Suara.com - Pelaku usaha angkutan penyeberangan merasa legowo keputusan Pemerintah yang merealisasikan usulan kenaikan tarif angkutan penyeberangan. Adapun, kenaikan tarif angkutan penyeberangan lintas antarprovinsi dipatok sebesar 5 persen terhitung sejak 3 Agustus 2023.
Meskipun kenaikan tersebut masih jauh dari harapan, tetapi kenaikan tersebut akan menambah kemampuan industri penyeberangan untuk mempertahankan operasionalnya dalam memberikan pelayanan sesuai dengan standart yang ditetapkan.
Ketua Bidang Usaha dan Pentarifan Dewan Pengurus Pusat Gabungan Pengusaha Angkutan Sungai, Danau dan Penyeberangan (Gapasdap) Rakhmatika Ardianto mengatakan kenaikan tarif tersebut juga akan memberikan dampak positif bagi operator kapal penyeberangan dalam mempertahankan standar kenyamanan dan keselamatan.
"Terima kasih kepada Pemerintah yang sudah merealisasikan kenaikan tarif angkutan penyeberangan lintas antar-provinsi pada tanggal 3 Agustus 2023 sebesar rata-rata 5 persen," ujarnya yang dikutip, Rabu (16/8/2023).
Baca Juga: Siap-siap, Google Siapkan Modal Miliaran untuk Para Pelaku Usaha
Rahmatika melanjutkan untuk layanan kenyamanan, keunggulan operator kapal penyeberangan Indonesia antara lain mampu beroperasi selama 24 jam dan tepat waktu, baik ada atau tidak ada penumpang, padahal tidak ada di seluruh dunia kapal feri yang beroperasi 24 jam.
Keunggulan lainnya adalah adanya layanan ekonomi yang mengharuskan di lengkapi dengan ruang medis, musholla, ruang ibu menyusui hingga diffabel.
"Semua layanan ini tidak ada dalam standarisasi angkutan penyeberangan ekonomi di seluruh dunia, tapi diadakan di Indonesia," imbuh dia.
Sedangkan standarisasi keselamatan mengacu kepada aturan full SOLAS, padahal di negara lainnya belum tentu menggunakan aturan SOLAS, tetapi menggunakan aturan non-SOLAS yang jauh dibawah standarisasi aturan SOLAS.
Direktur Operasi dan Usaha PT Dharma Lautan Utama itu mengatakan kenaikan tarif sebesar 5 persen belum sesuai dengan besaran tarif yang dihitung oleh pemerintah bersama stakeholders angkutan penyeberangan maupun PT ASDP Indonesia Ferry (Persero) sebagai pengelola pelabuhan.
Baca Juga: Perlu Sinergitas Pemerintah dan Pelaku Industri Untuk Antisipasi Dampak Pemanasan Global
Rakhmatika menjelaskan, tarif sebenarnya angkutan penyeberangan lintas antar-provinsi masih kurang sebesar 34,4 persen yang seharusnya dapat dipenuhi pemerintah. Perhitungan kekurangan tersebut adalah sebesar Rp1.300 permil, meskipun perhitungan ini sebenarnya masih jauh jika dibandingkan dengan tarif yang ada di negara lain.
"Filiphina misalnya, tarif ferry dari Manila - Cebu sebesar 1.367 Peso atau setara dengan Rp 369.240 dengan jarak 762 mil, Kota Bacolod City ke Cagayan De Oro sebesar 59 US atau setara dengan Rp885.000 dengan jarak 365 mil," imbuh dia..
Dia juga mencontohkan Thailand dimana tarif ferry dari Rassada Pier - Puket sebesar 12 US atau setara dengan Rp180.000 dengan jarak 32 mil atau Rp.5.625 per mil
Demikian juga dengan Jepang dimana rute pelayaran Kure Port - Matsuyama sebesar JPY 4000 dengan jarak 31,6 mil sehingga tarif per mil sebesar 126,5 yen atau setara Rp13.797,-
Rahmatika menjelaskan jika kenaikan tarif angkutan penyeberangan lintas antar-provinsi sebesar 5 persen memiliki dampak yang sangat kecil terhadap beban masyarakat.
Dia menghitungkan dampak kenaikan tarif pada lintas penyeberangan Merak - Bakauheni dimana tarif penumpang hanya naik Rp1.100 per orang dari Rp21.600 menjadi Rp22.700. Sedangkan tarif kendaraan bermotor naik Rp2.050 per unit yakni dari Rp58.550 per unit menjadi Rp60.600 per unit.
Sedangkan pada lintas penyeberangan Ketapang - Gilimanuk, tarif penumpang naik Rp950 per orang yakni dari Rp9.650 menjadi Rp10.600.
"Dari situ, maka kami akan mengajukan kembali usulan kenaikan tarif di akhir September sesuai dengan kebutuhan yang sebenarnya untuk bisa memberikan pelayanan dan keselamatan sesuai standarisasi yang ditetapkan pemerintah," pungkas dia.