Suara.com - Potensi rumput laut Indonesia sangat besar dan memiliki nilai yang tinggi. Merujuk data Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP), volume produksi rumput laut di NTT hingga tahun 2020 mencapai lebih dari 2,1 juta ton atau sekitar 22,45% dari total produksi rumput laut di Indonesia.
Memanfaatkan hal itu, CEO Logice Indonesia, Dwi Andika Irawan mengatakan, potensi kelautan tersebut sangatlah besar sehingga membutuhkan unit pendukung yang komprehensif dalam memastikan kesegaran rumput laut agar terus terjaga.
"Diperlukan solusi digital yang bisa melacak, memonitor, mengelola pengiriman, penyimpanan, serta pemproses komoditas yang menyeluruh," ujarnya yang dikutip, Rabu (23/8/2023).
Chief Digital Ecommerce Fintech Sharing Vision Indonesia/Vice President Startup Bandung, Nur Islami Javad mengatakan, keterlacakan dalam bisnis hasil laut dapat memastikan kualitas pengiriman sekaligus meningkatkan nilai tambah terutama bagi pembeli skema ekspor.
Baca Juga: Rambah Bisnis Shipyard dan Petrokimia, Ini Prospek Emiten SBMA
Berangkat dari hal tersebut, guna mempercepat digitalisasi yang ekonomis dan inklusif, PT Telkom Indonesia (Persero) Tbk (Telkom) melalui Agree sebagai platform agrobisnis yang berada di bawah payung Leap Telkom Digital, berupaya mendigitalisasikan pelaku budi daya rumput laut di NTT.
Salah satunya melalui kerja sama antara Agree dengan Organisasi Perburuhan Internasional atau International Labour Organization (ILO) dalam mengimplementasikan teknologi digital bagi ekosistem rantai nilai rumput laut di wilayah Sumba Timur, NTT.
PT Algae Sumba Timur Lestari (ASTIL), mitra ILO sekaligus BUMD milik Pemerintah Kabupaten Sumba Timur, memanfaatkan layanan Agree Traceability Hulu-Hilir sebagai upaya digitalisasi rantai pasok rumput lautnya.
Teknologi digital yang diberikan oleh Agree memberikan kemudahan melacak asal dan perjalanan suatu produk dari sumber hingga tujuan akhir. Agree Traceability membantu dalam memantau dan mencatat setiap tahapan budi daya rumput laut dari hulu hingga ke hilir, seperti pemeliharaan, pengolahan, dan distribusi produk.
Head of Center for Entrepreneurship, Tourism, Information and Strategy (Centris), Pasca Sarjana Universitas Sahid, Algooth Putranto menjelaskan, penggunaan platform Agree memungkinkan taraf pengetahuan dan kualitas nelayan naik kelas secara cepat. Sebab, aplikasi membuka peluang saling terhubungnya antar nelayan, nelayan dengan regulator, hingga nelayan dengan pembeli.
Baca Juga: TNI AD Dicatut dalam Bisnis Senjata Api Ilegal, Ada yang Dijual ke Teroris
"Komunikasi yang terjadi pun tidak terjeda dan semakin transparan, efisien, akurat dan terotomasi. Keberanian Telkom turun ke kelompok nelayan membuat sistem pengelolaan manual yang terbatas dan sangat rentan terhadap kebocoran data dan keuangan karena faktor manusia menjadi teratasi," imbuh dia.
Menurut dia, tantangan terbesarnya adalah konsistensi. Semisal konsistensi nelayan mengadopsi teknologi ini. Telkom pun harus terus konsisten dalam melakukan eksplorasi mengenai kebutuhan-kebutuhan nelayan lainnya dengan memanfaatkan teknologi.
"Jika konsistensi ini bisa dilewati, saya optimistis nelayan NTT akan sejajar nelayan-nelayan di Thailand, Taiwan, Jepang, hingga Eropa dan Amerika yang melek teknologi," sambungnya.