Suara.com - Kepala Departemen Pengelolaan Uang Bank Indonesia (BI) Marlison Hakim menilai masyarakat Indonesia hanya menganggap remeh keberadaan uang logam. Bahkan, uang logam sering tak dianggap sebagai alat tukar.
Dirinya pun makin sedih, ketika melihat uang kembalian yang harus mendapat uang logam diganti menjadi permen.
"Kita sering dapat logam kita simpen di dashboard laci dan sebagai macam. Ini kita ubah masyarakat 'yok logam ini alat transaksi kita'. Termasuk ada toko yang mengembalikan dengan permen itu masyarakat berhak menolak karena itu kembaliannya harus uang. Kalau kembaliannya permen bisa dong saya bayar dengan permen," ujarnya di Istora Senayan, Jakarta, Jumat (18/8/2023).
Padahal, tutur Marlison, uang logam sangat berarti bagi masyarakat di pinggiran kota-kota besar. Masyarakat di wilayah itu masih menggunakan uang logam sebagai alat pembayaran.
Baca Juga: Uang Rupiah Tahun Emisi 2022 Tak Bisa Dipalsukan, Begini Penjelasan BI
"Kita di kota besar merasa logam enggak perlu lagi tapi kalau di masyarakat pinggiran itu logam sangat berarti, Rp 500 sangat berarti, Rp 100 berarti," jelas dia.
Marlison menegaskan uang logam itu sangat penting, maka dari itu dirinya meminta agar masyarakat juga peduli keberadaan uang loga,
"Jadi kita ingin mengubah masyarakat di mana masyarakat menganggap logam itu seperti yang kecil, tidak berarti, atau sebagian masyarakat anggap logam itu bukan alat tukar lagi karena nilainya kecil. Yang ingin kita sampaikan, lihatlah uang kertas dan logam itu sebagai mata uang. Jangan lihat nilainya, Rp 100.000 kalau tidak ada Rp 100 itu Rp 99.900," pungkas dia.