Jalan Terjal Gapai Akses Sumber Kehidupan dengan Energi Bersih

M Nurhadi Suara.Com
Kamis, 31 Agustus 2023 | 23:18 WIB
Jalan Terjal Gapai Akses Sumber Kehidupan dengan Energi Bersih
Instalasi PLTS Serut [Dokumen Pribadi]
Follow Suara.com untuk mendapatkan informasi terkini. Klik WhatsApp Channel & Google News

Suara.com - Kendala infrastruktur dan akses terbatas jadi dua faktor kunci penyebab rendahnya akses listrik di beberapa wilayah di Indonesia.

Hal inilah yang terjadi di Serut, sebuah desa yang berada di wilayah Gunungkidul, DI Yogyakarta. Dengan sulitnya akses, ditambah keterbatasan listrik yang didapatkan melalui PLN membuat warga setempat seringkali kesulitan untuk memenuhi kebutuhan dasar hidup mereka.

Bukan hanya perkara penerangan atau fasilitas lain yang bisa didapatkan dengan energi listrik. Untuk mendapatkan akses air bersih saja mereka kesulitan.

Penduduk sering mengalami kesulitan mendapatkan air bersih selama musim kemarau. Mayoritas dari mereka tinggal di daerah perbukitan, yang memaksa mereka turun ke lembah untuk mencari air.

Baca Juga: Kampus di Sumsel Ini Kenalkan Energi Bersih Bersumber Dari Tenaga Surya

Untuk mengatasi masalah ini, masyarakat membentuk Kelompok Keswadayaan Masyarakat (KKM) Tirta Abadi Jaya. Mereka mengelola beberapa sumber air bersih dengan membuat sumur bor dan mengalirkannya ke rumah-rumah warga.

Sejatinya, akses listrik memang sudah ditawarkan oleh PLN guna memudahkan warga desa untuk mendapatkan akses air bersih. Sayangnya, biaya yang mencapai jutaan rupiah tiap bulan memberatkan mereka.

Biaya listrik untuk mengoperasikan pompa air menjadi mahal dan tidak stabil, terutama saat terjadi pemadaman listrik akibat cuaca buruk seperti hujan dan angin kencang. Kondisi ini mengakibatkan pompa air tidak dapat berfungsi saat listrik padam, yang berdampak pada ketersediaan air bagi masyarakat. Selain itu, fluktuasi daya listrik juga dapat merusak pompa air, sehingga biaya listrik tinggi diperlukan karena pompa harus tetap aktif.

"Akses listrik memang ada. Namun, karena faktor geografis, sewaktu-waktu kerapkali mati listrik ," ucap Umi, periset yang mencetuskan ide energi bersih di lokasi terkait saat berbincang dengan redaksi Suara.com pada Sabtu (26/8/2023) lalu.

Umi dengan latar belakang PLTS Serut 2 [Dokumen Pribadi]
Umi dengan latar belakang PLTS Serut 2 [Dokumen Pribadi]

Hal inilah yang kemudian menjadi alasan Umi Salamah termotivasi untuk membantu menyediakan sumber listrik di daerah terpencil itu.

Baca Juga: Bus Macet di Tengah Hutan Paliyan Usai dari Indrayanti, Mahasiswi Politeknik Bandung Kesurupan

Bersama tim dan warga setempat, Umi yang merupakan dosen dari UAD Yogyakarta itu menawarkan solusi energi bersih berupa panel surya guna mendukung kemudahan akses air bersih untuk warga desa.

Energi surya memang memiliki banyak keunggulan, termasuk ketersediaan sinar matahari yang melimpah, keterandalan tanpa perlu infrastruktur rumit, bersifat bersih dan berkelanjutan, serta berpotensi mendukung perkembangan ekonomi lokal.

Namun, ide itu tidak semudah angan-angan. Ada tantangan serius terkait proyek yang ia harapkan membantu warga itu.

"Sejatinya, kami sudah menyasar desa ini sejak tahun 2016 silam. Saat itu kami usahakan mandiri energi berupa PLTS skala kecil hanya untuk masjid," ungkap sosok perempuan penerima apresiasi SATU Indonesia Awards Tingkat Provinsi 2022 itu.

