang lebih 30% sisa pangsa pasar, sehingga memberikan ruang yang terbatas bagi mereka untuk bersaing.
Menanggapi fenomena tersebut, Sekretaris ALDEI Manorsa P. Tambunan menyoroti implikasi dari dominasi asing dalam lanskap industri logistik Indonesia. Salah satu dampak yang mencolok sebagai ancaman nyata adalah persaingan tidak sehat tidak terelakkan dikarenakan pemodal asing memiki modal lebih kuat dan mengarah ke perang harga.
Baca Juga: Jusuf Hamka Soroti Soal Kaya Instan, Warganet Sentil Pengusaha Skincare
“Perubahan signifikan ini mencakup dominasi yang semakin besar dari pemain asing yang merebut pangsa pasar dengan lebih kuat, serta pergeseran struktur pasar menjadi oligopsoni, di mana penentuan mitra logistik tidak lagi tergantung pada preferensi pengguna jasa (pembeli online), tetapi diatur oleh platform e-commerce,” terang Manorsa dalam keterangannya, Senin (4/9/2023).
Manorsa melanjutkan, dalam beberapa tahun terakhir, persaingan harga dalam industri kurir mengindikasikan adanya predatory pricing atau perang harga. Dimensi biaya sangat terkait dengan skala volume dalam industri ini, di mana pemain bermodal besar menerapkan strategi investasi massif untuk membangun kapasitas layanan dan menetapkan harga jual di bawah biaya produksi guna merebut pangsa pasar dan merugikan pelaku domestic.
“Ada dua jenis harga dalam industri ini, yaitu harga gross (published rate) dan harga net (harga diskon antara penjual dan pembeli). Kekurangan mekanisme pemantauan atas harga net, yang seharusnya sesuai dengan ketentuan Permenkominfo No. 1 tahun 2012 yang melarang harga jual di bawah harga pokok produksi, menghambat implementasi peraturan tersebut,“ lanjutnya.
Lebih jauh lagi, kata Manorsa, perang harga ini berdampak negatif pada para kurir. Menurutnya, tekanan harga rendah seringkali mengorbankan upah kurir, dengan perusahaan-perusahaan kurir beralih dari karyawan tetap menjadi mitra. Pasca-pemutusan hubungan kerja, penghasilan mereka tidak lagi dijamin sesuai UMP/UMK. Padahal, industri kurir memiliki jumlah pekerja yang signifikan, bisa mencapai ratusan ribu orang.
Manorsa juga menekankan perlunya kesetaraan peluang dalam persaingan industri logistik. Dalam hal ini, pemerintah sebagai regulator memiliki peran penting untuk menjaga aturan bermain yang adil dalam lingkup bisnis di Indonesia danuntuk mencegah perang harga berlebihan dan melindungi semua pihak yang terlibat, termasuk pengusaha, konsumen dan pekerja di dalam industri ini.
Baca Juga: 2 UMK Unggulan Ikut Indonesia Fair 2023 di Thailand
"Pemerintah sebenarnya telah menetapkan batasan kepemilikan asing maksimal 49% guna melindungi industri dalam negeri sebagaimana tercantum dalam Peraturan Presiden Nomor 49 Tahun 2021 tentang Perubahan Atas Peraturan Presiden Nomor 10 Tahun 2021 tentang Bidang Usaha Penanaman Modal (“Perpres 49/2021”) yang mengatur bahwa bidang usaha aktivitas kurir (KBLI 53201) modal asing maksimal 49%. Namun, kita melihat ada perusahaan kurir terbesar di Indonesia yang akan segera melakukan IPO di luar negeri menyatakan dengan jelas dalam prospektus mereka mengenai kepemilikan asing 100%. Hal seperti ini tentu membutuhkan perhatian serius dari pihak berwenang," pungkasnya.
Manorsa juga khawatir dengan industry logistic yang sekarang sangat dikendalikan asing dan khawatir apabila informasi-informasi yang mereka dapat tidak dijaga degan benar dan disalah gunakan.
Selanjutnya, ALDEI sebagai salah satu mitra Pemerintah, sangat berharap agar Pemerintah melalui kementerian teknis tersebut dapat bertindak lebih tegas dan mengembalikan kedaulatan Perpres 49/2021 dengan menerapkan sanksi terhadap terserbutguna melindungi smua aspek dari industri logistik kedepannya dan dapat memberikan peluang bagi pelaku domestik untuk bersaing dengan sehat.