Suara.com - Ketua Majelis Perwakilan Rakyat (MPR) Bambang Soesatyo menyinggung hilirisasi sumber daya alam (SDA) dalam sidang tahun MPR di Gedung MPR-DPR, Jakarta. Menurut dia, memang selama Kemerdekaan hingga tahun 1990-an, Indonesia selalu bergantung pada SDA yang menjadi peno[ang devisa negara.
Namun, jelas dia, kekayaan alam yang luar biasa besar tersebut, tak berdaya di tengah situasi global yang berubah dan melahirkan badai ekonomi besar di kawasan.
"Kita menyadari bahwa kita tidak dapat bergantung pada sumber daya alam mentah. Pemerintah telah bekerja keras dan meyakinkan seluruh stakeholder, agar berpartisipasi aktif dalam proses hilirisasi, dengan berinvestasi langsung di Indonesia untuk membangun, dan mengembangkan kapasitas industri domestik, sebagai penyerap sumber-sumber mineral," ujarnya yang dikutip, Kamis (16/8/2023).
Pria yang akrab disapa Bamsoet ini menginginkan, SDA harus bisa dikelola di dalam negeri, sehingga menghasilkan produk yang memiliki nilai jual tinggi dan menguntungkan bagi pertumbuhan ekonomi.
Baca Juga: Erick Thohir Bicara Hilirisasi Gula Bisa Kurangi Polusi Udara Jakarta
"Hilirisasi industri adalah ikhtiar mewujudkan perekonomian nasional yang efisien dan berkeadilan sebagaimana diamanatkan Pasal 33 UUD 1945," kata dia.
Bamsoet menilai, diperlukan perubahan mindset pembangunan yang melekat di masing-masing stakeholder, baik di kalangan pemerintah, pelaku bisnis maupun masyarakat, agar terjadi kolaborasi multi pihak, untuk menata ulang pembangunan ekonomi yang dapat menghasilkan pertumbuhan, yang berkualitas serta berkelanjutan.
Hal itu dapat diwujudkan dengan mempromosikan model ekonomi yang berbasis sirkularitas, atau mengupayakan efisiensi sumber daya, serta upaya pemanfaatan kembali residu yang dihasilkan dari industri, untuk diolah kembali dan memberikan nilai tambah yang lebih besar serta berulang.
Dia melanjutkan, paradigma sirkularitas tentunya hanya dapat berjalan ketika kualitas industri nasional, sudah mampu secara seksama melakukan pemrosesan material sumber daya dari hulu ke hilir, sebagaimana yang digagas pemerintahan Jokowi tentang hilirisasi mineral, emas, bauksit, nikel, tembaga dan bijih besi.
Mineral tersebut didorong untuk proses hilirisasi, yang dibarengi dengan upaya pelarangan ekspor mineral mentah. Kebijakan ini menunjukkan konsistensi pemerintah terhadap upaya meningkatkan kualitas industri nasional.
"Indonesia adalah negara besar yang harus terus melangkah kedepan dan meningkatkan kemajuan dan kesejahteraan. Kita tidak boleh menjadi negara gagal dan mengalami kebangkrutan, sebagaimana dialami beberapa negara yang saat ini menjadi pasien IMF. Indonesia juga tidak boleh terancam mengalami krisis perekonomian, khususnya krisis keuangan yang dikategorikan sebagai kahar fiskal," imbuh dia.
Baca Juga: Faisal Basri Bilang Hilirasi Nikel Tak Buat Untung Indonesia, Kemenperin Ungkap Faktanya
Bamsoet kembali mengingatkan, Indonesia adalah pemilik SDA terbesar dunia seperti nikel, batubara, emas, tembaga, dan gas alam. Namun, masih ada warga negara yang belum sepenuhnya menikmati kekayaan alam.
"Karena itu, sudah saatnya kita memikirkan adanya roadmap atau bintang pengarah berjangka panjang yang jelas, untuk menuntun kemana kapal besar bangsa ini akan berlabuh. Indonesia membutuhkan perencanaan jangka panjang yang holistik, konsisten, berkelanjutan, dan berkesinambungan dari suatu periode pemerintahan ke periode pemerintahan berikutnya, antara pusat dan daerah, agar mampu memanfaatkan sumber daya alam yang luar biasa, untuk kesejahteraan seluruh rakyat Indonesia," pungkas dia.