Dusun Rejosari jadi titik awal perjalanan Umi bersama tim dan warga desa untuk mengembangkan sebuah desa mandiri energi yang berdaya.

"Masyarakat sendiri sudah berusaha secara mandiri untuk mencari pendanaan dari berbagai pihak untuk mendukung program sumur bor di wilayah ini," kata Umi.

Sayangnya, usaha ini terkendala karakter tanah di wilayah Serut yang sulit menemukan sumber air. Sehingga, untuk sumur bor saja membutuhkan kedalaman hingga ratusan meter guna memastikan sumbernya.

Dengan kondisi ini, kata dia, membutuhkan energi listrik yang sangat besar. "Tiap bulan bahkan butuh uang hingga Rp2juta pulsa listrik hanya untuk memenuhi kebutuhan air," ungkap Umi.

Dua pompa di wilayah itu digunakan untuk memenuhi kebutuhan air bersih lebih dari 200 kepala keluarga.

Setelah melihat situasi tersebut, Umi dan timnya memutuskan untuk mengadopsi teknologi Pembangkit Listrik Tenaga Surya (PLTS) untuk menyediakan air bersih dengan harga yang terjangkau.

Umi bersama tim dan perwakilan dari warga setempat dan pemerintah berfoto dengan latar PLTS Serut [Dokumen Pribadi]
Umi bersama tim dan perwakilan dari warga setempat dan pemerintah berfoto dengan latar PLTS Serut [Dokumen Pribadi]

"Dari sini kita pasang PLTS dengan daya 5000 Wp. Dengan harapan bisa digunakan untuk dua pompa," kata Umi.

Gayung bersambut, Serut yang sebelumnya sama sekali tidak pernah tersentuh oleh pemerintah kemudian mendapatkan perhatian Pemkab dan diresmikan menjadi desa mitra.

Panel surya yang menjadi 'jantung' dari pemenuhan kebutuhan air bersih di wilayah itu saat ini terus berkembang hingga mampu melakukan instalasi Internet of Things (IoT) pada tempat penyimpanan air utama, mengembangkan bisnis air minum kemasan, dan memberikan pelatihan untuk mengelola teknologi ini.

Keberhasilan penerapan teknologi baru ini mendapatkan sambutan baik dari masyarakat dan pemerintah setempat, sehingga program ini berjalan dengan lancar.

Saat ini, PLTS telah beroperasi di sumur yang melayani puluhan keluarga dan berhasil menghemat biaya listrik hingga Rp600.000 per bulan. Selain itu, kehadiran PLTS juga meningkatkan kesadaran masyarakat tentang teknologi tepat guna dan energi baru dan terbarukan (EBT).

Dengan akses listrik yang lebih terjangkau, masyarakat Desa Serut kini dapat dengan mudah mengakses air bersih, bahkan selama musim kemarau. Mereka juga mendapatkan perhatian dari pemerintah daerah, yang membantu meningkatkan kesejahteraan masyarakat setempat.

Namun, sekali lagi, masih ada banyak hal yang harus diperbaiki meski kini masyarakat setempat sudah mempu memproduk energi bersih sendiri guna memenuhi kebutuhan air.

"Faktor kunci dari semua pengembangan ini adalah masyarakat alias SDM-nya. Jika mereka memang mau terus berkembang dan belajar, bukan tidak mungkin panel surya ini hanya satu langkah kecil untuk masa depan yang lebih besar," ungkap Umi.

Sebaliknya, jika masyarakat memutuskan untuk puas dengan produksi energi bersih yang sudah tersedia saat ini. Maka, tidak ada masa depan yang lebih baik dari masa kini. Meski, masa kini memang sudah lebih jauh dibanding sebelumnya karena adanya PLTS.

"Inovasi tiada henti adalah kunci agar bisa mewujudkan kemandirian sepenuhnya. panel surya kan juga punya umur. Apakah ketika sudah mencapai umurnya dan diganti, kemudia warga berhenti begitu saja? Nah, SDM lah kuncinya. Sehingga, ketika mereka mau terus berbenah, mereka pasti menemukan solusi energi di tengah keterbatasan tanpa harus menunggu bantuan pihak lain," pungkas Umi.

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI