Suara.com - Berdasarkan data BPJS Ketenagakerjaan, jumlah kasus kecelakaan kerja dan Penyakit Akibat Kerja (PAK) yang dialami oleh pekerja perkebunan menduduki peringkat teratas dan terus bertambah setiap tahunnya.
Terhitung sejak tahun 2019 hingga pertengahan tahun 2023 jumlahnya mencapai 52.762 kasus. Belum optimalnya sistem manajemen K3 dan perilaku kerja yang tidak aman menjadi penyebab tingginya angka tersebut.
Sektor kelapa sawit sendiri menjadi salah satu komoditas utama penggerak perekonomian nasional. Pasalnya saat ini Indonesia memiliki lahan perkebunan sawit seluas 16,8 juta hektar dan mampu menyerap 6 juta tenaga kerja. Hal ini otomatis menempatkan Indonesia sebagai produsen sawit terbesar di dunia.
BPJS Ketenagakerjaan sebagai badan hukum publik yang ditugaskan untuk memberikan perlindungan jaminan sosial kepada pekerja berinisiatif menggandeng berbagai pihak untuk melakukan kegiatan Promotif dan Preventif guna menumbuhkan kesadaran terkait resiko dan bahaya di tempat kerja khususnya perkebunan.
Baca Juga: Wapres Serahkan 20.000 Kartu BPJS Ketenagakerjaan Bagi Pekerja Rentan di Papua
Salah satunya melalui Workshop K3 dengan tajuk “Promosi K3 dan Pencegahan KK-PAK Pada Perkebunan Kelapa Sawit di Indonesia”. Kegiatan hasil kolaborasi BPJS Ketenagakerjaan bersama International Labour Office (ILO) dan Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (GAPKI) ini secara resmi dibuka oleh Direktur Pelayanan BPJS Ketenagakerjaan Roswita Nilakurnia, Senin (8/8).
Hadir juga Direktur Jenderal Pembinaan Pengawasan Ketenagakerjaan Keselamatan dan Kesehatan Kerja Kementerian Ketenagakerjaan RI Dra. Haiyani Rumondang, M.A., Wakil Ketua II Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (GAPKI) Satrija B Wibawa, dan Perwakilan ILO Jakarta Abdul Hakim, serta diikuti oleh ratusan peserta secara hybrid.
Dalam sambutannya Roswita menyoroti perlunya langkah-langkah mitigasi untuk menekan angka kecelakaan kerja khususnya di sektor sawit. “Jadi kita sangat sadar, ini mungkin bagian dari diskusi kita pada workshop ini adalah untuk mendapatkan masukan dalam bentuk dukungan dan partisipasi dari semua unsur terkait, untuk mendorong peningkatan pemahaman K3 pada sektor perkebunan dan juga penyusunan dan pelaksanaan program K3 pada sektor perkebunan, karena terhitung sejak 2019 hingga Mei 2023, ada sebanyak 52.762 kasus JKK pada pekerja sektor kelapa sawit dengan sebanyak 24,83% mengalami dampak kecelakaan kerja pada kaki dan sebanyak 23,25% pekerja mengalami dampak kecelakaan kerja pada bagian mata,” ungkap Roswita.
Sementara itu Pemerintah melalui Dirjen BINWASNAKER dan K3 Kementerian Ketenagakerjaan RI Haiyani Rumondang menyatakan apresiasinya atas upaya bersama dalam mempromosikan K3. “Kami sebagai pemerintah dalam hal ini Kementerian Ketenagakerjaan dan unit yang menangani keselamatan kesehatan kerja sangat berterima kasih dengan acara yang sudah dilakukan bersama oleh BPJS Ketenagakerjaan dan juga kantor ILO Jakarta,”terang Dirjen Haiyani.
Namun pihaknya juga menginginkan kegiatan tersebut dapat diselenggarakan secara berkelanjutan dan memiliki output yang terukur. Karena Haiyani menganggap kesadaran terhadap K3 menjadi poin penting dalam mendukung terwujudnya kesejahteraan pekerja.
Baca Juga: Kuli, Petani, Hingga Nelayan Jadi Peserta BPJS Ketenagakerjaan, Iurannya Rp 36.800 per Bulan
“Selama ini kita berinteraksi penuh untuk penegakan hak upah, jaminan sosial dan lain-lain, termasuk kesejahteraan, peningkatan fasilitas di tempat kerja. Ternyata semua itu juga tidak bisa optimal kalo kita tidak mempromosikan K3. Jadi akan sia-sia juga tuntutan kita yang sebanyak-banyaknya untuk hak lain, jika tidak dibarengi dengan pemenuhan K3 ini,”imbuhnya.
Sejalan dengan itu ILO yang diwakili oleh Abdul Hakim menyebut bahwa K3 bisa menjadi pintu masuk agar angka kecelakaan kerja dan Penyakit Akibat Kerja bisa diturunkan.
“Lingkungan kerja di perkebunan kelapa sawit memiliki bahaya dan risiko terhadap keselamatan dan kesehatan kerja, dalam hal ini tantangan yang harus kita pecahkan bersama-sama dengan kolaborasi dan kerjasama, bukan dengan hal yang lain. Inilah contoh dari kerjasama yang tidak hanya menggunakan pendekatan yang konvensional yaitu dengan tripartit, tapi juga mulai memunculkan kerjasama dalam bentuk baru yaitu mengikutsertakan jaminan sosial dan lembaga jaminan sosial seperti BPJS Ketenagakerjaan,”ucap Abdul Hakim.
Dalam kesempatan tersebut Wakil Ketua II GAPKI, Satrija B Wibawa berharap kolaborasi ini mampu mendorong optimalisasi promosi K3 yang secara tidak langsung juga akan meningkatkan produktivitas para pekerja sawit.