Curhat Parjiyem dan Peran Senyap LPS dalam Perbankan

Kamis, 17 Agustus 2023 | 08:56 WIB
Curhat Parjiyem dan Peran Senyap LPS dalam Perbankan
Ilustrasi Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) [Suara.com/Ema]
Follow Suara.com untuk mendapatkan informasi terkini. Klik WhatsApp Channel & Google News

Suara.com - “Kepercayaan terhadap bank adalah faktor utama saya memilih untuk mengajukan pinjaman modal mengembangkan usaha pada 2016 silam,” ungkap Parjiyem, sosok di balik Usaha Mikro Kecil Menengah (UMKM) Sinar Sawah.

Parjiyem, begitu nama Perempuan asal Sidoagung, Godean, Sleman, DIY, tersebut karib disapa. Dia merupakan satu dari sekian pelaku UMKM yang merasakan buah manis dari kepercayaan yang mereka sematkan kepada perbankan.

Usahanya memang tidak semulus jalan tol. Jatuh bangun serta jungkir balik, Parjiyem mengembangkan usaha warisan dari sang nenek. Nggak cuma itu, Parjiyem pun sempat merasakan pahitnya jeratan setan kredit dari rentenir keliling yang gentayangan menjajakan ‘dagangan’ mereka.

Tak pelak, kepahitan tersebut membuat tingkat kepercayaannya terhadap bank ambruk seketika. Parjiyem bahkan mengakui, untuk menyimpan uang di bank saja kerapkali ia ragu. Apalagi, untuk mengajukan pinjaman.

Baca Juga: Ada UMKM Produksi Susu Berasal dari Ikan, Gimana Rasanya?

“Khawatir, mas. Terus terang, karena pendidikan rendah, jadi waktu itu takut untuk berurusan dengan bank. Tidak hanya saya, tapi juga banyak teman-teman saya,” ungkap Parjiyem saat ditemui Redaksi Suara.com pada Jumat 16 Juni 2023 lalu.

Parjiyem bersama dengan seorang rekan usahanya memamerkan produk Sinar Sawah di Bazaar UMKM BRILian di Kantor BRI Cik di Tiro Yogyakarta, pada Jumat (16/6/2023) [Suara.com/Hadi]
Parjiyem bersama dengan seorang rekan usahanya saat menghadiri pameran UMKM di Jalan Cik di Tiro, Kota Yogyakarta pada Jumat (16/6/2023) [Suara.com/Hadi]

Sementara Parjiyem bimbang datang ke bank, mata rentenir mendelik dari bilik meja mereka. Menantikan saat yang tepat untuk menerkam, Parjiyem dan belasan pengusaha kecil lainnya agar mau menjaminkan aset mereka sebagai agunan pinjaman dengan embel-embel cair secepat kilat.

"Bunganya tinggi, mereka selalu menawarkan 'modal' ke kami," imbuh dia.

Peran LPS

Parjiyem adalah bukti bahwa kepercayaan masyarakat terhadap bank atau lembaga negara yang menjamin uang mereka adalah hal yang sulit tergapai, tanpa program yang merata dan tepat sasaran.

Baca Juga: Mahasiswa dan Alumni Unri Didorong Jadi Wirausahawan

Hal inilah yang menjadi alasan pentingnya keberadaan Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) yang dikukuhkan melalui Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2004 tentang LPS.

Jika ada yang bilang bahwa tugas LPS sangat menjemukan, mereka adalah kaum yang belum pernah mengalami kehilangan aset atau bahkan nyawa orang tersayang karena tersandung masalah keuangan.

Sementara, dengan adanya LPS, kasus berat seperti bank gagal sekalipun, bisa ditangani melalui penyelesaian yang dirumuskan secara tepat sehingga tidak berdampak signifikan secara sistemik.

Ibarat kata, LPS adalah ahli forensik dengan insting mengintai misteri tersembunyi dari jenazah yang membisu. Melalui otopsi, kebenaran terkuak dari sunyi.

Jenazah itu diibaratkan sebagai bank gagal, yang terbujur kaku dan tidak mungkin bangkit lagi. Sementara, di luar sana, jutaan kepala menunggu hasil analisis dari sang ahli forensik demi titik terang uang yang mereka simpan.

“Peran LPS itu ibarat mengotopsi jenazah. Kita membedah, kita mencari penyakit, dan kita menyarankan obatnya. Dari situ, kita laporkan ke Otoritas Jasa Keuangan. Seperti itulah koordinasi antara LPS dan OJK,” ujar Sekretaris Lembaga LPS, Dimas Yuliharto, dalam media workshop di Yogyakarta, 4 Agustus 2023 kemarin.

Sebagai sosok yang melindungi harta nasabah, LPS diberikan kuasa mengamankan nilai simpanan hingga tak lebih dari Rp2 miliar bagi tiap-tiap nasabah, serta menentukan nilai suku bunga jaminan. Uraian mengenai nilai bunga, yang biasa ditetapkan tiap bulan, merujuk pada rata-rata nilai bunga dari 10 bank terkemuka yang dilihat sebagai tumpuan pasaran, meski nilai suku bunga pokok tetap berasal dari Bank Indonesia.

Ditambah dengan keberadaan Undang-undang Pengembangan dan Penguatan Sektor Keuangan (UU P2SK), sektor keuangan di indonesia memiliki peluru baru yang mereformasi regulasi sehingga menjadi lebih berkembang, inklusif dan stabil.

