Hadapi EUDR, BPDPKS Dukung Perbaikan Tata Kelola Sawit

Iwan Supriyatna Suara.Com
Jum'at, 25 Agustus 2023 | 10:05 WIB
Hadapi EUDR, BPDPKS Dukung Perbaikan Tata Kelola Sawit
Tandan kelapa sawit, salah satu hasil perkebunan di Kaltim. [ANTARA]
Follow Suara.com untuk mendapatkan informasi terkini. Klik WhatsApp Channel & Google News

Suara.com - Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit mendukung upaya perbaikan tata kelola kelapa sawit Indonesia dalam menghadapi EUDR. Hal ini terungkap dalam International Dialogue Palm Oil vd EUDR, Let’s talk ‘EUDR with Special Attention to Palm Oil” yang diselenggarakan Media Perkebunan dan BPDPKS.

Jean Marc Roda (CIRAD Regional Director for South Asian Island Country) menyampaikan 6 pesan yaitu permintaan minyak nabati dunia akan semakin meningkat, termasuk minyak sawit. Permintaan 27 negara anggota EU juga akan ikut naik, khusunya kelapa sawit.

Ke 27 negara anggota EU sangat memperhatikan faktor ekonomi dari tanaman penghasil minyak nabati yaitu yang dihasilkan oleh anggota EU, yang dihasilkan negara Eropa lain bukan anggoa EU dan Afrika.

Di Indonesia sendiri kunci memahami kelapa sawit adalah dengan melihat dari peraturan tentang lahan. Ada dua hukum lahan di Indonesia, satu dibawah UU Agraria.untuk areal pertanian dan satu dibawah UU Kehutanan untuk kawasan hutan.

Baca Juga: Berharap Sepetak Tanah di Usia Senja, Satuni Doakan Petinggi PT SIMP Terketuk Hatinya

Bagi Indonesia tahap selanjutnya yang harus dilakukan adalah bagaimana supaya petani swadaya bisa beradaptasi dengan pasar internasional. Hati-hati juga dengan analisis pengindraan jauh, hasilnya masih banyak yang multi tafsir, erornya masih tinggi dan itu akan sangat berpengaruh sekali terhadap penggunaan lahan . Bisa saja semak belukar ditafsirkan hutan dan ketika diubah jadi kelapa sawit maka termasuk deforestasi.

“Bagi saya tantangan utama sustainabilility kelapa sawit bukanlah deforestasi tetapi pada rantai pasoknya. Hambatan EUDR merupakan kesempatan untuk hilirisasi menghasilkan nilai tambah tinggi di dalam negeri,” katanya ditulis Jumat (25/8/2023).

Sekjen SPKS (Serikat Petani Kelapa Sawit) Mansuetus Darto menyatakan dari sisi petani, khususnya anggota SPKS, sama sekali tidak ada masalah. Praktek-praktek yang sudah dilakukan SPKS menunjukkan bahwa petani mampu memenuhi EUDR asal ada dukungan dari pemerintah dan swasta melalui kebijakan dan kemitraan yang adil bagi petani dan masyarakat lokal.

Data petani kelapa sawit, saat ini SPKS sudah melakukan pemetaan dan punya 21.000 polygon. Hasil perbicangan dengan berbagai organisasi, total sudah ada 110.000 polygon. Butuh nasional tracebility sistem untuk mengumpulkan data sawit rakyat nasional.

Kebijakan EUDR dibandingkan dengan regulasi Indonesia, terkait dengan petani juga banyak yang sama. Masalahnya apakah regulasi itu sudah dilaksanakan atau belum. Perlu ada aksi di lapangan melaksanakan semua regulasi itu. Contohnya kebijakan fair price UE sama dengan Permentan 1 tahun 2018 yang menyatakan PKS membeli TBS dari kelembagaan petani. Masalahnya di lapangan ini belum dilaksanakan.

Baca Juga: Luhut Tiba-tiba Jengkel ke 700 Perusahaan Sawit di RI

Perlu mempertimbangkan argumentasi menolak EUDR, seperti pengakuan yang terbuka bahwa Indonesia berencana dan ingin melanjutkan deforestasi, tidak memberdayakan petani kecil tidak memberikan harga yang adil bagi petani kecil.

Prayudi Syamsuri, Direktur Pengolahan dan Pemasaran Hasil Perkebunan, Ditjen Perkebunan, Kementerian Pertanian menyatakan sebagai kementerian yang tugas pokok dan fungsinya pembinaan di hulu, posisinya terhadap EUDR bukan menerima atau menolak, tetapi intropeksi diri apakah sudah mempersiapkan pekebun untuk siap tracebility.

“Tinggal masalah waktu saja. Posisi Kementan sekarang adalah membangun kelapa sawit berkelanjutan dan meningkatkan keberterimaan minyak sawit di pasar dunia sehingga industri ini di dalam negeri tidak terganggu. EUDR adalah wake up call untuk memperbaiki tata kelola sawit di dalam negeri,” katanya.

Untuk tracebility, Ditjenbun sudah menyiapkan Block Chain Indonesia Plantation Database. Untuk petani ada e STDB dan perusahaan melalui Siperibun. Semua TBS yang masuk ke PKS dibuat barcodenya sehingga untuk proses selanjutnya bisa ditraceblility.

"Barcode ni diupayakan masuk dalam Indonesia National Single Window untuk eksportir, downstream industry dan renewable industry. Sampai produk akhirnya bisa ditelusuri dari mana asalnya sampi tingkat kebun,” katanya.

Dirjenbun sudah mengajukan pembiayaan untuk membuat geomap petani ini. “Kita juga tawarkan ke UE untuk menggunakan block chain kami dalam tracebility. Mereka tidak perlu membuat sistem baru, pergunakan saja sistem kami. Tidak semua data terbuka, yang bersifat rahasia akan tetap rahasia. Kami hanya buktikan bisa dipercaya lewat sertifikasi ,” katanya.

Achmad Maulizal Sutawijaya, Kepala Divisi Perusahaan BPDPKS menyatakan kelapa sawit terus mendorong PDB perkebunan positif sehinggaPDB Indonesia triwulan 1 tumbuh 5,03%.

Kelapa sawit produktivitas lahannya jauh lebih tinggi dibanding minyak nabati lain. Setiap tahun demand minyak sawit dunia tumbuh 8,5 juta MT sedang supply 8,2 juta MT, minyak sawit penuhi 42% supply minyak nabati dunia.

Tantangan produktivitas rendah padahal produsen nomor satu dudunia sehingga ada kampanye hitam seolah-olah melakukan deforestasi. Mengatasinya adalah menjadi world class plantation operation toward industry 4.0, memanfaatkan teknologi untuk operasional kebun.

Tantangan lainnya adalah inefisiensi usaha kebun sawit rakyat tandan kosong dan cangkang tidak dihitung, rendemen 14-25% yang dihitung, masih ada potensi pendapatan petani swadaya yang belum dihitung juga panjanganya rantai pasok. Potensi disampaikan ke UE pengembangan sawit bukan lagi perluasan tetapi perbaikan rantai pasok , perbaikan GAP.

Tanpa ada program biodiesel tidak ada keseimbangan supply demand dari produksi petani. Program ini sudah menyerap banyak CPO dan menjaga harga TBS perani. Program BPDPKS integrasi hulu hilir yaitu perbaikan kesejahteraan petani, stabilisasi harga CPO, memperkuat industri hilir.

Yanto Santoso, Profesor dari Divisi Bioprospeksi dan Pemanfaatan Lestari Hidupan Liar Dept Konservasi Sumberdaya Hutan dan Ekowisata , Fakultas Kehutanan dan Lingkungan IPB University menyatakan analisis perbandingan ekonomi dan sosial, sawit lebih unggul dibandng HTI dalam menopang ekonomi rumah tangga petani,penerimaan devisa dan penyerapan tenaga kerja.

HTI lebiih unggul dalam penerimaan PNBP, sedang sawit dalam PBB. Dampak sosial sawit dan HTI sulit dibandingkan.

Terhadap sudut profitabilitas perunit lahan, perkebunan kelapa sawit intensif memberikan opsi penggunaan lahan terbaik baik petani. Pengembalian ekonomi yang rendah, kepemlikan lahan yang kecil, struktur pasar dan rantai pasok yang kurang baik pada hutan tanaman membuat masyarakat kurang berminat.

Kajian di Sumsel, Riau, Sumut, Kalteng, Kalbar, Sulbar menunjukkan sebelum ditanam kelapa sawit 54,93% merupakan APL, 37,25% tanaman perkebunan lain, 4,25% lahan pertanian. Hanya 1,35% yang berasal dari kawasan hutan.

Satu tahun sebelum ditanam kelapa sawit 24,48% merupakan semak-semak, 24,68% lahan terbuka, 12,93% kebun karet, 6,42% kebun kelapa sawit, 2,19% tanaman perkebunan lain.

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI