Suara.com - Sejumlah warga Dago Elos melakukan tindakan pemblokiran jalan di Jalan Ir. H. Juanda atau Jalan Dago di Kota Bandung. Dalam aksi ini, warga juga melakukan pembakaran ban bekas sambil menyampaikan orasi di tengah jalan.
Insiden pemblokiran jalan ini terjadi pada Senin (14/8/2023) sekitar pukul 21.20 WIB, di area sekitar Terminal Dago hingga SPBU Dago di Kota Bandung. Dalam tindakan ini, warga menampilkan spanduk-spanduk kritik terkait sengketa tanah yang sudah lama mereka hadapi di pengadilan.
Pada awalnya, warga juga telah melangsungkan aksi unjuk rasa di depan Polrestabes Bandung di Jalan Merdeka, Kota Bandung. Aksi tersebut berkaitan dengan tuduhan pemalsuan ahli waris yang melibatkan Warga Dago Elos dalam sengketa dengan Keluarga Muller dan PT Dago Inti Graha.
Namun, proses laporan warga ke pihak Polrestabes Bandung mengalami hambatan. Berbagai sumber mengindikasikan bahwa pihak kepolisian belum dapat menerima laporan warga karena kurangnya bukti yang memadai.
Baca Juga: Momen Rahmad Darmawan Ribut dengan Pelatih Kiper Persib, Sampai Nunjuk-nunjuk
Hingga malam hari, warga terus melanjutkan aksi unjuk rasa. Hingga sekitar pukul 20:00 WIB, terjadi bentrokan antara warga dan aparat kepolisian.
Warga yang mengeluarkan pernyataan tertulis menyatakan bahwa mereka berjuang untuk mempertahankan tempat tinggal, hak atas tempat tinggal, mata pencaharian, serta melawan penggusuran yang merugikan mereka.
Situasi kericuhan ini kemudian diatasi oleh pihak kepolisian. Namun, dampaknya terlihat dalam bentrokan antara warga dan petugas polisi.
Petugas polisi yang berusaha membubarkan aksi tersebut mendapat perlawanan dari warga yang melempar batu ke arah petugas. Sebagai respons, polisi terpaksa menggunakan gas air mata untuk membubarkan kerumunan warga. Massa juga melawan dengan melemparkan batu dan benda lainnya ke arah pasukan polisi.
Sekitar pukul 23.15 WIB, aksi pemblokiran jalan akhirnya selesai. Pihak kepolisian mengamankan seorang warga yang diduga terlibat dalam memprovokasi dan menyebabkan kerusuhan.
Baca Juga: Tim Biro Hukum Pemprov DKI Irit Bicara dalam Sidang Perkara Sengketa Lahan di PN Jakbar
Aksi penghalangan jalan ini berakhir pada malam hari tersebut. Polisi berhasil mengusir warga untuk membubarkan aksi tersebut.
"Kondisi saat ini sudah kondusif, kami melakukan pengamanan dan berhasil membersihkan jalan. Sekarang jalan sudah bisa dilalui oleh pengendara," ujar Kapolrestabes Bandung, Kombes Budi Sartono.
Awal Mula Sengketa di Dago Elos
Melansir dari Suara Jabar, sengketa tanah di Dago Elos bermula pada November 2016. Warga yang telah lama tinggal di dekat apartemen mewah The Maj Dago, Kecamatan Coblong, Kota Bandung, menghadapi ancaman penggusuran setelah keluarga Muller mengklaim sebagai ahli waris atas lahan seluas 6,3 hektar yang mencakup kawasan pemukiman Dago Elos-Cirapuhan.
Warga yang berada di kawasan tersebut kemudian digugat di Pengadilan Negeri Bandung oleh empat anggota keluarga Muller dan PT Dago Inti Graha.
Penggugat menyatakan memiliki bukti kepemilikan lahan, berupa surat Eigendom Verponding, sebuah surat kepemilikan lahan dari zaman Hindia Belanda yang dimiliki oleh George Henrik Muller.
Bukti kepemilikan lahan dari generasi keluarga Muller ini kemudian diserahkan kepada PT Dago Inti Graha pada 1 Agustus 2016, yang saat itu memiliki Orie August Chandra sebagai direktur utama.
Pada 24 Agustus 2017, majelis hakim PN Bandung memutuskan untuk mengabulkan gugatan keluarga Muller. Warga, yang didampingi oleh Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Bandung, kemudian mengajukan banding ke Pengadilan Tinggi Bandung.
Namun, di tingkat Pengadilan Tinggi, banding warga ditolak. Meskipun demikian, pada tingkat kasasi di Mahkamah Agung (MA), putusan PN dan Pengadilan Tinggi Bandung dibatalkan pada 29 Oktober 2019.
Namun sayangnya, di tingkat Peninjauan Kembali (PK) di MA, putusan kembali berpihak pada keluarga Muller dan PT Dago Inti Graha.
Putusan PK MA nomor 109/PK/Pdt/2022 menyatakan bahwa sekitar 300 warga telah melakukan perbuatan melanggar hukum.
Dalam putusan PK ini, MA memerintahkan warga untuk meninggalkan tempat tinggal mereka yang selama ini mereka huni.
"Memberikan hukuman kepada para tergugat (Tergugat I sampai dengan Tergugat CCCXXXV), atau kepada siapa pun yang menerima hak darinya, untuk mengosongkan dan menghancurkan bangunan yang ada di atas tanah tersebut, serta menyerahkan tanah objek sengketa tanpa syarat kepada PT Dago Inti Graha sebagai Penggugat IV, jika perlu dengan menggunakan upaya paksa dengan bantuan alat keamanan negara," demikian putusan PK Mahkamah Agung.