Dalam data yang dikutip dari Bank Indonesia, OJK, BPJS TK, Asabri, Taspen, CEIC dan GFDD pada 2017 hingga 2021, kedalaman subsektor keuangan Indonesia relatif lebih dangkal dibandingkan negara Asean-5 lainnya, seperti malaysia, Singapura, Filipina dan Thailand.

Sektor keuangan yang dimaksud meliputi aset bank, kapitalisasi pasar modal, asuransi hingga dana pensiun, didominasi mengandalkan pendanaan jangka pendek. Saat yang bersamaan, sektor perbankan masih mendominasi pembiayaan proyek pembangunan yang seharusnya membutuhkan sumber pendanaan jangka panjang.

Data Kedalaman Subsektor Keuangan antara Indonesia dengan negara lain di ASEAN-5 dalam persen [Sumber: Bank Indonesia, OJK, BPJS TK, Asabri, Taspen, CEIC dan GFDD pada 2017 hingga 2021]
Data Kedalaman Subsektor Keuangan antara Indonesia dengan negara lain di ASEAN-5 dalam persen [Sumber: Bank Indonesia, OJK, BPJS TK, Asabri, Taspen, CEIC dan GFDD pada 2017 hingga 2021]

Kondisi tersebut menunjukkan bahwa kemampuan penghimpunan dana sektor keuangan di Indonesia masih relatif rendah dan IKNB sebagai sumber pendanaan jangka panjang hingga kini juga belum menemukan peran penting di sektor keuangan. Kabar baiknya, potensi pendalaman dari sektor terkait masih memiliki peluang yang sangat besar.

Seperti kasus yang dialami Parjiyem. Rendahnya literasi keuangan ditambah sulitnya akses ke jasa keuangan yang kredibel masih menjadi salah satu masalah di sektor keuangan dalam negeri.

Hal tersebut diamini oleh Dimas Yuliharto. Dia menjelaskan mengenai tantangan di sektor keuangan saat ini, antara lain, rendahnya literasi keuangan dan ketimpangan akses ke jasa keuangan yang dapat dijangkau seluruh lapisan masyarakat, terlebih di tengah disrupsi teknologi yang kian masif.

Selain itu, biaya tinggi, keterbatasan instrumen keuangan, stabilitas sistem keuangan dan rendahnya kepercayaan investor serta konsumen juga menjadi masalah tersendiri.

“Maka diperlukan upaya terus menerus untuk meningkatkan literasi dan akses ke jasa keuangan, oleh karenanya kami sangat mengapresiasi insan media yang terus mendukung untuk meningkatkan literasi keuangan di masyarakat,” ujar Dimas Yuliharto.

Perlu adanya penguatan sektor keuangan agar kepercayaan terhadapnya terus menguat seiring waktu. Bukan lagi mimpi, harapan ini bisa digapai jika akses menuju jasa keuangan dan sumber pembiayaan jangka panjang semakin mudah, adanya instrumen pasti terkait mitigasi risiko, serta mampu memicu daya saing yang sehat.

‘Peluru’ Baru LPS

UU P2SK yang ditetapkan sejak awal tahun ini mengubah peraturan terkait LPS seperti kelembagaan dan wewenang, penjaminan bank, penjaminan polis dan penempatan dana yang diatur melalui UU Nomor 9 tahun 2016 tentang penanganan krisis sistem keuangan dan UU nomor 24 tahun 2024 tentang LPS.

Seiring perjalanan LPS, didukung dengan UU P2SK dengan metode omnibus law, mandat LPS tidak hanya menjamin simpanan dan resolusi bank saja tapi juga merambah penjaminan polis asuransi.

Jika dirincikan, bermula pada 2005, ketika UU membuat LPS memiliki tugas untuk menjamin simpanan dan resolusi masalah pada bank. Mandat ini semakin luas ketika UU PPKSK dan UU No 2 tahun 2020 ditetapkan. LPS kala itu memiliki tambahan tanggung jawab untuk melaksanakan PRP dan P&A dan BB dalam resolusi perbankan.

Kemudian pada tahun ini, disempurnakan dengan tambahan mandat berupa penyelenggaraan PPP, penempatan dana, resolusi bank berupa Penyertaan Modal Sementara (PMS) dan likuidasi.

Berdasarkan keterangan resmi yang dikutip dari laman LPS, sejak tahun 2005 hingga saat ini, lembaga terkait telah menunaikan kewajibannya dengan membayar 118 klaim penjaminan untuk BPR/BPRS dan 1 Bank Umum. Selain itu, LPS juga berhasil menyelesaikan kasus 1 bank umum melalui metode Penempatan Modal Sementara (PMS) yang kemudian berhasil didivestasikan kepada investor pada tahun 2014.

Dalam perjalanan waktu sejak operasionalnya pada tahun 2005, total nilai klaim penjaminan yang telah dibayarkan oleh LPS mencapai Rp2,123 triliun. Besarannya berasal dari Simpanan yang patut dibayar senilai Rp1,75 triliun, bunga simpanan melebihi Batas Pertanggungan Bersama (TBP) sejumlah Rp285 miliar, kondisi bank yang tidak sehat senilai Rp52 miliar, serta beragam faktor lainnya dengan jumlah total sebesar Rp36 miliar.

Asuransi keuangan memang menggiurkan lantaran bisa menarik kepercayaan masyarakat dan meminimalisir potensi terburuk terhadap perbankan. Namun, jika LPS tidak mampu menyiapkan strategi guna memupuk kepercayaan nasabah, bukan tidak mungkin yang terjadi sesungguhnya adalah kebalikan dari mimpi para pemimpin negeri yang tidak kunjung jadi kenyataan.

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI