Suara.com - Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) memiliki luas secara keseluruhan yang mencapai 1.9 juta kilometer persegi. Indonesia disebut sebagai negara kelautan, karena 70% wilayahnya terdiri dari lautan.
Dengan 17.508 pulau yang tersebar dari Sabang sampai Merauke, dari Miangas sampai Pulau Rote, Indonesia perlu memiliki konektivitas yang bisa menghubungkan seluruh wilayah, sehingga memudahkan mobilitas masyarakat dan barang dan menciptakan keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.
Dengan sekitar 17-an ribu pulau dan panjang garis pantainya yang lebih dari 108 ribu kilometer, negeri ini kaya sumber hayati laut, bahkan berpotensi sebagai yang terbesar di dunia. Dengan potensi tersebut, Indonesia layak menjadi poros maritim dunia.
Presiden RI, Joko Widodo (Jokowi) pernah mengungkapkan hal tersebut, tepatnya pada Puncak Peringatan Hari Maritim Nasional 2021.
Baca Juga: Indonesia Sampaikan Keberhasilan Implementasi Inaportnet Dalam Sidang IMO London
“Identitas Indonesia sebagai bangsa maritim harus terus-menerus kita pulihkan dan kita kokohkan. Bukan melalui jargon-jargon kemaritiman semata, tetapi melalui kerja nyata di berbagai bidang,” ujar Jokowi, yang disampaikannya secara virtual, Jakarta, Kamis (23/9/2021).
Adapun kerja nyata yang dimaksud presiden, masyarakat Indonesia harus bekerja keras meningkatkan konektivitas laut, meningkatkan keamanan maritim demi melindungi kepentingan rakyat dan kepentingan nasional.
“Potensi industri pangan yang berbasis laut, seperti perikanan dan hayati laut, potensi pariwisata maritim dengan memanfaatkan kekayaan dan keindahan laut, potensi industri obat dan suplemen kesehatan berbasis kekayaan hayati dan nabati laut, bisa menjadi basis pertumbuhan ekonomi Indonesia yang merata ke seluruh pelosok Nusantara,” tambahnya ketika itu.
Konektivitas Berujung pada Peningkatan Kesejahteraan
Konektivitas bisa diartikan secara bebas sebagai sebuah keterhubungan. Dalam konteksnya dengan NKRI, maka konektivitas berarti menghubungkan antar wilayah, karena Indonesia terdiri dari ribuan pulau.
Baca Juga: Menko Luhut Minta Pengusaha Terapkan Pelabuhan Hijau, Apa Itu?
Upaya yang harus dilakukan Indonesia dalam mewujudkan keterhubungan antar wilayah, seperti yang disampaikan Presiden Jokowi akan berdampak pada beberapa manfaat.
Adapun manfaat yang bisa dinikmati masyarakat dengan adanya keterhubungan, antara lain:
1. Manfaat Sosial
Masyarakat antar pulau lebih mudah bertemu. Dengan konektivitas yang terjamin, maka pertemuan antara masyarakat satu pulau dengan pulau lainnya akan lebih mudah, karena banyaknya transportasi yang tersedia dan lebih murah, karena layanan bersifat massal, sehingga bisa membuka peluang untuk terjadinya kerja sama secara menguntungkan antar masyarakat.
2. Manfaat Ekonomi
Dengan ketersambungan antar wilayah, pengiriman barang dan logistik bisa langsung menuju kota atau wilayah yang diinginkan. Tak lagi harus transit seperti sebelumnya dan harus menunggu penerbangan atau angkutan laut tertentu untuk menuju ke lokasi sasaran. Ketersambungan ini pun membuat harga barang dan logistik menjadi lebih murah, ketika sampai ke tangan masyarakat.
3. Manfaat Peningkatan Layanan Umum
Konektivitas dapat meningkatkan pelayanan umum, terutama bagi masyarakat yang tinggal di daerah. Hal ini terkait pasokan air bersih, aliran listrik, kantor-kantor layanan masyarakat, pusat-pusat kesehatan, pendidikan, bahkan hingga lokasi tempat kerja yang bisa lebih mudah dijangkau.
4. Manfaat Pembangunan Lebih Merata
Pembangunan sarana dan prasana juga akan lebih cepat, karena transportasi lebih mudah menuju lokasi yang dimaksud. Masyarakat pun lebih sejahtera, karena bisa menikmati kualitas hidup terbaik, yang merupakan hak asasi manusia.
Peran Serta Pelindo
Untuk mewujudkan konektivitas, seperti yang pernah disampaikan Presiden Jokowi, PT Pelabuhan Indonesia (Persero)/Pelindo agresif melebarkan area layanannya di sejumlah wilayah Indonesia, bekerja sama dengan sejumlah pelabuhan dan merealisasikan sejumlah ekspansi.
Hal ini bermula dari Merger Pelindo, yang terjadi pada 1 Oktober 2021. Sesuai dengan Akta Penggabungan 4 Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Layanan Jasa Pelabuhan, maka 4 BUMN yang dimaksud, sejak 1 Oktober 2021 berada di bawah bendera Pelindo.
Keempat BUMN itu adalah PT Pelabuhan Indonesia I, PT Pelabuhan Indonesia III, dan PT Pelabuhan Indonesia IV, yang melebur ke dalam Perusahaan Perseroan (Persero) PT Pelabuhan Indonesia II, sehingga kemudian munculah hasil penggabungan tersebut menjadi PT Pelabuhan Indonesia (Persero)/Pelindo.
PT Indonesia Kendaraan Terminal Tbk (IPCC Terminal Kendaraan), sebelumnya merupakan anak usaha dari Pelindo 2, yang kini berada di bawah Sub-Holding PT Pelindo Multi Terminal (SPMT) dan PT Pelabuhan Tanjung Priok (PTP Nonpetikemas). Sebelum penggabungan, wilayah operasi IPCC hanya di sekitar Tanjung Priok, namun kini diperluas hingga ke sejumlah wilayah Indonesia.
Kini IPCC juga mengoperasikan terminal pelabuhan lain yang disebut sebagai Terminal Satelit. Berarti selain Tanjung Priok, IPCC mengoperasikan juga antara lain, Terminal Panjang-Lampung, Terminal Pontianak, Terminal Belawan-Medan, dan Terminal Makasar.
Ekspansi ini patut diacungi jempol, karena bakal menjadi salah satu cara mencapai tujuan konektivitas maritim. Langkah demi langkah dipastikan akan dilakukan, demi terwujudnya ketersinambungan antar wilayah untuk keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.