Suara.com - Analis pasar uang, Lukman Leong, mengungkapkan bahwa pelemahan nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) disebabkan oleh kenaikan data inflasi AS dalam tahunan (year on year / yoy) menjadi 3,2 persen, meningkat dari sebelumnya 3,0 persen.
Lukman Leong mengatakan, "Rupiah melemah setelah data menunjukkan inflasi AS yang naik pertama kalinya dalam setahun, meskipun hanya sedikit di bawah perkiraan sebesar 3,3 persen. Ini diikuti oleh pernyataan Presiden The Fed (Federal Reserve) San Francisco, Mary Daly, yang membuat dolar AS pulih dari penurunan awal." Lukman Leong memberikan pernyataan ini ketika dihubungi oleh ANTARA di Jakarta pada hari Jumat.
Mengutip dari Antara, ia juga menjelaskan bahwa sentimen dari dalam negeri masih relatif positif. Namun, saat ini, rupiah dan mata uang regional lainnya tertekan oleh penguatan dolar dan kekhawatiran tentang perlambatan ekonomi China.
Sebelumnya, pengamat pasar uang, Ariston Tjendra, menjelaskan bahwa jika data inflasi AS menunjukkan penurunan di bawah 3,0 persen (seperti pada bulan Juni 2023), hal ini dapat mendorong pelemahan dolar AS karena Federal Reserve dapat melonggarkan kebijakan suku bunga tinggi. Dia juga menambahkan, "Hal yang sama berlaku sebaliknya."
Baca Juga: Aliran Modal Asing Deras Masuk Rp 700 Miliar di Minggu Keempat Juli
Dolar AS bertahan hampir stabil terhadap sejumlah mata uang utama lainnya pada akhir perdagangan hari Kamis. Hal ini disebabkan oleh para investor yang mengamati laporan mengenai indeks harga konsumen (IHK) AS, yang menunjukkan kenaikan moderat pada bulan Juli 2023.
Indeks dolar, yang mengukur kekuatan dolar terhadap enam mata uang utama lainnya, naik tipis 0,03 persen menjadi 102,5222 pada akhir perdagangan.
Laporan Departemen Tenaga Kerja AS mengungkapkan bahwa IHK AS naik sebanyak 0,2 persen pada bulan lalu, sejajar dengan kenaikan pada bulan Juni. Dalam kurun waktu 12 bulan hingga Juli, IHK AS meningkat sebesar 3,2 persen dari kenaikan 3,0 persen pada bulan Juni, yang merupakan tingkat pertumbuhan tahunan terendah sejak Maret 2021.
Sementara itu, IHK inti, yang tidak memasukkan harga pangan dan energi, juga naik sebanyak 0,2 persen pada bulan Juli, sama seperti kenaikan pada bulan sebelumnya. Dalam kurun waktu 12 bulan, IHK inti tumbuh sebesar 4,7 persen setelah naik 4,8 persen pada bulan Juni.
"Economist senior EY-Parthenon, Lydia Boussour, menyatakan, "Laporan IHK untuk bulan Juli memberikan bukti yang lebih kuat bahwa tekanan inflasi telah melandai," saat berbicara pada hari Kamis, 10 Agustus 2023.
Baca Juga: Dolar AS Melemah Efek Inflasi, Harga Emas Rebound