Suara.com - Center of Digital Economy dan Institute for Development of Economics and Finance (INDEF) menyebut, separuh dari produk perawatan kulit dan kecantikan yang dijual di forum jual beli online Indonesia impor dari China.
Kepala Peneliti Center of Digital Economy INDEF, Nailul Huda pada Senin (14/8/2023) lalu mengatakan, lebih dari 50 persen produk prawatan kulit dan kecantikan di Indonesia adalah barang impor dari China.
Dalam diskusi yang turut dihadiri pelaku UMKM dan Menteri Koperasi dan Usaha Kecil dan Menengah (Menkop UKM) Teten Masduki itu, ia mengusulkan dua opsi untuk mengatasi banjir produk impor dari China dan negara lain.
Salah satunya dengan melindungi pelaku UMKM lokal agar dapat bersaing di platform perdagangan daring, termasuk di TikTok Shop dan berbagai platform e-commerce lainnya.
Baca Juga: 3 Peran Antagonis di Drama China Back From The Brink
Selain itu, pemerintah juga dimita tidak hanya fokus pada revisi Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 50 Tahun 2020 tentang Perizinan Usaha, Periklanan, Pembinaan, dan Pengawasan Pelaku Usaha dalam Perdagangan Melalui Elektronik (PPMSE).
"Kami juga mengusulkan penerapan biaya, termasuk administrasi dan pajak, pada produk-produk impor. Ini akan membantu pemerintah dalam melindungi produk-produk lokal sekaligus memberikan beban lebih pada produk impor," imbuh dia.
Dalam kesempatan yang sama, Menkop UKM menegaskan bahwa pemerintah tidak hanya berkaitan dengan produk impor di TikTok Shop, tetapi juga di platform e-commerce lainnya. Oleh karena itu, ia ingin melindungi produk UMKM Indonesia melalui serangkaian kebijakan.
Teten mengakui bahwa saat ini pemerintah belum memiliki kebijakan impor yang kuat untuk melindungi UMKM. Selain revisi Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 50 Tahun 2020, Teten berencana untuk menerapkan tarif bea masuk yang lebih tinggi bagi produk impor.
Sebelumnya, Izzudin Al Farras, peneliti dari INDEF juga mengungkapkan bahwa merek-merek produk kecantikan dan perawatan diri asal China telah mengungguli merek lokal Indonesia dalam penjualan, terutama karena promosi yang masif melalui platform social commerce, khususnya TikTok Shop.
Baca Juga: Sinopsis Drama China Sweet Games, Dibintangi Winwin WayV
"Produk dari merek-merek ini selalu muncul dalam bagian flash sale yang mudah terlihat oleh pengguna. Tidak seberapa di e-Commerce lain, tetapi di TikTok Shop, berdasarkan pantauan saya dalam sebulan terakhir, produk dari merek Skinitific (merek asal China) ini selalu tampil meskipun kita tidak secara khusus mencarinya, tetapi iklannya selalu muncul," ungkap Izzudin dalam Diskusi Publik "Project S TikTok: Ancaman atau Peluang?" yang diadakan secara daring pada akhir Juli silam, dikutip via Antara.
INDEF mencatat bahwa dua produk kecantikan dan perawatan diri dari China, yaitu Skintific dan Originote, telah berhasil mengungguli penjualan merek-merek Indonesia seperti Scarlett dan Ms Glow pada awal tahun 2023. Namun, pada Mei 2022, penjualan dari merek-merek China ini masih sangat jauh tertinggal dibandingkan merek lokal.
Salah satu faktor yang memicu peningkatan penjualan di social commerce adalah kemampuan platform tersebut dalam mengolah data dari aktivitas pengguna di media sosial secara spesifik untuk setiap individu.
Selain itu, faktor lain yang berperan adalah biaya produksi yang lebih rendah di China, sehingga mereka bisa menawarkan produk dengan harga yang lebih terjangkau. Hal ini juga didukung oleh ketidakberadaan regulasi yang khusus mengatur penjualan di platform social commerce.
Mengacu pada data Global Social Market Survey tahun 2021, Izzudin mengungkapkan bahwa sekitar 30 juta orang di Indonesia telah melakukan transaksi daring. Dari jumlah tersebut, sekitar 60 persen dilakukan melalui e-Commerce, sedangkan 40 persen melalui media sosial.
Pada tahun 2022, penjualan melalui TikTok di Indonesia mencapai Rp228 miliar, dengan 2 juta UMKM yang berjualan di TikTok Shop Indonesia. Bahkan, platform ini memiliki rencana investasi sebesar 10 miliar dolar AS dalam jangka waktu lima tahun ke depan.